Tuesday, September 7, 2010

Pontianak 6 # Cewek-cewek di sini Suka Memelihara “Jin Botol”

Salah satu hoby iseng saya adalah (hoby kok iseng!) memperhatikan penampilan orang-orang di sekitar saya dan sok-sok menilai penampilan mereka. Lebih tepatnya sih mencela.


 

"Alamak....itu kok ada kembang setaman jalan-jalan! Siram yuk, biar nggak layu!"

"Ya ampun! Itu Jeans kok keren banget. Arrghhh...yang punya minta ditampar!!

"Hello! Mataharinya dah dari tadi tenggelam! (padahal sirik aja lihat orang punya kacamata bagus).


 

Saya memang minta ditampar kalau dalam hal mengomentari penampilan orang. Padahal penampilan sendiri juga nggak keren-keren amat kan. Tapi yang namanya penonton, pasti lebih banyak komentarnya daripada pemain. Bukan berarti karena mereka lebih pintar bermain kan?


 

Salah satu yang membuat saya nggak tahan untuk tidak "ghodul bashor" adalah kalau ada orang yang memakai jeans keren. Eits...! saya bukan nggak "ghodul bashor" ke orangnya loh ya. Saya nggak tahan untuk mengagumi jeansnya. Misalnya, seperti ketika ada bapak-bapak muda yang memakai "Levi's 502 Sky Scrapper" sedang menggandeng anaknya di eskalator mall kemarin. Langsung saja mata saya nggak lepas dari jeans yang dikenakan oleh bapak itu. Saking sukanya saya sama celana jeans, saya sampai bisa mengenali merek jeans apa yang dipakai oleh seseorang hanya dengan melihatnya sekilas atau menatapnya dari jauh.


 

Buah dari "fetish" saya sama jeans itu membuat saya beberapa hari memperhatikan merek jeans apa yang banyak dipakai oleh pria di Pontianak. FYI, para pria di sini hobi sekali memakai jeans. Even a daddy or an old man fashionably wears a jeans. Di masjid pun, bapak-bapak banyak banget yang memadukan baju koko dengan blue jeans. Apalgi kalau hari jum'at di kantor-kantor. Sebagian besar outfitnya adalah batik dan jeans. Tempat pengamatannya di beberapa tempat. Yang pertama adalah Mega Mall yang menjadi tempat gaul orang-orang di kota ini, beberapa masjid dan dari jendela mobil dengan objek pengendara sepeda motor. Hasilnya saya bisa menyimpulkan (nggak ilmiah banget) 3 brand yang paling banyak dipakai:

  1. Levi's

    Ini adalah merk jeans yang dibuat pertama di dunia oleh seorang anak muda bernama Levi Strauss. Inilah cikal bakal celana jeans atau denim. Awalnya celana ini dibuat untuk pekerja tambang di negeri paman Sam sana samapai akhirnya menjadi fashion item yang penting. Jeans premium brand inilah yang saya temukan paling banyak membalut bagian bawah tubuh pria di kota ini terlepas dari asli atau palsu ataupun beli di Lelong (Flea market yang bertebaran di kota ini) ataukah beli di outlet Levi's. Sepertinya kebanyakan di Lelong alias second hand deh. Soalnya setiap saya jalan kaki ke kantor, saya selalu melewati toko-toko pakaian loak yang jeans Levi's nya digantung terpisah dan banyak banget.

    

Psst...kemarin saya masuk ke outlet Levi's di Mall buat nyari si Sky Scrapper. Untungnya nggak ada. Kok untung? Iya, saya nggak jadi membuang duit saya buat sepotong jeans. Gila aja kan kalau saya yang rajin menabung dan baik hati harus merelakan 700 ribu duat saya sepotong jeans? Kayaknya, impian saya untuk melihat si Sky Scrapper itu melekat cantik di kaki saya harus ditunda dulu deh. Tunggu sampai kaya dulu!

  1. Wrangler.

    Saya nggak tahu dari mana Mas Wrangler ini berasal. Saya nggak terlalu ngefans dengan Mas yang satu ini. Saya juga punya satu biji dan harganya affordable lah buat kantong saya yang tipis-tipis cakep ini. Kalau mau tahu, silahkan tanya sama Mbah google.

    Jeans ini paling mudah dikenali walaupun hanya melihat sekilas. Selain label brandnya yang terbuat dari kulit yang menempel di saku belakang, motif jahitan khas yang yang menghiasi dua kantong belakang dan jahitan sampingnya juga sangat khas.

  2. Louis. Jeans ini mudah sekali dikenali karena brand nya tertempel di saku belakang jelas sekali terlihat. Bedanya dengan tempelan brand Wrangler adalah; kalau wrangler terletak di saku sebelah kiri, Louis tertempel di sebelah kanan.

Apakah semua orang di kota ini memakai brand tersebut? Tentu saja tidak. Ada banyak sekali brand jeans di pasaran. Tapi saya hanya bisa mengenali jeans dengan brand yang biasa dipakai oleh midle to high consumer. Jeans-jeans buatan Bandung juga banyak kok beredar. Bahkan mendominasidisplay distro dan toko-toko pakaian. Tapi again, mata saya hanya terlatih untuk melihat brand-brand yang menggoda kantng saya. Seperti kata orang bijak, kenali dengan baik musuh andaJ


 

Jin Botol

    Saya lagi mendampingi sekolompok remaja 'alay" yang super manja sore itu ketika saya mengetahui mereka memelihara jin. Ketika mereka mendapatkan kesempatan untuk bercerita, salah serang dari mereka bingung untuk mengungkapkan kata kurus atau langsing. Saya mencoba memberikan clue dengan menanyakan apa model jeans yang mereka pakai. Soalnya, setahu saya, model jeans yang menempel ketat kulit dan mengecil ke ujung kaki itu namanya "skinny jeans". Hampir serempak dua dari mereka menjawab;

"jin botol Mister!"

Haha....saya tertawa geli dalam hati. Aduh, mereka ngaku diri mereka gaul dan fashinista tapi menyebut model jeans itu "jin botol! Mulai saat itu saya menyimpulkan, hampir semua teenager disini meemelihara jin botol. Nah, kalau anda, jin apa yang anda pelihara?


 


 

Thursday, September 2, 2010

Pontianak 5 #Street and Transportation

Hari ketiga tinggal di kota ini, kebutuhan yang harus saya penuhi semakin bermunculan. Oleh karena itu, sore sehabis dari kantor saya memutuskan untuk membeli beberapa kebutuhan sehari-hari. Dari informasi yang saya dapatkan dari teman-teman saya, di kota ini ada sebuah pusat perbelanjaan bernama Mega Mall. Nah, ke sanalah tujuan saya sore ini.


 

Bayangan saya tentang sebuah kota adalah sebuah daerah urban dengan fasilitas umum yang lengkap. Oleh karen itu saya memutuskan untuk naik bus kota untuk menuju ke Mega Mall. Setelah berjalan beberapa saat berjalan kaki dari kantor, saya menunggu bus di dekat sebuah tugu di pertigaan yang menuju kantor saya. 15 menit berlalu. Tidak ada tanda-tanda bus kota ataupun angkot (di sini disebut oplet) yang lewat. Satu jam menunggu, saya mulai gelisah. Saya kemudian memutuskan untuk bertanya kepada abang penjual kelapa muda yang sedang melayani pembeli yang tampaknya akan mempersiapakn makanan buat berbuka. Dan jawaban yang saya dapatkan adalah; ada sih Bang, tapi jarang.


 

Aduh...! ini sih bukan jarang lagi. Ini langka. Satu jam lebih saya menunggu, saya tidak melihat satu bus atau oplet pun yang lewat. Untunglah, seorang dear friend lewat pakai motor dan mengantarkan saya ke Mega Mall.


 

Gara-gara keterbatasan mass-transportation juga yang membuat saya harus berjalan kaki setiap hari dari tempat saya tinggal ke kantor. Lumayan, dengan gaya jalan saya yang sering dkeluhkan teman-teman saya karena karena seperti dikejar-kejar, saya hanya butuh waktu 15 menit untuk sampai ke kantor. Yang nggak tahan, kalau saya ke kantor agak telat. Matahari tanah khatulistiwa yang begitu membakar sukses membuat saya bermandikan keringat ketika sampai di kantor. Makanya, saya selalu ke kantor memakai topi fedora, celana pendek, t-shirt dan sepatu sport. Berjalan sendiri di tengah orang-orang yang berkendaraan yang gaya berkendaranya menakutkan pejalan kaki, cukup aneh. Sepertinya, hanya saya sendiri yang nekat jalan kaki di kota ini. Selama ini saya belum menemukan pejalan kaki yang lain. Kata teman saya sih, kalau tinggal di Pontianak harus punya kendaraan sendiri karena keterbatasan angkutan umum. Efeknya buat saya, saya jadi nggak bisa kelayapan lagi seperti ketika di Malang.


 

Menurut saya, sistem transportasi di kota ini melawan local wisdom. Sebagai kota yang dilintasi oleh ratusan parit dan dua sungai besar, transportasi air seharusnya tidak ditinggalkan. Nama-nama tempat saja disini menggunakan nama-nama sungai dan parit (kanal). Saya pikir transportasi air juga bisa mengendalikan kepemilikan kendaraan bermotor yang membuat macet kota dan tentu saja hemat energi. Membagun jalan raya sangat high cost disini. Dengan kondisi tanah gambut yang berlumpur, jalan yang dibangun mudah amblas dan bergelombang. Makanya, hampir setiap hari selalu ada perbaikan jalan.


 

Untunglah buat kemana-mana saya punya banyak tebengan. Bisa motor teman-teman atau mobil Mr. Boss. Makanya, thanks banget buat Mr. Boss Bang Aji dan teman-teman SBS Pontianak.


 

Pontianak 4# Mie Sagu dan Pisang Pontianak

    Selain aneka macam kue dan Es Cincau, menu berbuka bersama keluarga sahabat saya, Ridho adalah Mie Sagu. Menu yang asing buat saya. Karena selama ini saya cuma pernah merasakan sagu mutiara sebagai makanan olahan dari sagu. Selain itu, ustadz saya juga sering cerita tentang kelezatan papeda yang disiram dengan kuah ikan kuning, makanan khas di kampung halaman saya yang berasal dari ambon itu. Nah, Mie sagu baru saya lihat wujudnya hari ini.


 

Bentuknya mirip dengan bihun tapi lebih besar. Biasanya mie sagu yang dijual di pasar ada yang siap dinikmati dan ada juga yang hanya ditumis dan kuahnya dibuat sendiri di rumah. Makanan ini hand made dan khas pontinak banget. Sore ini, dengan semangat (padahal saya malu-malu sungkan gitu. Ini hanya untk efek dramatisasi sajaJ) saya menyendokkan mie ke sagu ke piring saya dan menuangkan kuah setelahnya. Tak sabar tangan saya langsung mnyendokkan mie ke mulut saya dan merasakannya.


 

Hmm...rasanya kenyal-kenyal gimana. Kuah nikmat berpadu dengan mie sagu yang kenyal ternyata sangat nikmat. Selain itu, makanan ini cukup mengenyangkan dan tidak membuat perut perih seperti sehabis memakan mie instan. Tapi kayaknya mereka harus mencoba variasi resep mie sagu deh. Kalau kuahnya dibuat manis kayak kuah kolak atau cendol gitu, kayaknya enak juga deh.


 

Selain terkenal karena jeruknya yang manis (sebenarnya sih penghasil jeruk itu bukan Pontianak tetapi Sambas. Sama halnya dengan Malang yang terkenal karena Apel walaupun yang mengasilkannya adalah kota Batu), yang sering saya dengar adalah pisang goreng pontianak. Katanya, pisang dari pontianak itu enak. Dan pisang adalah buat favorit saya. Love banana! Makanya, saya pengen banget merasakan makanan berbahan pisang. Dengan modal penasaran tadi saya mencoba menyusuri jalan-jalan mencari penjual pisang bakar atau syukur-syukur kalau ketemu banana pancake kesukaan saya itu.


 

Hampir semua jalan "kuliner saya lewati dan saya tidak menemukan satu pun penjual pisang bakar atau kafe yang bertuliskan pisang bakar sebagai menunya. Malahan, akhirnya pisang bakar itu saya temukan di sebuah coffee shop di Mega Mall. Dan yup...pisangnya enak banget. Tebal dan empuk. Makanya bagi yang mau buka bisnis kuliner di Pontianak, menyediakan pisang bakar sebagai menu is strongly recommended deh. Jangan lupa juga untuk menyediakan banana pancake. How come they don't know this kinda heaven food. Yup, it is a heaven food which is scattered on the earth. You have to try people!