Saturday, November 17, 2012

Sore di Prambanan



Saya Telah banyak berubah banyak terkait dengan Jalan-Jalan. Dulu saya lebih memilih Jalan sendiri ketimbang beramai-ramai dengan kelompok. Akan tetapi, Sekarang saya nyaman bepergian dengan teman-teman, bermai-ramai walaupun kebanyakan masih sering jalan sendiri. Setahun yang lalu, saya terpukau di depan Prambanan pada suatu sore yang begerimis. Saya masih ingat waktu itu, betapa hati saya berinai dengan desiran perih yang bercampur aduk dengan kekaguman dan juga senang berada di depan salah satu mahakarya masa Lampau. Kamu menguatkan saya dari sudut benua lain untuk menikmati setiap sudut Jogjakarta karena kamu tahu saya dalam posisi membenci kota ini waktu itu. Kebencian dengan alasan hanya kamu Dan saya yang tahu.



Hari ini, saya kembali berada di depan Prambanan dengan suasana hati yang jauh berbeda. Hati saya meloncat-loncat seperti menari mengikuti irama music Broadway. Saya tidak sendiri. Saya menikmati suasana prambanandengan dua orang teman yang entah dari mana munculnya, tiba-tiba satu Minggu ini saya menikmati bersama dengan mereka. Terutama dia. Dia yang membuat saya drg-degan ketika menelepon setiap paf. Kedengarannya seperti remaja yang sedang jatuh cinta. Saya tidak berani mengatakan saya jatuh cinta. Saya hanya senang ketika dia ada di sekitar saya. Senang ketika mendengar suara dia menelepon. Senang mengobrol tentang apa saja.

Di sinilah saya sore ini, sama sepertisuatu sore tahun lalu. Bedanya, kali ini saya berjalan menelusuri setapak kompleks candi Prambanan dengan hati yang melompat-lompat riang. Saya tidak ingin berpikir kemana ini akan membawa saya nantinya. Saya hanya sedang senang dan menikmati Euforia perasaan saya. sama seperti saya menikmati bergulingan di rerumputan di halaman candi sewu. Sama seperti saya menikmati desiran hati saya setiap kita saling bertatap mata.

Di lorong-lorong candi, hati saya berdesir, melompat-lompat, bernyanyi. Teruslah bernyanyi, biarkan Ia berdesir senang, nikmati deg-degan itu, nikmati suasana Jogjakarta, nikmati masa mudamu.






Hati saya tambah berdesir ketika kita duduk di Balkon bertiga menikmati pelangi di Kaki merapi. 

Tuesday, October 30, 2012

Hujan, Rindu, dan Kamu


Sudah beberapa hari ini Jogja terus diguyur hujan. Tidak lama, paling hanya menyela 1 jam diantara semua hari panas yang menyengat. Saya sangat menyukai hujan, saya menikmati rasa syahdu yang tercipta kala hujan turun. Saya menikmati bau tanah basah ketika musim hujan. Saya menikmati memandangi tombak-tombak hujan yang menerpa jendela kaca di perpustakaan, di sini, di kampus biru.

Ketika hujan turun, saya suka mendadak melankolis. Sekarang hati Saya sedang rindu. Rindu banyak hal yang pernah mampir dalam kehidupan saya. Saya rindu berlarian di pantai bersama kamu, saya rindu duduk diam di Balkon sambil menatap tombak-tombak hujan sambil menghirup wangi lamat-lamat bunga kamboja kuning. Sayasuka menikmati wajah kamu yang suka sebal kalau hujan turun. Saya suka meledek bibir kamu yang tiba-tiba melengkung ke bawah, sebal karena hujan. Saya tahu kamu tidak suka hujan, dan sebaliknya saya sangat menyukainya. Kita bedua anomali, tapi pada saat yang bersamaan kita juga bagaikan kutub positif dan negatif yang selalu bertarikan, atau kalau kamu bilang, kita ibarat sepasang sepatu? Saya juga rindu dengan teman-teman saya, rindu berbagi cerita sambil menikmati segelas virgin capirina selepas petang di Ubud. Saya rindu Bali kita, rindu terguyur hujan basah kuyup sambil menyususri Sunset Road. Saya rindu Padang, rindu Batam, rindu Palembang, rindu Bima, rindu Mataram, rindu Pontianak, rindu Bukittinggi, rindu Payakumbuh. Semua berakumulasi mengaduk-aduk hai saya menjadi rapuh. Saya tiba-tiba mudah menangis.

Maka, sore tadi saya putuskan saya ingin melihat kamu. Melihatdan berbicara  tapi tidak bisa menyentuh. Kita bercerita tentang banyak hal. Tentang ibu kamu yang sedang sakit. Tentang professor di kelas saya yang membosankan. Tentang rencana saya ke luar kota minggu depan.  Saya sedang rindu, hati saya sedang rapuh. Maka, bobol pertahanan mata saya tidak kuat untuk menahan bah air mata saya ketika saya bilang, saya ingin kamu ada di sini. Saya benar-benar menangis. Menangis sejadi-jadinya. Satu lagi yang membuat kita anomali; saya mudah menangis dan kamu tidak, dan hampir tidak bisa menangis. Kamu hanya menangis ketika saya yang membuat kamu menangis. Makanya, kamu tidak mau saya menangis karena pasti kamu juga akan menangis. Tapi, izinkan saya kali ini menangis agar semua rasa yang bergejolak bebas mereda.

Hujan di luar sudah mereda, jarum jam sudah berada di angka 8, dan hari sudah gelap. Saya bergegas meninggalkan sofa empuk di perpustakaan dengan kepala ringan. Tapi, desiran rindu di hati saya belum juga mereda. Hujan, bawa pergi rindu ini bersamamu.  

Thursday, October 18, 2012

#Cerita Jogja: Catatan Seorang Mahasiswa 1# Tetap Happy dengan Seabrek Tugas Kuliah

Lama tidak update, hidup saya jauh berubah. Saya tidak hanya sibuk bekerja sekarang, saya belajar yang terstruktur dan formal. Iya, saya jadi mahasiswa lagi. Setelah galau dengan berbagai pertimbangan dan membatalkan satu Scholarship, saya memilih untuk kuliah Master di UGM. And you know what? Saya sangat menikmati setiap proses kehidupan saya di Jogja, terutama kehidupan kampusnya. Ngetem di perpustakaan sampai malam, bersepeda dengan sepeda kampus, main ke fakultas lain, dan tentu saja menikmati kopi di EB Kafe punyanya FEB di Pertamina Tower. Saya mau share alasan saya mengapa saya sangat menyukai kuliah di UGM.

1. Sepeda
Jogja adalah salah satu kita di Indonesia yang pengguna sepedanya banyak. Jalanan sangat bekerja friendly karena dilengkapi jalur sepeda dan petunjuk-petunjuk jalur alternatif sepeda. Bayangkan Anda bersepeda dengan sepeda kesayangan Anda menyusuri perkampungan Jogja yang jawa banget itu. Atau Anda bersepeda bersisian racing dengan mahasiswa atau mahasiswi bening. Skenario selanjutnya bayangkan sendiri deh. Kuliah di Jogja tapi nggak pakai sepeda rasanya kurang Afdhol. Apalagi, mahasiswa baru di UGM nggak boleh bawa sepeda motor ke kampus. Pakai tanda tangan surat perjanjian nggak bawa sepeda ke kampus pula. Di atas materai loh.

2. Perpustakaan
Salah satu tempat favorit saya adalah Sampoerna Corner di perpustakaan pusat. Kalau tidak ada agenda lain, saya Bisa dipastikan ada di salah satu sofa di Sampurna Corner. Apa gerangan yang saya lakukan?owh, banyak sekali. Mulai dari baca. Baca jurnalnya 30 menit saja. Tetapi membaca realitasnya Bisa berjam-jam; wow, si Perancis di sofa sebelah kok matanya bagus ya? Igh, itu bule-bule ternyata kerjaannya facebookan doang. Saya juga menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan kantor dari sini. Lumayan, koneksi Internetnya keren. Saya juga mengajar teman-teman saya bahasa Inggris di sini. Waktu sehabis maghrib adalah waktu yang pas untuk Skype-AN di sini karena koneksi yang bagus dan pengunjung yang sepi karena semua sudah pulang. Memang dirimu skype-an sama siapa Rik? Ada duehhhh!

3. Lantai 8 Pertamina Tower
Kalau Anda sedang berjalan di kompleks kampus pusat UGM di Bulaksumur, Anda akan mendapati sebuah bangunan berbentuk tabung dengan warna silver. Bangunan berlantai 8 di lingkungan FEB ini bernama Pertamina Tower. Nah, kalau sudah lihat, segeralah melangkahkan kaki Anda ke sana. Masuk lift dan tekan tombol angka 8. Begitu pintu lift terbuka di lantai 8, aroma khas kopi akan langsung menyergap penciuman Anda. Kalau saya, otak saya langsung merespon dengan berimajinasi tentang sebuah Espresso Bar di Ubud.

Sebuah Espresso Bar yang nyaman dengan taman kecil beratapkan langit di tengahnya langsung membuat saya jatuh cinta dan menempatkan coffee Shop ini menjadi salah satu List tempat favorit saya di Ngayogyakarta Hadiningrat. Ini adalah bangunan paling tinggi se Ngayogyakarta Hadiningrat. Maka, pandangan Anda bebas lepas ke semua penjuru kota. Untuk kemewahan itu, Anda tidak harus membayar mahal karena semua menu terjangkau oleh kantong mahasiswa. Saran saya, pilihlah tempat duduk yang open air dan jangan lupa mencoba klappentart cafe ini.


3. Publicspehere di mana-mana
Salah satu hal yang membedakan kampus UGM secara fisik dengan kampus lain adalah UGM mempunyai publicsphere di mana-mana. Pihak kampus benar-benar memperhatikan kenyamanan mahasiswa. Gazebo bertebaran di mana-mana. Payung-payung dengan meja dan kursi ala kafe pinggir pantai di Bali ada di mana-mana. Setiap gedung selalu menyediakan tempat yang memadai untuk mahasiswa berdiskusi. Dan tentu saja dengan koneksi wi-fi yang selalu tersedia. Hal ini adalah kebalikan dari kampus saya ketika kuliah S1 dulu.

Semasa kuliah S1, saya sering mengeluhkan ketidaktersediaan publicsphere buat mahasiswa. Konsep sederhana di kepala saya, ketersediaan publicsphere yang banyak sangat menunjang produktivitas mahasiswa untuk berkarya. Logikanya, dengan adanya Public space tempat mahasiswa bertemu, maka proses pertukaran ide akan lancar, sharing Knowledge berjalan. Apalagi kalau tempatnya nyaman. Kemudian bayangkan ketika Public space tidak ada. Seusai mengikuti proses belajar di kos, mahasiswa akan langsung kabur ke kost untuk beristirahat. Otomatis, interaksi dengan mahasiswa lain akan jauh berkurang sehingga proses sharing ide dan Knowledge tidak berjalan. Padahal, ilmu yang diserap mahasiswa ketika mengikuti kelas, hanya sekitar 30%. Itupun kalau proses belajar dan mengajar dalam kelas tersebut ideal. Ketika ada proses sharing Knowledge, mahasiswa Bisa menyerap sampai dengan 50%. Ini adalah hasil penelitian loh. Tapi, saya tidak akan banyak menulis itu di sini. Mungkin saya akan menuliskannya menjadi artikel di jurnal.

4. Teman-teman yang gokil
Kalau ini sih, tergantung bagaimana Anda bergaul deh. Saya sangat menyukai gaya mahasiswa di kelas saya. Walaupun kebanyakan mereka menyandang status bapak-bapak dan Mak-Mak, mereka tetap ramai dan gokil seperti ABG macam saya ini. Iyaaa, saya masih ABG kok. Dan satu lagi, mereka punya keterikatan yang kuat dengan dosis tinggi dengan yang namanya kamera alias gila foto. Makanya, isi wall GROUP anak-anak MMPT angkatan ini lebih banyak dipenuhi foto-foto dibandingkan dengan diskusi. Sepertinya porsi foto-foto ini berbagi dengan porsi gosssip. But Hey, that's all make being student is so much fun!

Cerita apa lagi ya? Nanti deh, saya tulis lagi. Saya berencana untuk membuat postingan bersambung khusus tentang keseharian saya menjadi mahasiswa UGM. I enjoy every second of my life here in Jogjakarta. Buktinya, dengan banyak beban tugas kuliah dan juga deadline pekerjaan saya tidak tertekan tuh. Malah, saya enjoy banget. Makanya, saya selalu bersemangat setiap saya bangun pagi.

Pagi-pagi saya sudah sibuk memilih kostum buat ngampus. Iya dong, jadi mahasiswa bukan berarti harus klowor dan nggak terurus. Tapi, karena sering sibuk dengan urusan domestik ini, saya jadi sering telat datang ke kampus. Not good!

Okay, saya mau melanjutkan pertapaan saya di puncak Pertamina Tower. Secara ini zaman modern gitu kan ya? Bertapa nggak lagi di gua-gua di puncak gunung. Ikuti cara saya dong, bertapa di sudut cafe yang cozy!


Monday, September 10, 2012

Polisi Tampan Se- Bali, Menari dan Percaya Diri


Ada polisi tampan yang bertugas mengatur lalu lintas di perempatan Ubud. Belakangan ini, si Polisi ganteng menjadi bahan pembicaraan hangat di tempat kerja teman saya yang tidak jauh dari tempat pak polisi ini biasa bekerja. Ternyata, fans pak Polisi ini lumayan banyak. Singkat cerita, teman saya yang ngefans banget sama Pak polisi ini berhasil dekat dan keluar untuk makan malam. Ada suasana-suasana romantis gitu lah. Soalnya, si Pak Polisi bawa bunga. Tadi malam, saya, teman saya, dan polisi tampan sedunia ini sepakat untuk hang out di Ubud seusai bekerja. 

Tempat hang out malam ini bisa dibilang adalah tempat hang out paling hips se-Ubud. Beriringan kami berjalan menyusuri Monkey Forest ke arah lapangan Ubud setelah menyepakati untuk merahasiakan identitas Pak Polisi ketika kontak dengan orang-orang yang kami temui di Bar. Apalagi teman perempuan saya ini mengandung semacam selebriti di Ubud. Maksud saya, kalau dia ke Bar, yang menyambutnya banyak. Maklum, pekerjaannya sebaga Marketing manajer sebuah restoran besar di Ubud membuat pergaulannya luas. Ditambah lagi pembawaannya yang menyenangkan. Sebagai sahabat, saya juga kecipratan kenal si ini dan si itu dong ya. 

Setiap hang out, ada satu obsesi yang selalu saya simpan dan belum pernah terwujud. Saya ingin turun ke lantai dansa dan ngedance. Yang saya maksud dengan ngedance adalah ballroom dance dan semacamnya. Kalau ngedance di diskotik seputaran Kuta dan Seminyak sih saya sering. Tapi itu kan di tengah-tengah crowded yang padat sehingga hampir tidak ada orang yang peduli dengan sekitar, cuek aja. Bergerak bebas aja. Dance aja dengan liar. Akan tetapi Menari di bar di tengah-tengah lounge atau out door bar yang dikelilingi oleh orang-orang yang duduk santai dan diiringi live music buat saya adalah sebuah tantangan besar. Ini masalah tantangan kepercayaan diri. 

Tahun lalu saja, saya menolak mati-matian untuk menyambut tangan orang yang menarik saya untuk menari di Salsa night restoran tempat teman saya bekerja. Sejak itu, saya bertekad untuk bisa menari, sama seperti kuatnya keinginan saya untuk Bisa main gitar. Buat saya, saya hanya butuh untuk luwes dalam bergerak. Ah, mungkin lebih tepatnya saya hanya butuh pede dan tidak grogi, karena sebenarnya saya suka menari sendiri di kamar. Hahahaha.
Teman dari Belanda yang melihat saya bergerak mengikuti irama ketika ngobrol begitu sampai di bar pun percaya saya sangat pintar menari demi melihat gerakan saya. 

Beberapa jam pertama kami asyik mengobrol dan meledeki Pak Polisi ganteng teman kami dan juga ngobrol dengan si Paul yang dengan percaya diri menari denga luwes di outdoor area bar yang dikelilingi oleh meja pengunjung yang tengah menikmati minuman masing-masing. Wuih, salut sama pede nya. Seorang nenek-nenek bule juga dengan semangatnya berjoget sendiri mengikuti irama musik rock yang keras begitu Paul selesai menari. Wuihhh! rocker banget itu nenek!
Tentu saja saya menolak mati-matian ketika Paul menarik tangan saya untuk menari. Aduh ayam sayur banget deh saya. 

Ketika malam semakin larut, kami pindah ke ke lounge yang disekat terpisah yang lengkap dengan bar sendiri, stage, Billiard pool dan sofa-sofa yang empuk. Sekarang giliran Judith yang denga santainya bergerak mengikuti musik akustik yang dimainkan oleh band. Gerakannya sederhana. Akan tetapi kelihatan sangat menghayati dan santai. Gerakannya diikuti oleh seorang kakek-kakek yang meraih tangannya dan menari bersama. 

Saya masih dengan muka mumpeng menggoyangkan badan sambil duduk di sofa. Saya tidak berani berdiri. Saya merasa saya akan kesulitan menyesuaikan gerakan kaki dengan irama musik. Saya takut gerakan saya akan terlihat aneh. Padahal sih ya, dua pasang bule di depan stage itu gerakannya super aneh, nggak sesuai irama sama sekali. Mereka bergerak berjingkrak dengan sangat aneh. Tapi tentu saja mereka tetap pede dan terus menari. Saya yang duduk di sofa merasa saya Bisa menari jauhhh lebih indah dan luwes. Tapi toh, saya tetap bergoyang sambil duduk di sofa. Mental saya kacang banget dah. 

Akhirnya, saya menyimpulkan salah satu tanda tingginya kepercayaan diri itu adalah menari di depan orang-orang di Lounge. Ternyata ke-pedean saya untuk berbicara di depan ratusan audien belum seberapa. Ternyata keberanian saya untuk dandan 'aneh' dan berbeda belum menjamin saya untuk pede menari di depan orang-orang. Saya juga menyimpulkan, kalau mau anak-anak anda pede, ajarkan dia menyanyi dan menari deh. 

Dari pengamatan iseng-iseng itu, saya juga bisa melihat bagaimana berbedanya orang timur dan orang barat. Gerombolan orang Indonesia dan beberapa pengunjung bertampang mongoloid tampak hanya duduk diam memeluk bantal di sofa sepanjang keriaan orang-orang bernyanyi, menari, maupun bercanda dengan yang lain. Mereka bahkan tidak memberikan aplaus ketika orang-orang ramai menyemangati teman-temannya yang menari atau hanya memberikan apresiasi kepada band yang tampil. Melempem banget deh pokoknya. Kalau menurut saya, mereka tidak pede sehingga mereka membangun tembok tinggi untuk memproteksi dirinya agar tidak dilihat orang lain. Jadi, mau melakukan apa pun takut. Takut diperhatikan orang, takut kelihatan salah, takut kelihatan aneh. 

Selain itu, orang-orang Asia cenderung sangat komunal. Sepertinya sih ini sudah menjadi kebenaran umum deh. Lihat saja tampang-tampang Asia di beberapa sofa di pojok sana. Rata-rata mereka datang dengan jumlah di atas tiga orang. Tengok juga turis-turis Korea dan Taiwan yang memenuhi pojok-pojok Bali. Mereka kemana-mana berombongan dengan bus pariwisata besar. Diantar,kemudian ditunggui, dan diantar balik lagi. Selain menjadi budaya, mereka juga bergerombol karena kendala bahasa. Nah, hubungannya dengan kepercayaan diri adalah, mereka tidak pede berjalan sendiri karena kendala bahasa tadi. Padahal saya kenal beberapa teman Rusia yang bahasa Inggrisnya terbatas tapi pede aja tuh jalan kemana-mana di Bali sendiri walaupun berkomunikasi kadang-kadang bercampur dengan bahasa Tarzan.

Suasana klub semakin riang. Saya masih bergoyang pinggul di atas sofa. Dewi yang berulang kali mengajak saya menari sudah bergoyang ke mana-mana. Saya sempat menari sebentar tapi kembali duduk karena grogi. Pak Polisi ganteng tiba-tiba berdiri dan mulai menari dengan Paul. Tiba-tiba dia datang dan menarik tangan saya untuk ikut bergabung menari bersama mereka. Tarikan yang ini sepertinya susah dilawan. Tangan polisi gitu loh. Mana kuat tangan langsing saya ini menepis. Dan tiba-tiba saya sudah melangkahkan kaki di atas lantai, mulai menggerakkan pinggul dengan sangat gampangnya, melangkahkan kaki seirama dengan beat musik akustik yang dimainkan oleh band, dan tiba-tiba saja saya merasa sangat ceria dan bersemangat. Hilanglah sudah semua ketakutan, khawatir dan grogi saya. Wuihhh, ternyata menari seperti ini sangat nikmat. 

Sekarang saya sudah merasakan bedanya menari dengan musim berirama keras seperti di disko dan musik berirama akustik dan santai seperti ini. Musik berirama keras membuat saya bersemangat menghentak denga euforia berapi-api sehingga kadang liar, sedangkan musik seperti ini membuat ceria dan melayang. Hahahaha, akhirnya saya menari juga. Sepertinya saya akan mengambil kelas salsa dan capoeira di Jogja nanti. Saya tidak sabar untuk menari lagi di Ubud.

Nah, hubungannya dengan pekerjaan saya, sepertinya para trainer di kantor saya harus belajar menari deh biar kepercayaan dirinya meningkat. Terutama untuk trainer-trainer yang beranjak menapaki tangga Grand Instructor dan Master Coach.

PS:
Apa sih beda menari, berjoget, dan bergoyang? Saya agak kaku menggunakannya dalam tulisan saya. Share ya....!







Sunday, August 5, 2012

It's Feeling, Stupid!

Ini masalah rasa bung! Karena rasa take pernah bohong. Itu adalah kata-kata yang menjadi highlight pada slide presentasi saya minggu lalu tentang customer treatment. Sebenarnya, saya tidak terlalu ahli dalam ilmu Marketing, apalagi yang spesifik seperti ini. Akan tetapi hal yang menyenangkan dari ilmu sosial adalah karena bidang ilmu ini adalah hal-hal keseharian yang kita alami. Oleh karena itu, kita Bisa langsung belajar dari kasus dengan langsung menyimpulkan. 

Ada prinsip sederhana dalam memperlakukan manusia, siapapun dia, termasuk costumer Anda. Semua orang ingin dimanusiakan, dalam bahasa Jawa sering disebut "wongke wong", memanusiakan manusia. Artinya, semua orang ingin diperlakukan layak. Terlebih lagi costumer Anda yang di otaknya sudah tertanam paham bahwa konsumen adalah raja. Bagaimana ukuran kelayakannya? Ukuran paling sederhana dan mudah adalah dengan memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan oleh orang lain. 

  It's Feeling, Stupid!. Ini masalah Rasa Bung!

Rasa tidak pernah bohong. Istilah ini sudah menjadi justifikasi umum untuk menempatkan rasa dalam posisi penting ketika berhubungan dengan orang lain, termasuk dengan costumer Anda. Ditambah lagi dengan perubahan karakter kostumer yang mengedepankan emosi dalam memutuskan untuk membeli sesuatu. Dan tentu saja keputusan untuk tidak membeli. Konsumen berbondong-bondong bermigrasi ke 'planet Venus', planet emosi. Planet rasa. Oleh karena itu, membuat pelanggan merasa nyaman dengan Anda adalah harus kalau produk Anda tidak ingin ditinggalkan. Rasa nyaman yang ditimbulkan dari interaksi dengan front office ataupun marketer Anda akan menimbulkan kesan bagus terhadap produk yang Anda tawarkan. Bagaimana cara menimbulkan rasa nyaman?

  Put Hospitality in First Thing!
Mengapa Bali lebih terkenal dan lebih diminati wisatawan dibandingkan daerah wisata lain di Indonesia? Lombok misalnya. Walaupun Lombok dan daerah-daerah lain mempunyai objek wisata yang lebih bagus dari Bali dan gencar berpromosi, kunjungan wisatawan ke Lombok tidak setinggi di Bali. Biasanya wisatawan ke Lombok hanya sekedar Karen penasaran denga ada apa di belakang Bali? What's beyond Bali? Atau juga sering hanya kunjungan sisa. Jawabannya lagi-lagi adalah masalah rasa, Hospitality. Hospitality adalah usaha kita untuk menciptakan rasa nyaman dalam diri konsumen kita.

Hospitality di Bali tidak hanya ditemukan di Hotel atau bisnis lainnya dalam genre service business. Ia telah menjadi karakter yang melekat dalam keseharian masyarakatnya. Ia ada dalam senyuman dan sapaan orang-orang Bali yang Anda temui di jalanan. Ia terangkum dalam paket interaksi Anda sehari-hari dengan orang Bali. Apalagi kesadaran masyarakatnya akan pentingnya pariwisata untuk keberlangsungan ekonomi mereka membuat karakter ini secara sadar dipelihara dan dipertahankan. Sangat mudah mendapati senyum di Pulau cantik ini. Mulai Anda menampakkan kaki di Ngurah Rai International Airport, sampai ketika Anda harus menawar barang-barang handicraft di Pasar Ubud. Mengapa senyum?

Senyum adalah ciri keramahan pertam yang tertangkap oleh orang lain dari diri Anda. Senyum adalah jembatan emosi pertama yang menghubungkan Anda dengan orang lain. Kalau mau orang lain menyukai Anda dan produk Anda, maka tersenyum lah!

 Berikan Lebih
Semua orang senang diistimewakan. Apalagi pelanggan Anda yang notabene sudah punya ekspektasi itu. Ingat film "The Confession of Shopaholic"?. Satu adegan yang paling saya sukai adalah ketika Rebbeca Bloomwood dalam sebuah gala dinner mengkritik dengan tajam dan nyeleneh seorang direktur Bank yang menurutnya bank nya sangat membosankan. Saran nyelenehnya itu sederhana. Rebbeca menyarankan agar Bank itu meletakkan payung warna warni dan lebih banyak pot bunga dengan kembang bermekaran di depan jendela dan teras kantor bank tersebut. Tujuannya adalah untuk menarik perhatian calon nasabah dan membuat nasabah lama merasa betah. 

Saran sederhana dan nyeleneh itu ternyata ampuh. Nasabah bank tersebut bertambah. Direktur bank sangat berterima kasih dan memuji kejenuhan ide Rebecca. Strategi tadi tidak jauh-jauh dari usaha untuk 'merangkul' rasa konsumen. Merangkul mereka dalam rasa nyaman dan rasa gembira karena semarak payung warna-warni dan bunga-bunga tadi. 

You are the Ambassador!
Setiap orang dalam perusahaan adalah duta untuk perusahaan tersebut, termasuk duta untuk produknya. Perusahaan-perusahaan besar sangat strict dalam menjaga perilaku karyawannya karena mereka sadar bahwa orang akan menjudge tidak hanya pribadi orang tersebut akan tetapi juga atribut yang disandangnya. 

Anda adalah Ambassador produk Anda. Ketika Anda ingin kostumer Anda loyal dan merefleksikan produk Anda ke orang lain, buat mereka nyaman. Kenyamanan adalah varian rasa. Memberikan rasa nyaman adalah tugas semua orang dalam perusahaan. Apalagi Anda yang bersentuhan langsung dengan pelanggan seperti front officer dan marketer. Karena Anda adalah duta dari rasa produk Anda. Sekali lagi, it's feeling, Stupid!

Thursday, August 2, 2012

Kisah Masa Kecil# Pohon Jambu, Bisnis, Karet Gelang dan Gundu


Kata bisnis menjadi salah satu trending word saat ini. Ada sekolah bisnis, bisnis online, kompetisi bisnis, pelatihan bisnis. Orang tua ingin anaknya terbiasa sejak dini. Anak-anak muda berlomba-lomba memulai bisnis sendiri. Bisnis orang-orang muda yang berhasil banyak menghiasi profil majalah majalah bergenre ekonomi. Begitu juga acara-acara TV. Singkatnya bisnis tidak lagi menjadi kata elit yang berhubungan dengan kaum berdasi seperti saat sebelum krisis melanda pada era 98. Menurut ilmu sosiolinguistik sih, kalau salah satu kata menjadi trending topik, itu artinya hal yang berkaitan dengan kata tersebut memegang peranan penting dalam sebuah masyarakat. Pokoknya, bisnis itu penting banget.


Saya sedang tidak menulis tentang panduan how to membangun bisnis ataupun meraup untung seperti yang banyak menjadi trend buku di toko-toko buku. Saya ingin bercerita tentang bagaimana bisnis dalam masa kecil dulu. Saya teringat bagaimana orang tua mendidik saya karena dalam salah satu sesi Workshop, coach bisnis saya menyampaikan kalau salah satu kunci sukses dalam berbisnis adalah 'mental skill'. Dan itu bawaan didikan sejak kecil, pengaruh lingkungan dan benturan keadaan. 


Ibu saya mempunyai rumah dengan halaman yang luas. Sejak kecil, kami anak-anaknya mempunyai bagian masing-masing atas pohon buah-buahan di halaman yang lebih menyerupai hutan saking rimbunnya. Selain anaka jenis rumpun pisang, pohon kelapa, belasan batang nangka, kami mempunyai cukup banyak pohon jambu. Nah, masing-masing saya, kakak dan abang saya mempunyai satu pohon jambu andalan yang kami jaga layaknya harta yang berharga. Kalau salah satu di antara kami memetik jambu tanpa seizin empunya, bisa dipastikan perang besar akan terjadi. 


Pada suatu musim jambu, pohon jambu milik saya dan kakak perempuan saya tidak berbuah lebat selebat pohon jambu milik abang kami yang berpohon kokoh berdampingan dengan pohon nangka di belakang rumah. Buah-buahnya yang montok dan ranum tentu saja mengundang anak-anak nakal untuk mencicipi tanpa izin. 


Abang saya pun memperketat penjagaan terhadap pohon jambunya. Akan tetapi Ia tidak bisa stand bye sepanjang hari menjaga pohon jambunya. Maka, sekuriti untuk membantu penjagaan perlu direkrut. Setelah lowongan domestik terbatas dibuka, maka kakak perempuan saya lolos fit and properti test untuk menjadi sekuriti menjaga aset bisnis abang saya. Dan tahukah Anda berapa gajinya? Gajinya sangat menggiurkan, 3 buah jambu per hari. Hahaha ha! Padahal kalau kami mau, kami Bisa mendapatkan jambu berkepanjangan-keranjang dari kebun kami yang lain atau dari pohon jambu liar yang memenuhi bukit di pinggir desa. Akan tetapi, saya menganggap itu adalah kemampuan abang kecil saya untuk memimpin karyawan. Oh ya, waktu itu abang dan kakak saya masih SD dan saya belum bersekolah.


Ketika ada pohon pisang yang menunjukkan tanda-tanda siap dipanen, kami biasanya membagi rata. Buahnya diolah sesuai kehendak masing-masing. Kakak perempuan saya bersaing dengan abang saya membuat pisang goreng dengan tangan mereka sendiri dan menjualnya dari rumah ke rumah. Sore hari, uang penjualan dihitung dan dimasukkan ke dalam celengan tanah. 


Saya juga, walaupun belum mulai berjualan mempunyai celengan tanah. Akan tetapi umurnya tidak pernah lama karena saya selalu mengoreknya untuk jajan. Kadang saya membuat skenario yang membuat celengan itu jatuh dan pecah dengan alasan yang sangat-sangat tidak profesional; jatuh disenggol kucing! 


Ketika, saya mulai masuk SD, saya tidak sabar untuk memulai berjualan juga. Maka, saya membawa permen dalam toples untuk dijual kepada teman-teman sekolah. Dagangan saya cepat habis! Tapi bukan karena banyak yang beli. Saya sendiri yang keseringan memasukkannya permen-permen itu ke mulut!


Semasa SD, dagangan saya bermacam-macam. Ketika semua murid dilatih untuk menulis tegak bersambung, saya berjualan buku halus (nama buku tulis untuk latihan menulis indah). Hal yang paling saya suka adalah ketika musim bermain karet gelang dan gundu melanda desa. Itu adalah saatnya saya jualan karet gelang dan gundu. Saya pun pergi ke kota untuk beli karet gelang dan gundu. Seringnya sih titip ke ibu. Kemudian, karet gelang itu saya kemas dalam satu rangkaian berisi 10 karet gelang. Namanya anak desa, uang jajan bukan hal yang lumrah. Maka, transaksi pun menggunakan sistem barter berupa biji kemiri atau bawang putih. 10 biji kemiri biasanya ditukar dengan 1 rangkaian karet gelang atau satu buah gundu. Ketika dagangan saya habis, terkumpul lah satu karung kecil kemiri. Kemiri itu saya jual kepada pengepul. Senangnya ketika lembaran-lembaran uang itu saya pegang. Musim bermain ketapel, saya berjualan karet ketapel. 


Memasuki bangku SMP, saya jarang berdagang. Akan tetapi celengan saya terus bertambah dari hasil berjualan ayam. Iya, saya beternak ayam kampung yang dagingnya tidak pernah saya nikmati sendiri karena saya tidak tega melihat mereka disembelih. Kalaupun disembelih, saya akan pergi jauh dari rumah agar tidak melihat ayam-ayam kesayangan saya disembelih dan dipotong-potong. Pada saat SMP saya lebih banyak mengurus ternak sapi saya yang ternyata beranak pinak. Iya, saya adalah anak gembala kecil sejak masih SD. Ternak-ternak inilah yang terus mengisi celengan saya yang sudah bertransformasi menjadi rekening bank. Karena saya mempunyai tabungan sendiri, barang-barang saya selalu lebih keren dari siapapun di satu sekolah waktu itu. Hobi jual-jual itu berlanjut sampai saya sekolah di Boarding School. 



Mengingat kisah masa kecil itu, saya sangat kagum terhadap cara ibu saya mendidik kami bertiga. Beliau sangat mampu sebenarnya memenuhi kebutuhan kami bertiga. Toh, selama itu kami tidak pernah kekurangan. Beliau rupanya ingin mendidik kami menghargai uang, bagaimana merasakan manisnya uang hasil keringat sendiri. Beliu sendiri berbisnis berbagai macam jenis usaha walaupun hanya sampingan. Sampingan dari menjadi buru dan petani desa. 




Sunday, July 8, 2012

Saya Hedon?

Beberapa hari yang lalu, saya bercakap-cakap dengan beberapa teman yang juga murid saya. Mereka yang awalnya datang untuk minta dibimbing untuk persiapan ujian TOEIC, berujung pada percakapan seru ngacir ngumpul kemana-mana. Niat awal terlupakan. Katanya sudah nggak mood lagi buat belajar. Sampai pada satu bagian perbincangan yang membuat saya terhenyak. Salah satu dari mereka bilang kalau hidup saya hedon. Pendapat ini diamini oleh yang lain.

 Hah? Saya hedon?
Saya tidak membela diri sedikitpun dan malah menanyakan alasannya mengapa saya dibilang hedon.

Nongkrong di kafe? Owh, itu toh. Branded things.ah, I see. Bolak-balik ke Bali dan Jogja. Having High end gadget. Itulah beberapa alasan yang membuatnya mengatakan saya hedon. Really, saya tidak pernah menginginkan kehidupan yang hedon. Malah, menurut saya, saya menghindarinya.

Cafe culture.
Entah sejak kapan saya menyenangi duduk di sofa empuk sebuah cafe dengan cangkir besar latte atau hot chocholate. Akan tetapi, saya akan nongkrong di kafe kalau memang saya punya alasan yang kuat. Misalnya, saya sedang sangat suntuk dengan tumpukan deadline pekerjaan. Maka, saya akan membawa tumpukan pekerjaan saya ke sana. Masalahnya, saya sering ditumpuk deadline sih. Saya ke cafe juga ketika saya ada pendapatan yang di luar dari biasanya. Saya juga nongkrong di sana, kalau ada tamu istimewa atau sahabat-sahabat pada sedang ngumpul. Masalahnya, sahabat saya banyak:). Dan saya juga ngafe untuk menyenangkan saudara saya yang baru datang dari kampung.

Branded things
Hahaha ha! Saya nggak branded minded kok. Lagian dompet saya nggak level untuk barang-barang branded. Saya juga masih waras untuk tidak membeli sepasang sepatu yang harganya satu semester SPP sekolah master. Saya hanya berusaha membeli pakaian yang durable dan nyaman. Saya Juga bukan tipe orang yang menumpuk-ngumpul pakaian mengikutintrend mode. Saya hanya menyambangi Levi's store satu atau dua kali setahun. Saya berusaha untuk hidup dengan hal yang sedikit tapi berfungsi maksimal. Nah, karena pakaian saya hanya sedikit, saya membeli yang agak mahal menurut kebanyakan orang. Percaya deh, ada harga ada barang. And i buy the value.

High End Gadget
Owh tidak. Saya beli Blackberry setelah dibujuk bolak-balik oleh sahabat saya yang katanya dengan benda itu pekerjaan saya lebih maksimal. Saya juga lebih mudah dihubungi katanya. Sebelumnya, hape saya buatan China loh. Yes, everything come from China! Kalaupun saya sekarang punya 'talenan mahal', itu karena saya terkagum-kagum dengan sosok penemu dan tokoh band ini. Saya terkagum-kagum dengan 'stay hungry and stay foolish' beliau. Dan saya nabung lama untuk itu.

Travel Bolak-balik
Saya suka traveling. Sangat suka. Dan saya boleh berbahagia karena pekerjaan saya sering menyaratkan saya untuk terbang ke sana-sini. Tambahan lagi, beberapa kali belakangan ini, peta nasib membawa saya untuk sering jalan ke Bali.

But.... Sebenarnya saya ini orang yang sangat sederhana alias jauh dari kata hedon.hehehe.. Saya memilih untuk berkebun sebagai sarana pelepas penat dari pekerjaan. Murah dan produktif kan? Jepretan sana sini pakai DLSR juga sudah cukup membuat saya senang. Nggak perlu keluar uang kan? Makan? I Love tempeeee! Ini adalah makanan murah meriah dengan gizi tinggi. Intinya, saya tidak hedon kok. Saya malah sedang berusaha live with less and tri to enjoy every Single little moments. Enjoy doing everything.

Tapi... Celetukan teman tadi juga sangat saya hargai. Saya senang malah. Artinya, saya diingatkan untuk merenungi kembali hidup yang saya jalani, is it the right way? How's your life?

Jogja Fashion Week 2012# Saya Dianugerahi Pengunjung Dengan Busana Terbaik!

Jogya Fashion Week 2012 Hidup ini indah karena ada banyak hal yang Bisa kita nikmati dan coba. Itu menurut saya. Sejak dulu saya selalu terobsesi dengan kamera dan catwalk. Jangan bayangkan saya ingin menjadi model. Nggak ada potongan. Saya senang melihat model-model melangkah di catwalk dalam pakaian yang wow. Keinginan saya itu akhirnya kesampaian dengan menghadiri Jogya Fashion Week 2012 untuk melihat show teman saya, Nadi Karmadi, designer muda berbakat yang kebagian show pada awal show. Kebetulan saya juga harus ke Jogya untuk mengikuti ujian lanjutana seleksi masuk sekolah Pascasarjana UGM. Dengan datang bersama designer, saya sampai Bisa masuk ke backstage. Hehehe...saya berasa menjadi tokoh Alif di Jakarta-Paris via French Kiss, salah satu novel favorit saya yang bercerita tentang perjalanan Fashion editor dan fotografer Fashion media Fashion Indonesia ke London Fashion Week, Paris Fashion Week dan Milan Fashion Week. Saya berasa fotografer profesional mensetting kamera saya di depan Stage, mengambil tempat di antara fotografer Fashion profesional dan media dengan kamera-kamera dan lensa yang bikin ngilerrr. Senang, senang, senang! Ketika Saya sedang asyik di belakang view finder kamera Saya, Dari pengeras  suara terdengar nama saya dipanggil oleh MC ke atas panggung. Hugh? What's up? Saya nggak disuruh jadi model kan? Oalahh, ternyata ada penganugerahan pengunjung dengan busana terbaik pilihan setiap designer yang show malam ini. Kok, nama saya Bisa nyantol? Ini pasti kerjaan Nadi, designer keren yang cakep dan imut-imut itu! Oke oke. Kapan lagi sih jalan di atas catwalk pada show besar kayak gini? Kesempatan langka ini! Ayo, busung kan dada, langkah kan kaki berjalan lurus segaris macam model keren. Kalo Bisa lebih! Hahahaha...! Malam yang menyenangkan kali ini ditutup dengan dinner di Gudeg Sagan, Jogya bareng Nadi dan Mas Bayu. See, Jogja boleh menyimpan sisi luka buat saya. Akan terapi kehadiran teman-teman baik dan mimpi untuk masa depan lebih baik membuat Jogja menjadi hangat. Luka tertepikan. Sent from my new I-pad 3

Kembali ke Jogja

Mobil yang saya tumpangi sudah melewati Solo dan sekarang memasuki Jogya. Kembali perasaan itu tiba-tiba menyergap. Arrgggghh, saya tidak suka ini. I want to come here for good. For the sake of my future. Saya Sudah mulai Bisa mengikis kebencian saya akhir-akhir ini. Saya sudah mulai Bisa melihat Jogya dari sisi yang lain. Ini berkat sahabat-sahabat saya yang selalu terbuka menerima saya di rumah mereka dan berkat kampus UGM yang langsung membuat saya jatuh cinta pada pandangan pertama. Saya berusaha untuk Forgive though i  cannot forget. Saya tidak mau kedatangan Saya dibayang-bayangi oleh kebencian Saya  terhadap dia. Saya tengah berusaha untuk tidak living on hatred. Kamu tabu, aku sangat senang ketika kamu menghubungiku begitu aku sampai di Jogya, menanyakan apakah aku sudah sampai atau belum. Mengucapkan selamat pagi. Sesederhana itu penyebab aku bahagia. Ah, sepertinya aku terlalu konservatif. Di saat beberapa teman tidak percaya dengan cinta, aku justru sangat percaya dan menaruhnya dalam porsi besar dalam kehidupanku. Aku bahkan bertumpu pada cinta yang aku tidak Bisa mengelus bulu alismu setiap hari. Anyway, aku mau bersiap-siap untuk ke Jogya Fashion Week dulu. Mau jadi tim hore buat sahabat saya yang menggelar karyanya. Terima kasih telah membuat hatiku buncah pagi ini Sunshine. Love you always! Sent from my new I-pad 3

Mau Jadi Mahasiswa Lagi

Argghhhhhhh! Sebenarnya Saya sedang  malas melakukan perjalanan saat-saat ini. Baru satu hari saya mer`sakan ketenangan kamar saya di Malang setelah perjalanan Malang-Jogja-Surabaya-Bangkalan-Surabaya-malang. Tapi saya toh  harus tetap berangkat ke Jogja malam ini. Menunggu traveling seperti selalu membosankan. Molornya Bisa sampai 2 jam! Sejak memutuskan untuk melanjutkan pendidikan saya ke tingkat master, dan memilih UGM sebagai kampus tujuan saya, isi kantong saya terkuras buat bolak-balik Jogja. Kudu makin giat mencari duit neh, mengingat saya akan kuliah dengan biaya sendiri. Bukan mengandalkan beasiswa atau orang tua seperti teman-teman yang lain. Kelihatannya berat. Saya harus Bisa menyisihkan 8 juta rupiah hanya buat SPP saja. Itu belum termasuk buku-buku dan living cost nya. Tapi, sepertinya ini salah satu cara saya untuk kelar dari zona nyaman. Saya harus merasakan romantisme bersusah payah dan tirakat menjadi mahasiswa, walaupun Yang terlintas dalam benak saya adalah ' kalau Bisa dibuat gampang dan menyenangkan, mengapa harus sulit dan bersusah payah? Maunya sih gitu. Tapi kan saya harus siap kalau ternyata yang akan saya hadapi adalah tirakat yang susah. Saya beruntung karena di Jogja saya punya sahabat-sahabat yang baik hatinya. Selain untuk melanjutkan tes masuk sekolah pascasarjana, keberangkatan saya kali ini adalah untuk menyaksikan show sahabat saya di perhelatan tahunan "Jogya Fashion Week". Such a talented designer. Oke, sepertinya travel yang akan menjemput saya sudah datang. Jam menunjukkan pukul 23.30. Jogja, I'm coming! Sent from my new I-pad 3

Sunday, June 17, 2012

Escape to Ubud

It was my quick (what I mean with quick is a week) stopping by in bali after two weeks off in my mother's home in Bima. I headed to Bima after 2 months project in Bali. I need that 'mother and son' time to reffresh my body and soul after some intriguing drama.

One of my best friend, Dewi, took me to Ubud. Okay,  it was me hitchicking her car in her way to work. what we did was to enjoy the little things we have both on the way and in Ubud. Enjoying the rain dropped, commenting the pretty girl and georgous man in the next car, having our "sarapan ganteng and cantik" in some Ubud's restaurants, walking and having the photoshoop in Ubud's street when she was in her break time from the hectic job in the restaurant.

I enjoyed my Ubud time very much. I've visited this place 4 times before but never felt satisfied. I want to return back more and more.

Okay, here are some pictures I took from Ubud.


































Sunday, June 3, 2012

My Bali Life; An Afternoon in Kuta Bali

Good Afternoon to ride
I,m alone and I enjoy my life
Brother and Sister
When the sun goes down
Mempertahankan tradisi




Monday, May 28, 2012

Malang Berkebun 2# New Blossom




I was so occupied lately. It made my garden abandoned. 
Sunday Morning. The street was very crowded with vehicles that were heading to MTD (Malang Tempoe Doeloe ) Festival. 
I had no eager to go with that flow. I'm not into festival and communal things lately. I just don't get it why I must go to that 'trying to present the odies feeling' in the heat sunday morning. If it was a swimming pool or beach party, I would definetely come!

So, there were I, working in front of my PC all day made me very tired. But I have to finish all this job to make my time easier for next week. Yes, I know it's sunday, and it's odd to work really hard in the day. I love it though, working on sunday with big cup of coffee and long list to do. 

OneI finished working, I walked to the  backyard where I found a new blossom. I plant the seed 3 months ago. It's a red gladiol. I took my camera and got these pictures

The blosomm cheris my sunday


The biggest sunflower with abundant of pollen. Where are the bees?

The tomatoes. We will harvest them in weeks!

The small garden we made become the favorite place for the Klub Jenius. They are learning English through  cooking activity with Miss Gaby (the girl with High school uniform. Yes, she is a student) and mr. Ikin. See, they are happy to enjoy their food!

I plan to buy some seed with various colour
This small garden is my sanctuary. It always present me tranquility and peaceful.