Friday, October 10, 2014

Catatan Akhir Kuliah 1: Seandainya Kampus Punya Juice Bar!

Saya memutuskan untuk mulia menulis lagi catatan-catatan kecil kehidupan saya menjadi mahasiswa di Yogyakarta Hadiningrat ini. Berhubung ini adalah menjelang masa akhir kuliah saya, saya akan menamakannya catatan akhir kuliah. Sebenarnya,  catatan ini juga adalah kebutuhan otak saya untuk refreshing dari menulis tesis yang saya inginkan rampung dalam tempo yang sesingkat-singkatnya ini. Begitulah.

Salah satu perkuliahan yang sangat berbekas di ingatan saya  dua semester lalu adalah perkuliahan Strategic Planning for Campus yang diampu oleh professor favorit saya. Profesor yang sudah sepuh ini fisiknya saja yang kelihatan sepuh tapi jiwanya masih muda. Kalau anda melihat gadgetnya maka mulai dari handphone, tablet dan laptopnya maka logo kinclong dari apel kecokot akan langsung nampak. Well, saya tidak sedang melabel bahwa muda itu identik dengan gadget canggih, tapi pemilihan brand beliau mewakilkan semangat anak muda; dinamis dan kreatif. Tapi, pada tulisan ini saya tidak sedang ingin membahas profil beliau. Saya akan bercerita satu tugas sederhana yang beliau berikan pada satu sessi perkuliahan kepada mahasiswa.

Pagi itu beliau meminta mahasiswa menuliskan satu ide tentang pengembangan fasilitas infrastruktur kampus untuk mendukung academic atmosphere. Mahasiswa bebas menuangkan idenya dengan prinsip singkat; what, why, dan how. Saya sendiri waktu itu menulis tentang bagaimana mengakomodir kebutuhan mahasiswa dengan menyediakan student lounge dengan konsep kafe, juice booth, dan convenient store di sudut-sudut strategis kampus. Semua berangkat dari pengalaman saya sendiri yang sangat kesulitan untuk mendapatkan makanan yang 'benar' dan kopi yang enak plus tempat yang nyaman untuk belajar dan bekerja di dalam kampus. Bayangkan kalau saya mempunyai jadwal kuliah jam 8 pagi sampai jam 4 sore dengan banyak waktu break diantaranya. Sangat tidak nyaman untuk keluar dari kampus hanya untuk sekedar mengisi tumbler kopi saya di Lagani atau harus menyeberang ke Pertamina Tower. Waktu yang saya habiskan untuk mengemasi tas dan barang bawaan, turun ke parkiran, menstarter motor, melewati checking di gerbang, terjebak macet, menunggu di coffee shop, kembali lagi ke kampus, terjebak macet, mencari tempat yang pas, membongkar barang dan mempersiapkan komputer, dan mulai kembali lagi menstarter mood untuk kembali belajar atau mengerjakan paper akan sangat banyak terbuang sia-sia. Dan tentu saja ada hambatan tak terduga yang muncul dalam perjalan tersebut. Misalnya, anda bertengkar dengan pengemudi yang menyebalkan di jalanan, ada makhluk bening yang membuat anda harus berhenti dan menyapa dulu, kemudian disambung dengan obrolan, atau mungkin kendaraan mogok di jalan.  Padahal bisa jadi ketika saya meninggalkan kampus untuk mendapatkan secangkir kopi itu, saya sedang dalam puncak mood untuk mengalirkan ide-ide saya ke dalam halaman-halaman iWork namun terputus karena kebutuhan perut atau mata saya yang harus didoping dengan kopi.

Kalau ada coffee booth di setiap sudut, saya bisa dengan gampang mendapatkan kopi saya tanpa membuang banyak waktu ataupun menurunkan mood kerja saya. Kalau ada juice booth, saya bisa mendapatkan fresh juice yang sehat dengan kualitas yang dikontrol oleh kampu. Bayangan saya, ada food & beverages commitee di kampus yang mengontrol standar dari makanan yang disajikan. Atau kalau saja kantin diseting dan dikelola dengan baik sehingga  menjadi pilihan prioritas mahasiswa untuk mendapatkan asupan nutrisi di kampus, mahasiswa akan semakin betah berkegiatan di kampus. Atau, kalau tidak mau repot, kampus bisa menggandeng chain coffee shop, juice bar, fruit bar atau milkbar yang tersebar di seantero Jogjakarta Hadiningrat dan mendapatkan sharing profit dari situ untuk menghindari keruwetan managemen dan resiko bisnis yang besar. Atau kalau mau profit maksimal tapi menanggung resiko bisnis besar, kampus bisa membuat manajemen sendiri untuk mengelola ini.

Kalau anda mengunjunhi kafe-kafe keren atau coffee shop hits di jogja, bisa dipastikan sebagian besar pengunjungnya adalalah mahsisiwa. Maka, ini saja sudah menjadi celah pasar yang besar. Belum lagi mahasiswa internasional yang diuntungkan oleh kurs mata uang mereka yang tidak keberatan untuk menghabiskan sekian puluh euro di kafe-kafe dan restoran di Jogja hanya karena alasan mereka butuh decent food, makanan yang sehat dan higienitasnya terjamin. Harusnya ini dilihat sebagai peluang oleh kampus sebagai usaha untuk menjaga kebutuhan nutrisi mahasiswa sekaligus sebagai peluang untuk mendapatkan profit. Well, membangun generasi itu kan tidak melulu aspek otak ya, tapi juga tubuh dan jiwa yang sehat juga. Kalau mahasiswa sehat, kehidupan akademiknya tidak terhambat.