Wednesday, September 28, 2011

A journey; Finding What I Love and What I Really Want



Duduk bersandar di sofa kafe ini, saya menerawang mencoba menyatukan titik-titik yang telah saya lalui dalam hidup. Titik-titik yang mengantarkan saya pada saya yang sekarang; seorang laki-laki muda seperempat abad yang masih gelisah mengejar mimpi-mimpi. Gamang pada kenyataan. Namun, saya tetap mencoba untuk melihat ke depan dan menggapai apa yang seharusnya saya gapai.

Bukan satu kali ini saya merasa gamang dan stuck seperti ini. Ini yang ke sekian kalinya. Bahan sebelum-sebelumnya saya pernah tenggelam dalam galau yang amat dalam dengan deraian air mata yang saya coba lampiaskan dengan berbagai cara. Kalau saja saya hdup dengan pikiran mainstream nan bersahaja, saya seharusnya merasa sangat bahagia dan tenang dengan apa yang saya dapatkan dan saya jalani dalam hidup saya sekarang. Saya hanya merasa galau dan merasa harus berada dalam satu titik dalam hidup saya yang sudah saya impikan sejak dulu.

Saya tidak tahu, apakah Tuhan memang mengumpulkan orang galau dengan orang galau lain. Tapi mungkin memang begitu. Atau saya harus percaya pada law of attraction; galau menarik galau yang lain, orang galau menarik orang galau yang lain. Sahabat saya ternyata tengah merasakan hal yang sama. Seorang sahabat yang telah saya anggap sebagai saudara atau lebih tepatnya soulmate.

Dalam rangka mengusir galau, kami sepakat untuk bersekutu dalam sebuah perjalanan backpacking extreme kea rah timur Indonesia. Kami tidak tahu kami akan mencapai titik sebelah mana. Tapi kami sudah bulat untuk melakukan perjalan dengan sepeda motor mencoba menyelami makna hidup, melihat permasalahan dari sisi berbeda. Seperti kata para ahli strategi; ketika mempunyai masalah, keluarlah dan coba lihat permasalahan dari luar.

Sebenarnya tidak harus keluar dengan melakukan perjalanan, tapi hasil obrolan dan curhatan kami, kami harus melakukan perjalanan untuk membicarakan hidup kami, masa depan kami, mengevaluasi ulang langkah-langkah kami dan melihat kembali titik-titik yang telah kami lewati untuk dihubungkan menjadi sebuah peta perjalanan yang lebih memandu. Kami akan membicarakannya di cafĂ©-kafe di tepi pantai di Bali mungkin. Atau di atas pasir di Lombok. Atau mungkin di atas puncak sebuah bukit di Sumbawa. Kami sengaja tidak merencanakan perjalanan yang detail; kami hanya akan berjalan semampu kami ke   arah timur. Perjalanan ini mungkin tidak dramatis seperti film Eat, Pray and Love. Tapi rangkuman perjalanan ini adalah dalam kerangka topic; I’ve got to find what I love and What I really want!

Insya Allah, dalam perjalanan kami, kami akan mengupdate melalui social media dan blog kami masing-masing. 

Tuesday, September 27, 2011

Mengurus Passport; Siapa Bilang Petugas Imigrasi Ribet?


Akhirnya saya punya juga kesempatan untuk mengurus passport setelah tertunda beberapa kali. Dokumen pelintas batas ini akan membawa saya menjadi warga global, warga dunia. Saya memilih untuk mengurus passport di kota kelahiran saya karena memang di KTP saya masih tercantum sebagai warga Kabupaten Bima. Selain itu, bertepatan dengan libur super panjang yang saya ambil dalam rangka lebaran. Dimana itu Bma? Googling deh.

Begitu sampai di Bima, saya baru tah kalau di kota tercinta saya itu tidak ada kantor imigrasi. Kantor imigrasi adanya di Mataram dan yang terdekat di Sumbawa dengan jarak tempuh 7 jam naik bus. Oh tidak!

Dengan menghibur diri bahwa saya akan menyaksikan pemandangan indah sepanjang jalan Bima-Sumbawa dan keinginan kuat untuk memegang passport, saya pun berangkat ke Sumbawa dengan diringi doa dan cucuran air mata dan bekal seadanya (oke, itu lebay!).

Ternyata rencana yang saya buat tidak sesuia dengan di lapangan. Seharusnya berangkat jam 6, saya dapatnya bus jam 10. Dengan hitungan di otak saya, berangkat jam segitu pun saya masih bisa engurus passport hari itu juga.tapi sekali lagi, realita berbicara lain. Saya baru sampai di Kota Sumbawa ketika sore menjelang dengan cahaya remang-remang dari balik semak-semak. Aduhh..! bakalan nginap deh. Belum juga berurusan dengan ribetnya kantor imigrasi, saya sudah harus ribet aja nyari tempat nginap di kota antah berantah ini.

Telfon sana-telfon sini, ternyata saya tidak perlu menginap di hotel karena saya punya family di sini. Menguhbungi family dan keluarga di saat butuh doang adalah hal ayang amat sangat prgmatis. Jadi, jangan ditiru. Akhirnya, saya menginap di rumah paman saya yang ternyata jaraknya cuma sekoprolan saja dari kantor imigrasi.

Keesokan paginya, saya sudah rapi jali berdiri di depan kantor imigrasi. Sengaja rapi jali karena saya sudah thu bakalan berurusan dengan petugas imigrasi yang katanya ribet. Jadi, saya tidak mau menambah masalah di penampilan. Mainstream saja lah.

Begitu mau melangkahkan kaki ke pintu kantor, saya dicegat oleh dua lelaki sekaligus. Hey! Saya memang menarik, tapi ngantri duonng! (halah!). Rupanya mereka calo yang mau menawarkan bantuan. Dengan sangat baiknya meraka langsung meraih dokumen-dokumen saya buat diperiksa. Eits…tampang kayak lo, nggak boleh nyentuh-nyentuh dokumen gue. Tapi tentu saja saya tidak ngomong seperti itu. Bisa digebukin nanti. Yang saya lakukan adalah tersenyum ganteng lima jari dan bilang;

“terima kasih bapak-bapak yang kumisnya menakutkan (oke tiga kata terakhir itu nggak masuk). Saya akan menguru sendiri”

Wajah manis bapak-bapak tadi berubah menjadi asem banget! Mereka ngedumel dalam bahasa Sumabwa yang lagi-lagi saya balas dengan senyuman. Tapi saya bertekad, itu adalah senyum terakhir yang saya berikan pada mereka. Tidak sudi aku!! Tapi rupanya dua bapak itu tidak rela, dia malah mengoper saya ke temannya yang menyerupai petugas (berseragam) di dalam kantor imigrasi. Akhirnya, karena bingung yang mana bagian informasi dan yang mana calo, saya minta bertemu dengan kepala bagian yang ngurus-ngurus passport (lupa namanya).

Ketika bertemu dengan bapak kepala bagian itu, saya menjadi tenang. Si bapak tersenyum ramah dan menanyakan keperluan saya. saya pun bercerita kemuadian bertanya calo-calo itu legal? Saya menyampaikan kalau saya tidak ingin ‘dibantu’ oleh mereka. Akhirnya si Bapak, memeriksa kelengkapan dokumen saya dan celaka!

Ternyata mereka mensyaratkan adanya surat pengantar dari orang tua, kampus atau kantor. Setelah berpikir sebentar, saya menyanggupi untuk melampirkan surat rekomendasi kantor. Saya segera menelfon sahabat saya Ridho yang masih ngantor dan juga Kak Dian. Saya minta tolong kedua-duanya untuk membuatkan surat rekomendasi dan mita dikirimkan melalui fax.

Nah, masalahnya sekarang mau cari tempat menerima fax di mana? Ah, tenang ada tukang ojek. Dengan bantuan tukang ojek, saya sampai di kantor Telkom yang mempunya layanan faximile. Dan tenang saja, tukang ojek dan umumnya penduduk kota Sumbawa itu ramah-ramah banget kok. Calonya aja yang asem.

Setelah kering menunggu di dengan pemandangan customer service bertampang nan jutek itu, akhirnya surat rekomendasi sampai di tangan. Segera meluncur kembali ke antor imigrasi. Saya melangkahkan kaki di bawah tatapan sinis calo-calo yang ‘bantuannya’ saya tolak.
Sebelumnya saya membaca alur pembuatan passport dan ketentuan-ketentuannya yang terpampang besar di tembok. Oh, jadi passport 48 halaman biayanya Cuma Rp. 255.000 dan passport dengan jummlah halaman di bawah itu lebih murah pula.
saya menuju ke loket penyedia formulir. Saya mengambil formulir dengan gaya bahwa formulir itu memang gratis. Tapi kemudian saya berdiri bimbang. Yang say abaca di internet, map berisi formulir itu gratis, tapi petugas biasanya minta uang administasi. Petugas di depan saya juga kelihatannya bimbang. Dengan bodohnya saya bertanya;
“gratis kan?
“bayar mas. 30 ribu!
Ya sutralah ya. Makan itu 35 ribu!
Setelah saya buka map, terpampanglah tulisan besar-besar; FORMULIR INI GRATIS, TIDAK DIKENAKAN BIAYA APA PUN!
Halah! Harusnya saya tidak boleh bimbang.
Setelah mengisi formulir saya menyerahkan ke loket dan bertanya berapa lama saya harus menunggu. Si petugas blang Cuma 1 jam.
Oke lah kalau begitu!
Satu jam menunggu, saya dipanggil untuk scan sidik jari dan wawancara plus membuat pas foto. Satu lagi yang eleset dari informasi yang saya dapat di internet. Ternyata fotonya nggak boleh bawa sendiri. Padahal saya sudah foto ganteng pake jas rapi kemarin.

Yang judulnya wawancara ternyata Cuma obrol-obrol singkat mau kemana dan untuk apa sambil menanda tangani passport. Dan informasi yang membuat saya shock adalah ketika petugasnya bilang; silahkan datang untuk mengambil passport anda 4 hari lagi.

Waduh, bisa berabe ini. Bagaimana mau kembali 4 hari lagi kalau saya harus kembali ke Malang dua hari lagi? Petugasnya bilang pengambilannya bisa diwakilkan. Tapi, saya merasa kepalang tanggung. Sudah repot biar repot sekalian. Kalau bisa selesaikan hari ini juga deh.

Setelah berbagai alasan cantik nan rasional, salah seorang petugas wanita dengan senyum manis bersedia mengusahakan passport saya jadi hari itu juga. Saya mgotot mau selesai hari tu juga karena saya melihat dengan mata kepala saya sendiri ada yang passportnya langsung jadi seketika. Dengan pelican sejumlah lembar rupiah tentunya.

Si Mbak baik hati itu dengan amat menyesal mengatakan tidak bisa membantu saya setelah bolak-balik ke berbagai ruangan mengusahakan passpot saya bisa diambil seketika. Saya hampir menyerah dan akan mewakilkan pengambilan passport kepada paman saya.

Tapi seberkas ide menyinari otak saya menjadi eureka! Saya menelfon abang saya dan minta untuk menelfon om saya yang pernah di Imigrasi propinsi dan sekarang ada di imigrasi Jakarta. Rupanya sang paman cepat tanggap dan merekomendasikan beberpa nama.

Dengan pede, saya minta bertemu dengan beberapa nama yang direkomendasikan om saya itu. Akan tetapi respon yang saya dapat adalah; mereka kebingungan karena nama itu tidak pernah ada dalam memori otak mereka.

Saya segera menanyakan kembali ke om saya. halah, rupanya beliau engira saya ada di kantor imigrasi propinsi. Nama-nama yang beliau sebutkan itu adalah mantan staffnya di imigrasi propinsi. Akhirnya keluarlah dua nama yang harus saya hubungi di kantor ini setelah paman saya terlebih dahulu menelfon mereka.

Si Bapak kepala bagian yang tadi tempat saya bertanya turun langsung mengurus passport saya agar bisa diambil saat itu juga. Dan taraaaa….! Passport hijau sudah di tangan saya dengan waktu pengurusan tidak lebih dari 3 jam!. Selain itu petugasnya sama sekali tidak ribet (karena saya punya koneksi om sayaJ).

Dengan hati riang saya, jalan-jalan dulu melakukan city tour sambil menunggu jadwal keberangkatan bus. Passport di tangan, saya merasa bebas. Tinggal koprol dan ngesot aja tuh ke Thailand. Tinggal lompat ke Swiss!



Murah



Saya sedang bosan sekali dengan koleksi bermuda saya yang kian hari kian bertambah. Sudah banyak, jarang terpakai pula. Bagaimana mau pakai bermuda,kalau pakai celana panjang saja masih dingin. Akhirnya bermuda-bermuda kebanyakan hanya menjadi penghias lemari dan jadi pakaian rumahan. Tadi pagi, terlintas ide untuk mix and match dengan menambahkan beberapa detail di bermuda terbaru saya. Bermuda baru ini potongannya bagus tapi detailnya kaku sekali,warnanya juga flat aja gitu.

Setelah menimbang dan menganalisis akhirnya saya memutuskan untuk menambahkan kancing-kancing. Menambah kancing merah dua buah di atas resleting sehingga kancing warna mocha itu diapit oleh dua kancing merah. Keren! Setelah itu kancing saku kiri kanan saya ganti juga dengan yang berwarna merah.

 Sebenarnya saya juga ingin logo brand di saku kiri dibordir merah. Akan tetapi dua tukang bordir yang saya datangi tidak sanggup mengerjakan permintaan saya. Ya, sudahlah. Yang penting sekarang bermuda saya tampil lebih ceria dengan detail kancing merah. Rencananya, kancing merah di kedua saku samping,mau saya padukan dengan kancing hijau dan kuning biar jadi merah,kuning, hijau. Akan tetapi toko dekat rumah tidak mempunyai persediaan warna itu.

Anyway, tulisan saya di paragraf sebelumnya itu hanya pembuka. Sepertinya terlalu panjang. Ya, maaf. Saya memang selalu bersemangat kalau berbicara tentang bermuda.

Sebenarnya saya mau menulis yang nyambung dengan judul yang saya tulis itu; murah!

Jadi, saya menunggu tukang jahit menyelesaikan kancing-kancing itu sambil mengetik tulisan ini di BB. Ketika kancing-kancing merah cantik sudah terpasang, saya mengeluarkan dompet untuk membayar.

"Berapa bu?
"Seribu mas (seribu rupiah maksudnya, bukan seribu dolar)"
"Hah? Beneran seribu bu?
"Iya mas, seribu saja"
"Dua ribu aja bu ya? Kata saya seraya menarik selembar dua ribuan di kantong terluar dompet saya.

Bayangkan, ibu itu menghargai keahliannya memperganteng bermuda saya dengan hanya 1,000 rupiah. Padahal apa yang bisa dilakukan dengan 1000 rupiah zaman sekarang?

Ketika kita menghargai diri kita murah,maka kita akan tercitra murah dan susah untuk menaikkan harga lagi. Ini berlaku dalam bisnis dan juga dalam kehidupan keseharian. Kita harus pede dengan produk maupun skill yang kita punyai. Banyak produk bagusyang dihargai murah dan sebaliknya produk yang kurang bagus tapi dihargai mahal. Contohnya bermuda yang saya pakai, produk ini tidak terlalu bagus menurut saya, tapi toh saya tetap membelinya karena saya sudah terlanjur terpikat dengan logo brand yang tersemat entah di mana. Akan tetapi mereka pede menjual mahal yang kalau ibu saya tahu, beliau bisa geleng-geleng kepala. Kalau kita menghargai diri kita tinggi, orang juga akan menghargai diri kita tinggi.

Pengalaman serupa juga saya alami ketika saya naik becak di Cirebon setelah turun dari bus dari Jakarta. Jarak yang saya tempuh cukup jauh. Tukang becaknya juga sudah renta. Ketika sampai di tempat tujuan saya sudah was-was saja karena uang di kantong saya pas-pasan sekali. Ketika saya bertanya harga dengan perasaan was-was tukang becak itu hanya menyebut angka 10 ribu rupiah. Saya terkejut. Karena merasa tidak pantas membayar segitu, saya membayarnya dua kali lipat. Tukang becak itu menerimanya dengan sangat sumringah sambil mendoakan saya. Saya yang murah air mata ini tentu saja mewek.

Teman-teman saya juga kaget ketika pertama kali datang ke Malang untuk menuntut ilmu. Mereka kaget dengan harga makanan yang murah. Kos-kosan yang murah dan nyaman. Jajanan yang juga murah. Kafe yang murah. Dan pengalaman saya tentang kaget murah ini semuanya terjadi di Jawa.

Efeknya, saya juga suka kagetan ketika membayar sesuatu entah itu makanan ataupun jasa di kota-kota di luar jawa. Mahal bo! Di Padang misalnya, kamar kos 120.000 di Malang dihargai sampai 500.000. Itu kamar kosong tanpa fasilitas apa-apa. Sedangkan di Malang, harga 120.000 sudah termasuk tempat tidur, lemari dan meja belajar.

Tentu saja semua harga tadi berlaku karena hukum supply and demand. Akan tetapi untuk kasus di Jawa sepertinya tidak sepenuhnya begitu. Barang murah karena karakter umum masyarakat yang bersahaja dan pemurah. Dan sebagai konsumen, tentu saja saya ingin harga yang murah dong. Jadi, ibu tukang jahit, mbok tukang pecel, tukang warung, mas manager cafe dan kakek tukang becak, jangan gara-gara tulisan ini kalian menaikkan harga ya. Stay bersahaja deh:)

Thursday, September 22, 2011

Yellow Booster

Al iman yazidu wa yanqus.Iman itu bisa bertambah dan berkurang alias fluktuatif. Itu kata ustadz saya ketika di SMA dulu yang masih saya ingat. Sama seperti iman, mood juga begitu. Hari ini senang banget besok bisa bete nggak ketulungan.

Dalam lingkungan kerja saya kami sering menggaung-gaungkan bahwa kami hanya punya dua mood yaitu good mood dan very good mood. Walaupun saya sudah memmerintahkan otak saya untuk tetap good mood sering juga mood saya terjun bebas ke bar paling rendah. Tapi untunglah saya punya banyak trik dan mood booster yang membuat mood saya melejit naik lagi.

Mood booster bagi saya bisa bermacam-macam. Ada yang berupa benda,aktifitas,ucapan maupun lagu atau gabungan keempatnya. Awalnya saya pikir hanya saya yangpunya mood booster seperti itu. Seorang kenalan trainer dan coach di sebuah institusi juga ternyata melakukan seperti yang saya lakukan untuk menjaga maupun menaikkan moodnya.

Berikut ini adalah benda-benda dan beberapa hal yang saya lakukan untuk menaikkan mood saya.

1. Showering
Mau kerja tapi mood sedang sedang buruk-buruknya. Mau jalan-jalan tapi harus kerja. Saya akan langsung ke kamar mandi dan berdiri di bawah shower memejamkan mata menikmati kesegaran air yang membasahi ubun-ubun dan mengalir ke seluruh tubuh saya. Setelah itu saya akan meraih lulur citra mangir dan minyak zaitun dari Citra (catet ya, Citra!). Menghirup aromanya yang meruap perlahan membuat jiwa raga fresh lagi. Kemudian prosesi mandi ganteng memanjakan diri ini dilanjutkan dengan menyabuni seluruh tubuh dengan sabun cair beraroma mangir dan zaitun dari Citra (lagi).

2. Grooming
Kelar mandi,sayang kalau prosesi 'menyayangi' diri tidak dilanjutkan. Berdiri di depan kaca dan pandangi kembaran di depan saya. Ambil shower gel dan mulai bercukur. Bulu-bulu di wajah saya sih tidak banyak. Tapi salah satu keuntungan menjadi lelaki adalah ritual mencukur rambut di wajah. Puncak kenikmatan bercukur ini adalah pada saat mengoleskan after shave balm di area bekas cukuran. Rasanya seperti apa? Rasakan sendiri deh.

Prosesi bercukur sudah kelar. Sekarang saatnya mengoleskan body lotion dengan aroma mangir dan zaitun dari Citra (again Citra). Sekarang tinggal memilih pakaian yang dikenakan.

Memakai pakaian yang tepat akan membuat mood bagus. Kadang-kadang saya akan riang dan tidak bisa menahan diri untuk melonjak-lonjak dan tersenyum riang kalau saya sedang suka dengan palaian saya. Mungkin seperti orang yang sedang jatuh cinta.

Prosesi berpakaian dimulai dengan memilih pakaian kesukaan. Dimulai dari yang paling dasar; Underwear!

3. Yellow Underwear
Jangan pernah menyepelekan underwear. Ini adalah fashion item temuan paling jenius dalam peradaban manusia. Bayangkan kalau underwear tidak pernah ditemukan! Underwear yang membuat saya tertawa riang dan merasa sexy adalah yellow brief from Bum Equipment. Dulu suka sama Pierre Cardin yang Geometric. Si, yellow underwear ini memang benar-benar shocking yellow. Kenapa harus yellow? Yellow menurut saya warna yang benar-benar ceria dan menyegarkan.

Untuk outfitnya tinggal menyesuaikan saja. Tapi dalam rangka memboosting semangat ini saya anti mengenakan seragam. What I mean with seragam is baju kantor yang bertuliskan slogan dan campuran dua layer warna dengan bahan kain drill. Oh no! Sekarang, saya siap beraktifitas. Tapi, oops saya lupa sentuhan yang paling penting! Fragrance!

4. Bvlgary Man
Saya pernah membaca bahwa Umar bin Khattab mengalokasikan 1/4 penghasilannya untuk membeli parfum. EDT Bvlgary Man adalah perfume yang paling saya suka dari semua koleksi parfum saya. Base notenya Musk. Begitu pertama kali mencium aromanya saya langsung suka. Perfume ini menggeser posisi Fahrenheitnya Dior yang dulu selalu membuat saya mabuk kepayang lemas-lemas. Wangi sudah, baju oke ayo...

6. Jalan-jalan!
Itu kalau saya tidak kerja. Saya akan menyandang kamera saya dan jalan-jalan sambil jepret ini jepret itu .

Wuihh...! Kelihatannya ruwet ya urusan mood ini. Sebenarnya tidak karena saya menikmatinya.

Selain urusan 'menyayangi' diri sendiri tadi ada banyak hal-hal kecil yang menaikkan mood saya:

1. Bunga Kamboja
Saya tidak tahu mengapa saya sangat menggandrungi bunga yang identik dengan kuburan ini. Bukan yang jenis adenium yang pohonnya pendek ituam saya suka yang pohonnya besar. Padahal dulu bunga ini hanya tempat melekat tanaman anggrek ibu saya. Ketika lebaran kemarin saya menanam dua jenis kamboja di rumah ibu saya; pink dan warna lembayung seperti semburat sunset. Jadi, sekarang di rumah ibu saya sudah ada tiga jenis
kamboja.

2. Membaca
I always get better after reading. Membaca apa saja. Tapi belakangan ini saya suka mengulang-ulang membaca keras pidato Steve Jobs di Stanford University yang berjudul 'You've Got to Find What You Love'. Saya menyimpannya di BB biar mudah dibaca di mana saja.

3. Cincin
Saya punya cincin perak sederhana pemberian abang Swiss saya ketika berlibur di Bali awal tahun lalu. Saking sederhananya seorang Jewelery Maker di kota tua 'Koto Gadang' di Bukittinggi heran mengapa saya memakai cincin sederhana itu sedangkan di Koto Gadang terkenal dengan perhiasan perak dengan mutu terbaik karena karatnya yang tinggi. Begitu juga designnya.

4. Kunci
Kunci? Iya dua buah kunci antik berwarna kuning terbuat dari kuningan pemberian abang saya yang baru saja mengakhiri masa lajangnya. Satu dengan pangkal berbentuk waru dan satunya lagi elips. Saya selalu menggantungkannya di leher saya. Gara-gara hal tersebut banyak teman saya mengira saya beralih profesi menjadi tukang kunci. Iya, saya tukang kunci pembuka kunci any good possibilities!

Itu beberapa mood booster saya. Sebenarnya kan mood itu dikendalikan oleh otak. It's a mind game. Tapi kadang otak kalah sehingga hal-hal tadi bias dijadikan pemicu buat otak untuk tetap memerintahkan rasa untuk good mood.

Monday, September 5, 2011

Melepasmu Pergi

Suasana perpisahan tengah mewarnai. Seandainya ia mempunyai bau,pasti aromanya semerbak bersama hembusan angin sore ini. Aku tidak perlu berusaha keras menginderainya. Ia telah menyapa semua inderaku,bahkan ia telah menghujam ke dalam dada. Mencipta getarigetar pilu. Ia menstimulasi kelenjar air mata sehingga air bening itu perlahan-lahan menganak sungai di pipiku.

Perpisahan selalu menyisakan kesedihan bagiku. Apalagi bepisah dengan kamu. Kamu yang begitu istimewa. Kamu yang begitu luar biasa. Kepergianmu menyisakan sesak di dadaku. Sesak karena aku begitu menyesal. Menyesal karena aku merasa belum maksimal bermesraan denganmu. Menyesal karena terkadang aku mengabaikannmu dan mementingkan yang lain. Aku ingin memelukmu erat dan tak membiarkanmu pergi. Aku ingin mencumbumu lebih mesra. Aku ingin berbaring lebih lama dalam pelukanmu. Aku ingin menghabiskan malam yang lebih panjang bersamamu. Lebih panjang dan lebih mesra.

Tercenung aku memandangi lembayung sore ini. Jingga yang biasanya mempesona sekarang terasa sendu. Sebentar lagi aku harus melepasmu bersama senjakala. Aku tidak bisa berjanji untuk tidak menangisimu.

Kamu bilang kamu akan kembali menemuiku. Tapi tetap saja aku bersedih. Masalahnya aku tidak yakin akan bertemu denganmu lagi. Aku hidup atas kuasa yang mengendalikanku. Aku tidak memegang kendali atas diriku. Ada yang lebih kuat di atas sana.

Sebelum kau benar-benar pergi. Bergegas aku meninggalkan jendela yang memantulkan cahaya jingga. Kubasuh muka, tangan dan kakiku. Merasakan kesegaran air yang mengaliri anggota tubuhku, sebersit harap menguat di dadaku. Aku harus melepasmu dengan cara terbaik kekasihku.

Perlahan aku bersimpuh merendahkan diri dengan ketulusan yang luruh bersama air mata. Aku luruh dalam untaian-untaian indah surat cinta-Nya. Tersendat di waqaf-waqaf pemberhentian. Dari satu waqaf ke waqaf lain aku terus melaju. Inilah cara terbaik yang kupikir untuk melepasmu.

Aku memohon kepada-Nya untuk dipertemukan lagi denganmu. Aku memohon kesempatan untuk bisa bermesraan lagi denganmu. Dalam tangis kutumpahkan segala sesal. Dalam tangis aku memohon dengan sangat. Dalam kelemahan diri aku bersimpuh dan melepaskanmu pergi bersama pendar cahaya jingga sore ini. Segenggam asa di dadaku untuk pertemuan yang lebih baik lagi kekasihku.

Temui aku tahun depan Ramadhanku.
Happy Ied everybody.

Sambori, 29 Agustus 2011