Hujan deras megguyur sepanjang perjalananku sore siang itu. Bus AC Malang-Surabaya yang aku tumpangi sore itu cukup nyaman. Kenyamanan itu membawaku dalam diam yang rasanya sangat nikmat. Setelah berbasa-basi dengan Om-Om yang duduk di sebelahku aku langsung mengeluarkan The Jakarta Post weekender edisi Desember yang kubawa di back pack laptopku. Di luar kebiasaanku, aku tidak membuka percakapan dengan penumpang disampingku. Sepertinya dia pun tidak berniat untuk bercakap-cakap. Dia larut dengan Koran yang dibelinya di penjaja Koran tadi. Kuedarkan pandangan ke penjuru bus. Semuanya tampak terdiam. Rupanya hujan memang dihadirkan untuk member kesempatan merenung. Paling tidak, bisa bermain-main dengan pikiran dan memperhatikan sekeliling.
Aku selalu menikmati perjalanan. I do love travelling, trip or whatever you named it. Oleh karena itu untuk jarak seperti ini, aku lebih suka naik bus daripada memacu si Karismaku yang tidak berkarisma lagi itu. Begitu banyak yang bias kita nikmati sepanjang perjalanan. Menikmati suasana senyap yang syahdu, tetes-tetes hujan yang menutupi kaca mobil. Persawahan yang menghijau sepanjang perjalanan rasanya cukup untuk melepas kepenatan dari rutinitas dalam kota yang itu-itu saja. Sering aku tersenyum sendiri ketika mendengar celotehan anak kecil yang biasanya sepanjang jalan suka bertanya ini itu kepada ibu atau ayahnya. Mendengarkan mereka bernyanyi dengan suara cadel tidak bisa dibandingkan dengan Il divo. Kegembiraan yang polos.
Sore itu yang duduk di kursi di belakangku adalah seorang ibu dengan anak perempuan kecil 4 tahunan. Setelah hamper separuh pejalanan dia bertanya bermacam-macam hal kepada ibunya yang menjawab semuanya dengan sabar, dia mulai bernyanyi. Mula-mula yang dinyanyikannya adalah sepotong syair dari group band Hello, "Ular berbisa". Lucu sekali, dengan lidahnya yang cadel lirik yang ada ular berbisannya diulang-ulang sampe aku yang mendengarnya hfal sendiri. Hmm…apa yang dipikirkannya ya? Pasti dalam otaknya, lagu itu sedang bercerita tentang ular berbisa seperti yang dilihatnya di kebun binatang. Kemudian ku dengar dia bertanya lagi kepada ibunya.
"Ma, Mama bisa nggak nyanyi kayak adek tadi?"
"nyanyi yang mana Dek"?
"itu loh Ma, ulal belbisa"
"nggak bisa dek"
"wah, mama. Adek aja yang udah kecil bisa. Mama kalu udah kecil kayak adek bisa ya?"
Aku tersenyum semakin lebar mendengarnya. Kemudian dia mulai bernyanyi lagi. Lagunya "Balonku Lima" dan "Pelangi" tapi liriknya kadang ngawur kemana-mana. Kemudian sebentar-sebentar dia berteriak dengan riang agak dinyanyikan
"sudah sampai, sudah sampai…!
Mendengar nyanyiannya aku tersadar untuk berkemas. Sudah hampir sampai Bungurasih rupanya. Hmm…jadi teringat masa kecil.
Begitu bus berhenti dan penumpang tergesa dalam hujan berpencar sesuai dengan tujuannya masing-masing, aku melangkah tergesa menuju ke Bus DAMRI yang bertuliskan "airport bus" yang terparkir tak jauh dari tempat kedatabgan bus antar kota. Rupanya sengaja dibua tempatnya berdekatan supaya penumpang yang ingin ke air port bisa langsung naik ke bus milik BUMN itu begitu turun dari bus yang membawa mereka dari kotanya masing-masing.
Sepuluh menit kemudian, bus bergerak ke luar terminal menembus jalan kota yang digenangi air hujan. Kali ini nggak ada anak kecil yang memberikan hiburan Cuma-Cuma dengan suara cadelnya. Aku memandang ke luar jendela menembus rintik hujan yang jatuh seperti tombak kecil-kecil yang menerpa bumi. Surabaya semakin hijau sekarang. Pemandangan suasana kota di saat hujan sangat indah. Suasananya syahdu dan tenang sekali.
Ketika memasuki kawasan bandara yang sebenarnya terletak di wilayah kabupaten Sidoarjo itu, Handphoneku bergetar. Telepon dari bibi Nur. Dia sudah landing katanya. Aku bilang 10 menit lagi aku sampai Bandara. Kulirik jam di handphone. Hari sudah gelap walaupun baru pukul 04.15. Beberapa hari ini memang hujan terus mengguyuur sepanjang hari sehingga hari lebih cepat gelap dari biasanya.
Begitu sampai di Domestik Arrival, aku bergegas turun dan langsung menuju pintu keluar penumpang. Kemudian ku sms Bibi Nur menanyakan posisinya. Dia masih mengecek bagasi rupanya. Tak lama kemudian aku melihat sosok my lovely aunty bergegas sambil celingak-celinguk mencari penjemputnya. Aku sengaja berjalan sejajar di sampingnya sambil memangil-mangil sambil tetap memandang lurus ke depan. Hehe…dia belum sadar rupanya. Sampai ku panggil agak keras sambil semakin mepet sejajar denganya. Dia kaget dan setengah berteriak memanggil namaku. Aku tertawa sambil mencium tangannya. Rupanya dia pangling karena rambutku sudah kucukur botak.
Karena si Bibi katanya lapar sekali, aku langsung mengajaknya ke restoran di depan tempat check in. Hujan-hujan begini, paling nikmat makan soto. Akhirnya, semangkuk soto dan semangkuk sop buntut terhidang di meja. Sotonya sih biasa-biasa saja, lebih enak soto langgananku dekat kampus malah. Tapi sop buntutnya yummy banget. Perut kenyang kita ngobrol-ngobrol. Telfon sana-telfon sini.
Beranjak ke kursi di ruang tunggu, obrolan dilanjutkan lagi sambil menikmati camilan dan minuman. Hmm…brownies yang didapat setelah sebel banget pas memesannya ternyata yummy banget. Tapi aku tetap kesal, kalau mengingat pembicaran di elfon ketika memesanya tadi pagi.
Airport adalah salah satu tempat fafvoritku. Apalagi kalau crowded. Senang rasanya berada di tengah orang-orang yang rata-rata well dressed dengan aura-aura bersemangat. Senang memperhatikan orang-orang yang lalu lalang sambil sekali-sekali mengomentari tingkah atau pakaiannya. Berada di airport menambah stok semangatku. Jadi bersemangat untuk cepat-cepat menyelesaikan skripsi biar bisa berpergian dengan bebas seperti mereka. Spirit makin membuncah untuk bekerja lebih baik dan menabung lebih banyak untuk bisa bepergian ke tempat-tempat yang aku suka. Jadi semakin terpacu untuk belajar lebih rajin biar dapat scholarship untuk terbang ke luar negeri, mean aku bisa lebih sering berada di airport-airport bagus. Senang rasanya berjalan lurus segaris di tengah orang-orang yang lalu lalang. Kapan lagi merasakan model feeling dengan penonton orang segini banyak. Kepala tegak dengan senyum tipis terpasang, rasanya berjalan di atas catwalk raksasa. Atau langkah-langkah panjang dengan cool mode. Berasa sedang show koleksi musim dinginnya Dolce&Gabbana.
Hmm…you have to try it.
Si bibi terlalu takut ketinggalan pesawat sehingga di buru-buru check in begitu jam sudah menunjukkan pukul 17.30. Padahal pesawatnya take off
jam 7 nanti. Aduh, please deh, hari gini. Pasti juga diumumkan kan kalau sudah harus siap-siap. Kalu belum muncul juga, pasti namanya bakal di pangigil kan. Terdengar seantero airport lagi. Hitung-hitung promosi nama. Siapa tahu ada laki-laki yang mendengar nama yang mengalun indah itu, kemudian buru-buru dating mengejar dan say I love you. Would you marry me? Secara masih jobmblo (say thanks aunty, I promote you)
Igh…emang pake susuk apa itu nama. Tapi who knows?
Kembali aku masuk ke Airport bus yang akan membawaku kembali ke Bungurasih. Sebenanya masih pengen main dulu di Surabaya. Tapi malam ini aku harus Liqo and I don't wanna miss it. I have to accomplish my spirit, meeting my lovely Mr and my Brothers too. Kukeluarkan mushafku dan menekuri baris-demi baris dalam kesyahduan airport bus. Hujan masih mengguyur di luar sana.