Sunday, January 25, 2009

Mimpi Sebelum Tidur




Setelah mengutak atik laptop yang memakan waktu cukup lama dan akhirnya berhasil menginstall ulang Windows dengan XP biasa aku langsung nongkrong di kafe yang baru buka di dekat rumah. Ada beberapa program yang harus aku up-date memanfaatkan layanan hot spot di kafe itu. Koneksi yang cukup aduhai. Ditemani segelas cappucino aku mulai mengupdate antivirus dan menginstall beberapa program yang bisa running kalau tersambung dengan Internet.

Ini gara-gara aku termakan promosi Bro Iqbal untuk mengintall windows 7 yang katanya bagus banget dan ternyata bagus-tampilannya doang-tapi kerjanya-macam-nenek-nenek kekurangan vitamin dimasa taunanya-yang membuat aku langsung menginstall ulang dan ternyata sulit dan gagal beberapa kali-sampai aku harus membawanya ke Avatar. Beruntung aku punya saudara-saudara yang ahli IT dan ngutak-ngatik kompter walaupun mereka malas kuliah.

Jam 11 uarng sedikit aku balik ke rumah dan langsung masuk kamar. Setelah ngutak-ngatik laptop kesayanganku yang walaupaun agak besar menurutku dan ingin ak ganti dengan yang lebih kecil namun tetap aku sayang itu aku mau tidur karena nggak mau telat bangun dan berangkat kerja dengan mata yang masih setengah watt seperti yang sudah-sudah. Walaupun besok hari Ahad, aku ingin tetap bangun dengan kondisi bugar.

Didukung dengan menguap beberapa kali aku mulai menarik selimut dan mematikan lampu kamar. Tapi kok mataku tetap nyalang ya? Padahal aku tadi ngantuk banget. Aku coba untuk tetap memejamkan mata. Tapi koq ya yang ada mataku rasanya penat.

Aduh, ini pasti gara-gara Capucino tadi. Bagus, ampuh juga kamu sekarang cappucino!!! Kemain-kemarin pas aku mau begadang malah aku nggak tahan walaupun sudah menenggak dua cangkir besar Cappucino.

Lalu entah mulai dari mana, khayalanku sudah kemana-mana. Berputar teratur dalam otakku seperti nyata. Aku melihat diriku dalam armada masa depan.

Mula-mula muncul Erik muda yang kembali ke kotanya tercinta dan merintis bisnisnya disana. Mula-mula hanya satu warnet dengan kafe yang dipadu dengan toko buku kecil tempat kongkow sambil menumpahkan katarsis yang selama ini nggak tersalurkan karena keterbatasan sarana. Maklumlah, masyarakat kota kecilku itu selalu terdepan dalam mengikuti mode dan trend tapi hanya sekedar cover luar berupa fashion, tunggangan (kendaraan)dan tentengan(gadget). Tapi melupakan gaya hidup moder yang sebenarnya. Gaya hidup yang berhubungan dengan otak dan kepribadian.

Bermula dari sebuah warnet aku sudah memmiliki beberapa supermarket dan mini market yang tersebar di seantero kota. Bahkan sudah sampai ke desa-desa. Tapi, tenang aku tidak mematikan pasar tradisional koq.

Dengan sedikit modal ditambah swadaya komunitasku aku sudah merintis yayasan pendidkan. A center of exellence. Tentu saja berbeda dengan sekolah-sekolah yang sudah ada yang menganak emaskan otak kanan dan melupakan otak kiri yang padahal disitulah rahasia kesuksesan para pesohor dunia. Sebuah sekolah yang mengakomodasi semua keberagaman bakat dan minat para calon pemimpin dunia. Sekolah yang menjadi pelopor dalam perbaikan moral. Sebuah cubicle yang menggembleng para pecinta lingkugan dan melepaskan penghuninya sebagai agen yang menggalang kesadaran masyarakat yang sudah membabi buta merusak alam karena kebodohan mereka dan sekarang mengeluh karena kotanya semakin panas. Mengeluh karena sumber air semakin susah dan lahan-lahan pertanian gagal menghasilkan karena kekeringan yang melanda.

Intensivitasku yang tinggi bertemu dengan masyarakat membuatku menjadi tokoh muda yang disegani dan dicintai seantero Dana Mbojo. Bisnisku sdah mulai berani merambah pertambangan emas yang dulu investornya ditolak oleh masyarakat karena kepercayaan mereka yang rendah pada orang asing. Ladang mutiara yang dulu hanya dimiliki oleh keluarga cendana sekarang sudah punya saingan yang cukup membuat mereka getir. Dibantu oleh keluarga dan orang-orang kepercayaan, aku mengeloala semua hasil mimpiku itu. Hamparan luas lahan rumput laut kini memenuhi perairan teluk Bima dan perairan di pesisir yang dulunya terbengkalai. Ikan bandeng dan udang yang dulunya hanya dikuasai oleh beberapa orang kini menjadi suber hidup masyarakat pesisir. Mereka tidak perlu lagi melaut jauh-jauh ke tengah laut. Masyarakat sekarang sadar bahwa setiap jengkal tanah mereka adalah anugerah. Tidak sia-sia usaha komunitasku melakukan pendekatan dan menanamkan keyakinan dalam hati mereka bertahun-tahun lalu. Tahun yang berat yang menguras segalanya. Tapi kami sudah melihat hasilnya sekarang. Lahan-alahan yang dahulu terbengkalai, sekarang berubah menjadi hamparan ladang gandum yang keemasan diterpa sinar mentari. Sebentar lagi para petani akan berbodong-bondong ke ladang gandum untuk memanen hasil jerih payah mereka. Bima telah menjadi sentra penghasil gandum di Indonesia. Bukan sembarang gandum. Tapi gandum bernilai ekspor. Hasil pertanian penyumbang devisa terbesar dalam bidangnya. Aku jadi teringat Pak Fadel ketika menjadikan Gorontalo sebagai sentra jagung. Tokoh yang begitu kukagumi ketika dia mengisi seminar di widyaloka semasa mahasiswa dahulu.

Tanpa persaingan yang begitu berat aku melenggang menjadi walikota tanah kelahiranku tercinta. Tidak sia-sia kedekatan kami dengan masyarakat selama ini. Aku tak dapat membendung air mataku ketika Bundaku yang sekarang usianya makin senja memelukku seusai pelantikanku sebagai walikota dalam usia yang masih sangat muda. 42 tahun. Beliaulah yang selama in mensupportku bersama-sama dengan istriku, dua bidadari yang menjadi tempat belabuh kala letih menerpa. Kelima putra-putriku tumbuh menjadi anak-anak yang sungguh menjadi stockist semangat bagiku. Si sulung sekarang sudah menjadi remaja yang sedang mekar. Dia bersekolah di SMU Mantika. Sekolah terpadu khusus putri yang bernaung di bawah yayasan yang kudirikan dulu. Tahun ini dia terpilih menjadi wakil indonesia dalam ajang pelajar internasional di Basque. Negara kecil tempat tinggal sahabatku John yang kukenal dalam penyeberangan dari Bali ke Lombok semasa liburan kuliah dahulu. Tak disangka pertemuan itu berlanjut menjadi sebuah persahabatan yang masih awet sampai sekarang. Kemarin dia mengirimkan karangan bunga sebagai ucapan selamat atas terpilihnya aku menjadi nakhoda bagi kota kecil yang makmur ini.

Besok aku harus menghadiri tasyakuran di yayasan kami yang khusus diadakan bersama muid-murid sekolah yang bernaung di bawah yayasan Marangga Exellence. Rencananya awal tahun ini kami akan membuka pendaftaran Mahaswa baru di universitas yang baru kami buka. Universitas yang akan mencetak sarjana-sarjana pemimpin dan enterpreuner yang nantinya kan muncul menjadi pemimpin dari belahan Timur sunda kecil.

Sore ini keluraga besar kami berkumpul di rumah Ibuku. Kebahagiaan memancar di tengah-tengah keluarga ini. Erik, keponakanku baru saja kembali dari Amerika setelah menyelesaikan masternya di bidang Bussiness administration adalah salah satu pemancar kebahagiaan itu. Makanan hasil masakan istri, kakak dan putriku sudah tandas. Kami berbincang-bincang dengan hangat menikmati pemandangan kota Bima dari atas gunung tempat rumah ibuku berdiri. Pikranku melayang ke puluhan tahun silam ketika aku dan kakak-kakaku masih belum berpencar untuk sekolah di luar kota. Tiap malam kami selalu duduk di beranda itu menyaksikan kerlipan lampu kota dari ketinggian.

Malampun semakin larut, aku beranjak ke kamar yang dahulu juga adalah kamarku. Besok pagi-pagi aku harus mengantar anak-anakku ke Airport. Mereka akan berlibur ke Bandung, ke rumah nenek mereka, sebagai hadiah dari pretasi si Bungsu yang meraih gekar the Best student of the year se kota Bima. Minggu depan aku dan istriku akan menyusul mereka ke Bandung.

Kupejamkan mataku dan penuh rasa syukur aku berdo'a sebelum terlelap dalam anugerah yang begitu indah dalam hidupku.


 


 



Is it Dream or daydream sih??
Dream!!! Definetely Dream!!!

Friday, January 23, 2009

Great Saturday



Great Saturaday!!

Benar kata orang kalau sesuatu itu baru akan terasa ketika dia hilang dari kita. Dulu ketika belum kerja, aku punya waktu luang banyak sekali. Apalagi setelah suksesi Pilkada yang sangat menguras segala-galanya itu. Tidak punya tanggungan kuliah dan hanya menunggu penyelesaian skripsi membuat waktu luang yang berjam-jam tiap harinya. Tapi lama-lam itu membosankan. Padahal dulu ketika kegiatan begitu padat, pergi pagi pulang malam, pergi pagi lagi, aku selalu memimpikan waktu luang seharian yang bias kugunakan untuk renang, baca-baca, nonton atau sekedar jalan ke mal atau tidur siang. Nah, ketika sudah mulai kerja seperti ini, libur sehai alam seminggu itu seperti sebuah hadiah yang sangat besar.

Setelah mengantarkan Bro Iqbal ke Montana dan mampir ke kampus meliaht kalau-kalau ada informasi tentang ujian skripsi aku kembali ke my confort cubicle. Yup, my room. Seharian aku nonton VCD yang kusewa tadi malam.

Film pertama adalah "The College Trip". Film komedi yang dibintangi oleh Raven Symone yang memerankan seorang gadis lulusan SMU yang mendapat kehormatan wawancara tes potensial di Georgetown University. Sang ayah yang menjadi kepala polisi diperankan oleh actor laris, Martin Lawrence. This road trip comedy directed by Roger Kumble and produced by Andreww Gunn. Fil ini bercerita tentang seorang ayah yang sangat prtektif. Seorang ayah yang sangat dekat dengan putrinya. Saking sayangnya dia mempunyai satu lemari penuh VCD yang berisi dokumentasi perjalanan putrinya menapaki umur anak-anak hingga menjelang remaja. Hmm…sebuah keluarga yang sangat hangat. Ayah yang hangat pula (which is I never have in my childhood life until now). Tapi rupanya Sang Ayah tidak menyadari bahwa sang putri sudah bermetamorfosa menjadi seorang gadis remaja yang tentu saja tidak bias lagi diperlakukan seperti malaikat kecilnya dulu. Seorang remaja yang menginginkankemandirian dan sedikit kebebasan.

Sampai sang anak harus menlanjutkan hidupnya dengan menempuh pendidikan di Universitas. Sang ayah sudah merencanakan kampus mana yang akan dimasuki putrinya jauh-jauh hari. Dia idak ingin putinya berpisah jauh darinya dengan kuliah jauh dari rumah. Rupanya sang putrid sudah punya pilihan kampus sendiri. Georgetown University di DC.

Ketika perjalanan untuk meninjau kampus tiba, Sang ayah sampai harus membuat scenario macam-macam yang melibatkan anak buahnya di kepolisian untuk membuat mereka sampai di Norhwest University dan menunjukkan bahwa kampus plihannya lebih uggul dan lebih pantas dimasuki oleh putrinya. Selama perjalanan 'College trip inilah kemudian banyak peristiwa yang membuat konflik antara dua orang beda generasi ini. Konflik yang disebabkan perubahan paradigma mereka.

Hmm…sepertinya hal yang patut dicontoh oleh orang Indonesia adalah perjalanan semacam ini. Melihat dan mempelajari dulu kampu yang akan dimasuki agar kita menjatuhkan pilihan yang tepat buat study mereka. Banyak mahasiswa, termasuk aku, tidak mempelajari dahulu kampus yang akan merek masuki. Paradigma orang tua dan pelajar adalah; kampus negeri lebih baik dari kampus swasta. Padahal banyak kampus swasta yang jauh lebih unggul. Akibatnya adalah penyesalan karena salah jurusan dan kampus yang ternyata tidak sesuai dengan harapan.

Makanya buat teman-teman yang mau masuk ke dunia kampus, pilihlah jurusan yang sesuai dengan minat dan bakat kalian. Jangan memilih karena jurusan itu popular dan keliahatannya elite. Jadi diri sendiri saja lah. Kemudian cari kampus yang mempunyai jurusan yang kamu inginkan. Cek pula, apakah jurusan itu unggul dan mempunyai fasilitas pendukung di kampus tersebut. Kalau nggak ada, cari kampus yang lain lagi. Jangan lihat swasta atau negeri, tapi pelajari rekam jejaknya. Lihat prestasi-prestasinya, jaringannya dengan dunia luar terutama dengan dunia kerja dan kamous-kampus di luar negeri. Lihat juga, apakah dia menyediakan ruang untuk mengembangkan diri seperti Unit-unit Ilmiah, kompetisi ilmiah, kreatifitas dan kegiatan-kegiatan lain yang mendukung pengembangan diri. Dan satu yang tak kalah penting adalah; sesuaikan dengan kondisi keuangan keluarga.

Hmm…kembali ke film tadi, sumpah, aku langsung ingat Bunda. Aku merenung panjang memikirkan kekhawatiran-kekhawatiran Bunda karena aku belum lulus. Aku ingat, aku gagal ujian proposal skripsi saja bias membuatnya jatuh sakit karena terlalu memikirkan. Padahal aku yang merasakannya, nggak segitunya. Awalnya aku menganggap itu berlebihan. Tapi kemudian aku tersadar, itu adalah karena rasa sayangnya sama aku. Beliau nggak rela kalau kegagalan bagaimanapun kecilnya menghampiri anaknya. Aku jadi merasa sangat berdosa karena menganggapnya berlebihan. Baiklah, besok pagi aku akan meneleponmu Bundaku sayang.

Aku juga jadi ingat ketika megantar aku masuk SMU dulu. Saat pertama aku haru berjauhan dengannya dalam waktu yang lama. Sekolah yang ku pilih menyebabkan aku hanya bertemunya pada saat libur panjang. Dua kali setahun. Aku tidak terlalu merasa kehilangan waktu itu. Padahal jarak tempuh 14 jam menyeberangi lautan memisahkan kami. Padahal mungkin beliau sangat ecemaskanku waktu itu. Aku yang sebelumnya selalu di dekatnya kini harus mengurus segala sesuatunya sendiri.

Aku baru sadar, kalau masa aku tinggal dengan orang tua hanya sampai umur lima belas tahun. Waktu yang terlalu singkat yang akan selalu kurindukan.

Aku juga baru sadar, kalau sejak umur 15 tahun, Bunda sudah sangat percaya padaku untuk membuat pilihan hidup walaupun itu juga kuang bagus menurutku. Pilihan hidup yang diserhkan sepenuhnya kepada bocah yang baru beranjak remaja.

Aku terhenyak, Aku harus menyelesaikan skripsiku sekarang!!! Iya, sekarang!!! Paling tidak ini akan menjadi kebahagiaannya. Kadang-kadang kita harus mengorbankan kenyaman kita untuk kebahagiaan orang lain yang kita cintai.


 


 


 

Tuesday, January 20, 2009

We Will not Go Down (Song for Gaza)-Michael Heart

Very excellent song frome michael heart dedicated for Palestine. the song touch me so. will there a reason for not to support palestine anymore?

Saturday, January 3, 2009



Happy New Year 2009
Wish all the best cover your life.

Setiap tahu baru dan hari-hari besar lainnya aku pasti kebanjiran sms berisi ucapan-ucapan indah yang berisi do’a, wish dan juga pantun-pantun. Mendadak semua orang berubah menjadi pujangga.
Alangkah indahnya kalau semua orang menjadi romantis begitu dalam kesehariannya. Yakin, nggak aka nada lagi deh yang namanya sumpah serapah, makian, bentakan dan segala perkataan yang menyakitkan hati. Seprtinya kita kan hidup dalam dunia telenovela. Atau juga seperti di Italia yang setiap gerak dan pembicaraan warganya terasa dramatis seperti yang diceritakan oleh Andrea Hirata dalam Laskar Pelangi. Tapi sepertinya itu impossible.

Banyak hal yang mempengarui gaya berbahasa seseorang (aku lupa istilah linguisticsnya). Mulai dari kondisi social, demografi dan budaya. Oreang yang tinggal di daerah pegunungan akan jauh berbeda gaya berbahasanya dengan mereka yang hidup di pesisir. Orang yang tinggal jauh dari pesisir cenderung berbicara dengan nada yang tidak terlalu tinggi. Sedangkan orang yang tinggal di pesisir biasa bertutur dengan suara keras dan nada tinggi sehingga kita akan susah membedakan mereka marah atau tidak.

Indonesia memiliki sekitar 176 juta bahasa yang dipakai berkomunikasi oleh pendududknya yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Itu baru bahasa yang sudah teridentifikasi oleh para peneliti bahasa (linguist), padahal tiap suku di papua memiliki bahasa yang berbeda dan belum semua teridentifikasi. Belum lagi perbedaan bahasa yang berupa dialek yang terkadang antara desa satu dengan yang lainnya berbeda.

In my home town, Bima yang sekecil itu saja punya dua bahasa yang jauh berbeda yaitu bahasa Bima dan Bahasa Sambori. Bahasa Bima dipakai oleh masyarakat di dataran rendah dan wilayah dataran tinggi Donggo yang terletak di seberang teluk Bima. Bahasa Sambori digunakan oleh Orang Sambori dan desa-desa yang mengelilingi gunung lambitu dengan tingkat perbedaan dialek yang tinggi antara desa-desa tersebut. Itu baru di bima saja kan? Padahal kita masih memiliki banyak suku yang berbeda yang tersebar di seluruh Nusantara.

Mempelajari bahasa (being a linguist) sebenarnya adalah sebuah profesi yang mengasyikkan bagi yang senang meneliti dan concern di sains. Akan tetapi, bahasa sebagai sebuah cabang sains baru disadari bahkan diketahui oleh lingkaran kecil manusia yaitu bahasa dan linguist . Makanya aku belum pernah mendengar ada anak yang bercita-cita menjadi linguist. Wong, list cita-cita anak Indonesia itu hanya Polisi, Tentara, Pilot, Dokter , Guru dan syukur-syukur ada yang bercita-cita menjadi Presiden.

Anak-anak pesantren yang berkutat dengan banyak kitab kuning yang berisi ilmu-ilmu bahasa macam Nahwu, Shorof dan Balaghoh itu juga paling nggak sadar dengan apa yang mereka pelajari. Ah, lebih tepatnya mereka hafal. Aku punya teman yang hafal kitab alfiah ibnu Malik. Seribu bait aturan dalam bahasa arab yang ditulis dalam bentuk sya’ir dia hafal di luar kepala!!! Dan katanya itu biasa di kalangan santri.

Aduh, koq ngomongin tahun baru, endingnya hafal-hafalan sih!! I just write what cross in my mind!!

Tahun baru, Apaan sih?



Berita kemeriahan perayaan tahun baru masih menghiasi layar televisi tanah air. Korban petasan, korban bentrokan, korban kemacetan menambah panjang deretan korban yang ditelan oleh yang suka merenggut korban di tanah air ini.

Tahun baru. Kenapa sih musti dirayakan? Apa bedanya sama tahun kemarin? Toh, waktunya tetap 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 30 hari sebulan dan 12 bulan sehari. Bahkan 1 menit juga masih 60 detik. Nggak ada yang berubah kan?
Januari, Pebruary, Maret, April. Sama saja bagi aku. Nggak ada yang berbeda kecuali peristiwa dan yang tertinggal dari peristiwa itu. Sama satu lagi, soundtracknya. Kalau Januari dengarin “Januari”nya Glenn fredly, memasuki bulan Juni Ost.nya “Rain in June”nya T-Spoon, bulan july yang bersenandung adalah ”Rain of july” yang didendangkan oleh Heavenwood, Bulan September ada Greenday yang menyenandungkan “Wake Me up When September Ends” di audio ku dan penutup tahun ada Tante Yuni Shara menyanyikan “Desember Kelabu”.

Ah, tahun baru apa sih?
Jujur, bagiku tahun baru hanya pergantian kalender saja. Tidak ada yang istimewa.
Kalau malam tahun kemarin aku MABIT ketika tahun baru, bukan karena aku menganggap aku harus MABIT pas malam itu. Tapi lebih karena ta’limat “wajib” dari sang Mr. Aku juga mengerti koq, Mr. nggak ingin Mtr nya waste a time larut dalam euphoria yang melanda seluruh kota. Jadi, diamankan saja dengan MABIT. Dan ini juga momen yang bagus bagi mereka yang menganggap tahun baru itu istimewa, mengawali dengan semangat baru dan list resolusi yang panjang.

Jujur, aku nggak membuat resolusi apa-apa untuk tahun baru ini. Bukan kenapa-napa sih, tapi setiap aku membuat resolusi tiap tahun, pasti Cuma mempan 1-2 bulan doing, so, aku memutuskan untuk membuat resolusi nggak pake nunggu tahun baru dulu. Aku mau sih lebih semangat, lebih baik, lebih kaya dan lebih-lebih yang lainnya. Tapi kayaknya nggak perlu nunggu tahun baru deh. Kelamaan!!

Aku sudah cukup puas ketika malam tahun baru, sendirian di rumah menonton tayangan televisi yang ditayangkan sampai midnight ditemani oleh kentang goring dan secangkir besar Cappucino kesukaanku. Nggak ada terompet. Nggak ada kembang api. Tenang dan nyaman.
Tapi malam tahun baru 2009 ini, aku melewatinya di kamar dalam “hangat” yang berlebihan. Aku demam sejak H-3 tahun baru. Badly fever!! Aku tertidur sejak jam 8 malam dan terbangun jam 1 dini hari. Terjaga sesaat mendengarkan deru keramaian diluar kemudian tertidur lagi dengan perasaan lebih baik.