Stunning
Like their arranged position
Helping friends
"Jangan tunggu aku bilang cinta" katamu.
"Aku susah mengatakan perasaan yang satu itu"
"tapi aku ingin aku yakin" kataku
"apa selama ini belum cukup? Apa caraku belum cukup meyakinkanmu?
"aku hanya ingin meyakinkan diriku"
"oke, aku belum pernah bilang kata-kata ini pada siapapun. Aku seperti ayahku dalam hal ini. Turunan. Tapi mungkin aku salah. Aku harus mengatakannya. A k u C i n t a k a mu, Mon Amant"
"Love you too, my sunshine. I'm deeply in love with you"
"Nah, sekarang kamu harus tidur. Janji ya, sekarang nggak boleh sedih lagi"
"I'm going to. I will not my sunshine, I'll definitely enjoy my life. I'll make it happy.
"Good. Because if you are not happy with your life, how can I? I'll cry if you are sad.
"Don't worry. Good night my sunshineJ
"Good Night Mon Amant"
Tiba-tiba hatiku merasa lapang sekali.
Pekerjaan banyak menumpuk bikin pusing. Tapi ketika dilihat hasilnya kok tidak ada ya? Padahal ketika dilist,harus menyelesaikan 10 pekerjaan sehari. Ketika masuk hari deadline, yang terlihat malah pekerjaan-pekerjaan ada yang nyangkut tidak terselesaikan. Saya pernah mengalami hal seperti ini.
Barang-barang menumpuk sampai nggak ada tempat. Buku-buku zaman kuliah, buku-buku yang belum sempat dibaca, atau tidak menarik lagi untuk dibaca memenuhi rak sampai bertumpuk-tumpuk dalam kardus bercampur dengan hand out seminar ini dan seminar itu. Mau dibuang takutnya masih butuh suatu saat nanti. Masih pengen baca lagi novel yang ini dan yang itu. Itu saya sekalee.
Baju-baju lama memenuhi lemari. Mau dipakai, sudah bosan. Yang lain lagi sudah out dated banget. Mau dibuang, sayang. Dikasikan ke orang, siapa yan g mau ya? Saya pernah seperti ini.
File-file di hardisk beribu-ribu folder. Satu folder memuat puluhan sub folder. Sub folder memuat belasan sub folder yang lain. Begitu seterusnya. Kadang-kadang waktu saya tebuang banyak untuk menyusun kembali file-file itu. Menghapus, menimbang-nimbang dan merestore lagi. Kalau sudah ada notifikasi overcapacity, buka lagi file-file mp3, clips, foto dan film. Sortir satu-satu. Mana yang harus mengalah untuk didelete dan mana yang sayang untuk dibuang. Akibatnya, napas si hardisk nggak pernah benar-benar lega. Yang ini, saya banget.
Pertanyaannya adalah, apakah kita benar-benar memerlukan barang-barang dan hal-hal yang kita jaga itu. Dan apakah pekerjaan yang kelihatannya menumpuk tadi itu benar-benar pekerjaan ataukah beban semu yang 'menyerupai' pekerjaan? Jangan-jangan ketika kita abaikan saja tidak akan berefek apa-apa. Daripada membebani mengapa tidak diabaikan saja? Atau kalau tidak benar-benar mendesak, mengapa tidak didelay saja dan diganti dengan pekerjaan yang benar-benar mendesak untuk diselesaikan? Mengapa buku-buku dan barang-barang itu tidak kita singkirkan saja daripada menjadi beban yang menggelayuti kita kemana-mana?
Dalam pekerjaan, ada istilah FIFO. First in First Out. Ibaratkan pekerjaan itu seperti berlembar-lembar kartu. Susunlah kartu itu dengan urutan prioritas pekerjaan dan berikan alokasi waktu untuk masing-masing 'kartu'. Taruhlah 'kartu' yang paling prioritas di atas. Ukuran prioritasnya tentu saja bebeda-beda untuk setiap orang. Bisa karena deadline, urgensi maupun tingkat kesulitan. Konsep FIVO ini saya ingat terus karena itu adalah 'resep' yang dibagi oleh teman saya ketika kami menunggu sunset di Seminyak Bali. Dan teman saya ini adalah lulusan terbaik sebuah training management bergengsi untuk eksekutif di Swiss sana.
Untuk barang-barang dan file-file di computer, rasa 'sayang' itu sebenarnya bukan karena butuh. Ia muncul karena kita terpaku pada kenangan yang melekat pada barang tersebut atau usaha kita yang luar basa untuk mendapatkan barang tersebut. Yakinlah, kalau kenangan itu memang indah, ia akan melekat di memori otak kita kok. Kecuali kalau anda tiba-tiba mengidap Alzheimer. Dn percayalah, baju-baju itu walaupun bermerek dan mahal harganya, mereka sudah tidak anda perlukan lagi.
Salah satu cara untuk memebbaskan unit perhatian adalah membebaskan lingkungan hidup serta kerja anda dari beban mental kekacauan itu. Ketika membuang yang lama, anda juga member tempat untuk hal yang baru. Sama seperti bersedekah, ketika menginfakkan harta anda, anda sedang memberi ruang kepada harta yang lain untuk masuk. Semakin besar ruang yang anda sediakan, semakin besar pula kemungkinan hal yang datang.
Kira-kira, artinya bisa begini juga nggak ya? Ketika anda mlepskan pasangan lama anda, anda sedang menyediakan tempat untuk pasangan baru *oke, yang ini error. Ada setan yang membisiki tadi. Hihi…*
Aduh analoginya simpang siur gitu. Maklumlah saya sedang agak mumet.
Saya sekarang sedang mau (baru mauJ) giat-giat belajar financial planning di samping tetap focus belajar marketing dan manajemen. Saya ingin punya asuransi kesehatan, saya sudah mulai mengalokasikan dana pendidikan, saya juga mulai memikirkan dana buat mudik lebaran. Saya juga berkomitmen untuk tidak mengutak-atik salah satu account Bank saya karena mau saya jadikan tabungan plus dana buat jaga-jaga. Katanya, kita harus punya dana cadangan minimal sebesar biaya hidup kita sebulan. You don't know what will happen.
Itu artinya saya harus menutup mata begitu melihat ada jeans keren. Saya juga harus membuang dulu list lensa thamron buat kamera saya dari list. Berhubung saya lagi di Batam yang kata orang syurganya belanja gadget murah, saya juga harus menahan diri untuk tidak tergoda. Yang paling berat adalah kalau saya lagi jalan di Nagoya Hill. Parfum-parfum incaran saya bertebaran di mana-mana. Dan godaan itu sangat berat karena tiap hari saya pasti nongkrong di coffee shop dari mal ke mal. Dan frekuensi nongkrong saya ngalah-ngalahin anak-anak alay yang biasanya heboh banget bergerombol di mal. Bisa pindah dua kali tempat nongkrong seharian.
Hal yang paling parah dalam spending saya adalah, saya mudah sekali membeli barang-barang yang idak saya rencanakan tapi masuk dalam list yang saya sukai. Kebalikannya, saya malah bisa menangguhkan lama-lama untuk membeli barang-barang yang harus saya punyai. Dan ketika saya tidak bisa menghindari barang yang harus saya punya itu, jadilah saya harus mengeluarkan uang banyak karena barang-barang keperluan itu menumpuk harus dibeli sekaligus. Makanya, sekarang saya sedikit-sedikit mencicil hadiah-hadiah yang ingin saya berikan kepada orang walaupun waktu untuk memberikan hadiah itu masih sangat lama. Permasalahannya adalah, saya harus membawa barang-barang hadiah itu kemana-mana karena hidup saya yang 'nomaden'.
Kembali ke financial planning. Saya akan 'menyehatkan' dulu pundi-pundi saya beberapa bulan ini. Saya mau semua pos pengeluaran saya masuk dalam taraf sehat dulu. Untuk itu, saya akan mengetatkan pengeluaran pada pos yang important but not urgent. Tapi kemarin, saya tiak bisa mengindari untuk membeli dompet dan ikat pinggang di Nagoya Hill. Dompet itu menggantikan dompet eiger saya yang sering mendapat 'teguran' dari orang karena setengah badan dompet itu menyembul keluar dari kantong belakang jeans saya kalau saya lagi memakai standard jeans. Saya juga sudah nggak tahan memadukan kat pinggang pink yang pernah menjadi kebanggaan saya dan selalu menjadi perhatian sehingga sering dikomentari oleh peserta training. It's no longer fun now. So, I think I deserve to have that stuff. Jadi, nggak melanggar prisnsip 'pengetatan' saya lah ya.
Tapi masalahnya sekarang, saya sepertinya harus segera mengganti handphone saya karena ke 'erroran'nya sudah sampai tahap yang tidak bisa ditolerir lagi. Kalau kemarin-kemarin hanya bermasalah di kejernihan suara yang masih bisa diakali dengan headset, sekarang malah nggak bisa dipakai menelepon sekaligus juga tidak bisa menerima telepon. Kayaknya ini gara-gara jatuh karena dilempar sama Rihdo pake buku tadi malam ketika kita lagi dinner meeting. See, nggak ada kerjaan banget kan si Ridho ini pakai melempar-lempar hape saya. lo kate main bowling! Tanggung jawab lo Ridho!
Minggu ini sepertinya minggu yang banyak ditunggu-tunggu orang. Ada weekend yang digandeng dengan cuti bersama. Tentu buat para PNS ini sangat menyenangkan sekali. Tapi bagi saya sih biasa saja karena pada saat orang lain kerja saya libur tapi konsekuensinya juga, saya harus siap kerja keras pada saat PNS libur. Being a bussinessman, you have to be ready to work anytimeJ
Pagi-pagi saya sudah jalan kaki keluar kompleks tempat saya tinggal buat nyegat busway. Saya akan mengunjungi tempat sahabat saya, Ridho, sekaligus mengambil kemeja saya yang kemarin dikecilkan ke penjahit sekaligus mau potong rambut juga. Saya harus berjalan cukup jauh untuk sampai di halte busway karena angkutan umum tidak lewat di jalan depan kompleks walaupun itu jalan besar. Inilah salah satu kelemahan kota Batam, transportasi umumnyanya susah.
Halte di depan Politeknik Batam sepi pagi ini. Maklum hari minggu. Hanya saya sendiri yang nagkring menunggu busway lewat. Jalanan pun lengang. Menyenangkan sekali. Beberapa pesepeda merayakan kelengangan ini dengan bersepeda santai sepanjang jalan. Arrggg….pengen punya sepeda.
Saya tenggelam dalam bacaan saya sampai busway datang dan hap, saya melompat naik. Lagi-lagi sepi. Hanya ada saya dan satu orang penumpang lain. Perjalanan yang akan saya tempuh cukup jauh. Saya kembali menekuri buku saya. Kesempatan seperti ini adalah kesempatan yang paling saya sukai. Membaca dalam perjalanan. Mau di pesawat ataupun di angkot, sama-sama nikmatnya. Makanya, jarang saya mengeluh karena perjalanan yang jauh selama saya masih punya persediaan bacaan.
Hari ini saya tidak ingin bersentuhan dengan laptop dan file-file pekerjaan. Mau menikmati punggung yang bebas tanpa backpack yang berisi laptop, buku-buku dan file-file pekerjaan yang berat. Saya hanya menyandang tas kamera saya. Saya dan Ridho akan melakukan perjalanan dengan sepeda motor melintasi jembatan Barelang menikmati keindahan pulau-pulau yang berserakan di perairan Batam. Sesuai dengan namanya, jembatan ini menghubungkan pulau Batam, Pulau Rempang dan Pulau Galang.
Sepanjang jalan yang membelah bukit-bukit kecil itu, saya berusaha menikmati pemandangan di kiri kanan jalan. Saya sangat suka melihat lembah yang penuh hamparan hutan bakau yang menghijau. Hamparan itu sangat luas.
Berdiri di atas jembatan pertama yang menghubungkan pulau Batam dengan Pulau Rempang, saya memandang lepas ke kanan dan mendapati hamparan pulau-pulau kecil yang berserakan. Air laut berwarna biru jernih yang kelihatnannya tenang seolah mengundang saya untuk segera menanggalkan pakaian dan melompat. Tapi sayangnya saya tidak membawa pakaian renang. Lagipula, saya tidak melihat satu orang pun yang berenang. Ighhh….ada buaya kali ya?
Memasuki Pulau Rempang, di ujung Pulau, masih terdapat beberapa bangunan pemerintahan. Akan tetapi ketika perjalanan sampai ke tengah, pulau ini didominasi oleh bukit-bukit dengan pepohonan yang lumayan masih hijau dan lembah-lembah kecil berawa dengan hutan bakau yang rapat. Jalanan yang lagi-lagi membelah bukit naik turun ini, beraspal mulus. Jadi, kalau ingin menantang adrenalin untuk 'seolah-olah' merasa seperti Valentino Rossi, di sinilah tempatnya.
Sementara itu, ketika memasuki Pulau Galang, mata saya disughi pemandangan yang berbeda. Di kiri-kanan jalan terhampar lahan pertanian yang diselang-selingi dengan bukit berhutan. Lahan pertanian berisi jagung, ubi, tanaman sayuran dan buah ini terhampar berkelompok-kelompok kecil sesui dengan ketersediaan air.
Pulau Galang sempat menjadi kamp pengungsian korban perang Vietnam yang berlayar dengan kapal kayu melintasi lau China Selatan untuk penghidupan yang lebih baik. Kamp itu sekarang masih terawatt baik lengkap dengan kantor UHNCR yang menangani pengungsi itu sampai tahun 1996. Pada tahun 1996 pula UHNCR memutuskan untuk menutup kamp pengungsian ini dan mengembalikan para penghuni kamp terakhir kembali ke Vietnam. Banyak tahaan yang bunuh diri karen atakut dikembalikan ke Vietnam tanah air yang telah menciptakan trauma untuk hidup mereka.
Sayangnya, perjalanan saya siang itu tidak mencapai kamp pengungsian manusia perahu dari Vietnam itu karena hujan lebat yang menghalangi.
Di balik gaung Batam sebagai kota Industri dan wisata belanja, sebenarnya ia menyimpan potensi wisata laut yang menjanjikan. Serakan pulau-pulau kecil itu berpotensi menjadi tempat leisure yang tenang dengan akses yang cukup dekat ke Pulau Batam sebagai pusat Keramaian. Sayangnya, potensi itu belum tergarap. Padahal turis asing terutama dari Negara tetangga, Malaysia dan Singapura berdatangan mengunjungi Batam setiap harinya. Mereka datang karena daya tarik wisata belanja yang ditawarkan kota Batam dengan fasilitas pusat perbelanjaan yang berserak di mana-mana. Alangkah menguntungkannya kalau wisata belanja itu dipadukan dengan wisata alam laut Batam yang mempesona. Digarap seperti Pulau Lagoi yang dekat pulau bintan itu misalnya.
Sudah lima hari ini asya berada di Batam. Di 'kota pulau' industry ini saya diutus oleh kantor saya untuk membuka cabang baru institusi kami. Saya terbang dari Padang karena baru menyelesaikan pekerjaan di sana juga. Ternyata terbang dari Padang ke Batam itu dekat sekalee saudara. Saya sampai kecewa karena terpaksa menutup bacaan saya yang belum kelar. Nampaknya bule di samping saya itu pun kecewa karena cuma nonton filmnya sepotong kecil saja.
Sudah lima hari tapi baru nulis? Biasanya begitu sampai di suatu tempat baru langsung menulis. Hehe…saya kesulitan menulis karena soul saya belum sepenuhnya menyatu dengan atmosphere kota ini. Maklum, kemarin-kemarin saya kembali dilanda badai jiwa (again). Tapi sekarang badai itu telah menjelma menjadi riak-riak ombak kecil yang memungkinkan saya untuk menikmati setiap detail seperti biasanya .
Saya tidak melakukan riset sebelum berangkat ke kota ini karena saya ingin merasakan surpsise. Lagipula saya percaya penuh kepada sahabat saya, Ridho yang sudah terlebih dahulu berada di sini. Tapi sebelum saya ke kota ini, ada satu hal yang saya lakukan. Menghafal kembali lagu 'Batam dalam Kenangan' dari SP. Itu lagu favorit saya dan Ridho ketika kulih dulu. Dulu kami sering menyanyikan dengan suara kami yang keren-keren itu pagi-pagi di rumah kontrakan kami. Biasanya kalau satu orangsudah nyanyi, yang lain pada ngikut dan akan berlanjut ke lagu-lagu lainnya sampai pake side A side B segala *oke, ini lebay*
Akhirnya kejadian juga saya menyanyikan lagu itu persis di daerah Nagoya.
Dipagi itu Nagoya berseri
Di muka kuning kudapatkan rumah suci
Disana kulabuhkan sejenak dipesanggrahan hati
Sambil menganyam gaun rindu sanubari
Menguak takbir kebesaran Illahi
Teman saya yang menyetir sampai geleng-geleng kepala 'menikmati' suara merdu saya dan Ridho. Satu minggu ini lagu itu masuk dalam playlist favorit saya. Lagu ini keren banget loh. Apalagi kalau anda orang Batam, wajib masuk dalam favorit playlist deh.
Banyak hal menakjubkan yang saya dapat dari Batam. Saya bertemu dengan orang yang sedari dulu cuma berhubungan dengan lewat orang lain untuk masalah pekerjaan. Saya juga tidak tahu nama orang tersebut. Eh, ketika sampai di Batam, orang inilah yang menjadi partner kerja saya. Seorang perempuan luar biasa. What a small world, eh?
Selain itu, saya juga bertemu dengan orang satu tanah kelahiran dengan saya, Bima yang juga kenal dan dekat dengan partner kerja saya tadi. Tidak berhenti di situ, saya juga akan bertemu dengan partner kerja, teman satu aktifitas di kampus dulu yang ternyata juga tanpa berada di kota ini mengikuti suaminya yang bekerja di sini. Hmmm….besok-besok ada kejutan apa lagi ya?
Karena baru mulai bisa menyatukan jiwa saya dengan atmosphere kota ini, saya belum bisa menulis banyak. Yang pasti, fisik kota ini adalah bangunan-bangunan menjulang dan mal-mal megah di mana-mana. Ruko-ruko juga menjadi bangunan yg mendominasi. Kalau sama mal sih, sya sangat familiar karena tempat pertama yang saya kunjungi beberapa jam setelah landing adalah Nagoya Hill Mall, saya menghabiskan malam ngobrol dengan Ridho di Coffee Town. Ruang Kerja, ruang tamu dan sekaligus ruang tengah kami di sini. Mau apa pun nama mallnya, Coffee
Town tetap menjadi tujuan kami. Coffee Shop ini ada di hampir semua mall seantero Batam.
Sudut Coffee Town, Ruang kerja, ruang tamu dan ruang tengah baru saya
Oke, mulai sekarang saya akan menulis sedikit-sedikit tenatng batam. Kalau saya malas menulis pun, saya akan memposting gambar-gambar tangkapan saya untuk bercerita.
Eh, dari tadi kan saya menulisnya specific product placement gitu ya. Coffee Town Bakal ngasih saya diskon nggak ya kalau saya bawa tulisan ini?