Friday, July 8, 2011

Berbuka Puasa Bareng Mak-Mak; Terpesona dengan Om Keren


Kemarin sore saya berbuka bersama dengan Kak Dian dan Mbak Nita. Sudah satu bulan ini kita sepakat untuk terus menjaga puasa Senin-Kamis dan berusaha untuk berbuka bersama. Setelah mutar-mutar cari dompet dan tas, kita berlabuh di Salt and Pepper. Sebenarnya rencana awal kita mau berbuka di Pempek Palembang, tapi begitu di ujung escalator ada x-banner promosi dari Salt and Pepper, kita (lebih tepatnya duo mak-mak itu) sepakat untuk makan di Salt and Pepper saja. Saya sih setuju saja, soalnya belum ada satu pun diantara kita yang pernah makan di tempat itu.


Instead of berzikir dan tilawah untuk menunggui berbuka puasa, kita malah sibuk berdebat mana yang lebih cantik shanty dan Mulan Jameela. Menurut saya mulan Jameela itu sama sekali tidak cantik. Menurut mereka justru Shanty lah yang tidak cantik. Eh, si Mbak Nita nyeletuk pula kalau Ariel nya Luna Maya itu ganteng. Hah? Terang saja saya kesedak. Nggak ada satu unsurpun dari Aril yang membuat dia berhak dibilang ganteng kecuali karena dia laki-laki. Menurut saya yang cakep itu si abang Marcel Siahaan, Surya Saputra, Ari Sihasale dan Ario Bayu. Pokoknya intinya kita tidak berdzikir deh.


Perdebatan siapa ganteng dan siapa cantik yang bergaya anak ABG labil itu terhenti ketika mata saya tertumbuk kepada seorang bapak-bapak yang tengah asyik menekuri laptopnya di depan sana. Usianya sepertinya telah memasuki kepala lima tapi tampangnya masih segar dan penampilannya menarik. Ia mengenakan Polo T-shirt warna biru strip putih dan blue jeans serta sandal jepit. Sangat santai. Akhirnya perhatian kita semua tertuju kepada bapak yang tengah asyik dengan laptopnya itu.


Saya : kalau saya sudah tua nanti saya mau seperti bapak itu.

Mbak Nita : ????

Saya : Saya mau tetap akrab dengan laptop, tetap setia sama blue jeans, dan tetap suka nongkrong sendiri di kafe! Pasti bapak initipe orang yang kalau bertemu bawahan suka menyapa akrab sambil nepuk-nepuk pundak.

Mbak Nita : (Angguk-angguk kepala)

Saya : Lihat, dia familiar loh sama lagi yang sedang diputar itu ( lagunya Sherina sedang mengalun di Salt and Pepper). Igh…dia beneran keren banget deh!


Saya tengah mengarahkan kamera saya kea rah bapak itu ketika tiba-tiba dia menoleh ke arah saya. merasa tertangkap basah saya melengos malu. Mbak Nita nyuruh saya minta izin langsung saja sama bapak it uterus kenalan dan ngobrol-ngobrol. Hah? Tidak! Saya malu. Tapi lama-kelamaan saya semakin penasaran dengan bapak gaul kami itu. Apalagi dia mulai merokok. Asap rokoknya mengepul berputar-putar di depan mukanya membuatnya semakin menarik.



Berapa kali saya membatalkan untuk menghampirinya walaupun saya sudah berdiri dari tempat duduk saya. Rasa penasaran itu akhirnya mengalahkan semua malu dan sungkan saya. dengan sedikit grogi saya menghampiri bapak itu. Mbak Nita dan Kak Dia hanya melongo melihat saya yang tiba-tiba melesak kea rah om itu. Saya tidak tahu apa yang merek apikirkan.


"permisi Om" saya menyapa dengan senyum lima jari terpasang di muka

"Iya" si om keren mengalihkan muka dari laptopnya dengan senyum yang sangat simpatik.

"saya boleh mengambil foto Om nggak" saya bertanya dengan harap-harap cemas.

"Saya kan sudah tua"

"Nggak apa-apa Om! Boleh ya" saya merasa dia tidak menolak sama sekali

Si Om keren menganggukkan kepala sambil tetap tersenyum.

Saya segera menyiapkan kamera dan menarik kursi di dkat om dan mulai bekerja dengan kamera saya. Si Om itu tetap dengan gayanya yang membuat penasaran tadi. Tia seolah-olah tidak peduli dengan kamera yang tengah menyorot ke arahnya. Tapi saya bisa menangkap kalau dia sebenarnya sangat sadar kamera. Gerakan tangannya memegang rokok dan menghisapnya sebenarnya adalah sebuah pose yang tengah dia buat tapi tidak kentara.


Jepret, jepret, jepret!

Setelah mengucapkan terima kasih kepada model om keren itu saya segera kembali ke meja saya dengan senyum kemenangan yang disambut tawa sama Mbak Nita dan Kak Dian. Mbak Nita memberondong saya dengan pertanyaan penuh rasa penasaran. Saya teteap tersenyum-seyum sambil memperlihatkan hasil jepretan saya.


Inilah om keren model saya sore itu. Sebenarnya lelaki dengan tampilan fisik seperti ini banyak kita temukan di mana-mana. Akan tetapi pembawaannya benar-benar berbeda dan membuat penasaran. Kharismatik? Tenang? Atau memang sangat kebapakan? Ah, seperyinya gabungan ketiga-tiganya.


Tuesday, July 5, 2011

Panduan Hidup Mahasiswa baru di Kota Malang; Welcome!

Memasuki tahun ajaran baru seperti ini jumah penduduk Malang naik drastic berlipat-lipat. Bukan karena masyarakatnya hobi melahirkan, akan tetapi serbuan mahasiswa baru yang ingin menimba ilmu di Kota berhawa sejuk ini puluhan ribu jumlahnya. Mereka datang dari berbagai daerah di pulau jawa maupun luar jawa. Malang sudah lama menjadi kota pilihan tempat studi karena memang di kota ini terdapat pulhan perguruan tinggi termasuk di dalamnya 4 perguruan tinggi negeri; UIN Maulana Malik Ibrahim , Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang dan Politeknik Negeri Malang. Kampus swasta seperti UMM dan Ma Chung University juga tak kalah kerennya dengan kampus negeri. Malahan dalam beberapa hal mereka lebih unggul.


Malang menjadi pilihan tempat studi karena suasananya yang memang sangat kondusif untuk belajar. Tak heran ia menyadang julukan kota pelajar. Warnet-warnet terdapat hampir di tiap gang dan kompleks ruko. Bagi yang membawa lapto, akses internet terdapat dimana-mana. Mulai dari hotspot free di kampus-kampus sampai kafe-kafe yang meyediakan akses internet via wifi gratis. Bahkan warung makan kecil di mulut gang pun menyediakan wifi gratis. Dan jangan lupa,kota Malang mempunyai sebuah perpustakaan umum yang besar dengan koleksi buku yang super lengkap dan up to date.


Selain fasilitas tadi, biaya hidup di kota ini cukup terjangkau untuk ukuran mahasiswa. Mau cari kos dengan budget 100 ribu per bulan? Ada! Makan enak dengan modal 3 rebu? Bisa!! Dengan modal 10 rebu, kamu sudah bisa menonton film kesayangan kamu di XI.


Kalau butuh refreshing akhir pekan setelah seminggu berjibaku dengan kuliah, tempat rekreasi bertebaran dimmana-mana karena Malang juga menjadi tempat berakhir pekan buat masyarakat Jawa Timur. Dari pemandian air panas sampai dengan wahana wisata modern tersedia dengan tiket masuk yang sangat-sangat murah.


Bagi kamu yang akan memasuki perguruan tinggi tahun ini, ada beberapa hal yang harus kamu siapkan. Kamu harus menyiapkan jaket sebagai salah satu fashion item yang wajib. Bulan Juni sampai dengan September adalah masa dimana suhu di Kota malang berada pada titik terendah. Apalagi kalau malam hari. Kalau mau hidup nyaman, siapkan selimut tebal dan jaket. Beli di malang juga bisa kalau mau lebih praktis. Distro-distro dengan koleksi fashion yang up to date bertebaran dengan jarak tidak lebih dari 100 meter. Mulai dari yang high class sampai yang murah meriah dengan koleksi sejuta umat.


Buat keperluan kuliah juga mudah di dapat. Took-toko Buku besar maupun kecil bertebaran. Dan hampir sepanjang tahun, ada saja event book fair tempat mendapatkan buku dngan harga obral. Selain itu, terdapat satu kompleks khusus yang menjual buku-buku second hand. Toko Buku diskon Toga Mas juga terdapat di kota ini.


Nah, sekarang kamu tinggal packing dan segera datang ke Kota Malang. Lots of fun awaits…!!

Tanjungpinang Trip; jalan Bareng Mak-Mak

Bar semangat dan bahagia saya sedang penuh. Ada banyak hal yang ternyata luput dari perhatian saya yang seharusnya membuat saya bahagia dan bersemangat. Saya bersyukur karena sekrang sudah menyadari dan menjadi booster semangat saya. Selain hal-hal kecil yang terabaikan tadi, satu anugerah yang membuat saya bahagia adalah karena memdapatkan seorang teman. Thanks berat seberat barbell 30 kilo deh buat Kak Dian Prima yang sudah mengenalkan saya dengan Nyonya Jumi the expat's wife itu. Baiklah, untuk membuat the expat's wife merasa muda kita ganti saja panggilan nyonyo dengan mbak ya. Sungguh, saya senang sekali bisa ngobrol-ngobrol sama beliau. Tapi pertanyaannya, beliau senang nggak ya? Hehe…anggap saja senang.


 

Setelah pertemuan pertama yang diisi dengan nonton "Serdadu Kumbang"nya Ari Sihasale, kami sepakat bertiga untuk jalan ke Tanjung Pinang. Membayangkan akan melakukan perjalanan melintas perairan, saya senang sekali. Prinsip saya, kalau jalan-jalan naik perahu, pasti bakal menyenangkan.


 

Ketika Kak Dian dan Mbak Nita the expatsSaya sudah siap dengan sling bag besar berisi kamera, buku, majalah dan perlatan 'kegantengan' serta tidak ketinggalan 1 botol air minum ukuran 1 liter berwarna hijau ngejreng dari Tupperware yang belakangan ini menjadi barang bawaan wajib saya kemana-mana. Sementara Mbak Nita sudah menyiapkan satu kotak kacang telor yang sumpah enak sekali di kotak tupperwarenya. Kotak Tupperware warna ungu beliau terus-terusan nangkring di pangkuan saya dan menjadi saksi kekatifan tangan dan mulut saya yang mencomot kacang tanpa jeda. Ternyata enak ya, jalan sama mak-mak:)


 

Memasuki kabin boat, hawa dingin langsung menyerang. Hfffhhhh….seharusnya saya membawa jaket atau minimal ham deh. Masalahnya saya tidak tahu kalau bakal berada dalam boat tertutup dengan AC yang menggigit begini. Seat terisi penuh dengan penumpang segala macam rupa. Ada ibi-ibu dengan anak-anak kecil yang tangannya aktif seperti saya; suka bantuin nyomot kacang dari Tupperware. Ada bapak-bapak yang tampaknya gold eddicted dengan dandanan eksekutif. Atau pejabat? Ah, mungkin dua-duanya.


 

Dengan nista saya diam-diam memandangi bapak berperut buncit yang menggenggam dua smart phone sekalgus itu. Jam tangannya berwarna emas menyala. Ada dua cincin emas berkilau-kilau di masing-masing jari manis kedua tangannya. Sya masih bertanya-tanya, mengapa sih namanya jari manis? Kenapa bukan jari cincin saja? Atau karena si jari itu dipakaikan cincin terus jadi manis? Wah, sepertinya penyebutan itu itu tidak cocok dialamatkan kepada jari laki-laki deh. Buktinya si Bapak itu walaupun sudah memakai dua cincin sekaligus, besar-besar pula, tapi jari-jarinya tidak tampak manis sama sekali. Kembali saya menelusuri aksesoris yang melekat di Bapak emas itu. Saku bajunya juga dihiasi dengan pulpen berwarna emas. Di lehernya juga mengintip malu-malu kalung emas segede rantai kaleng bisuit lebaran zaman saya kecil dulu. Tidak cukup sampai di situ, ketika saya menuju geladak untuk beraksi dengan kamera, saya melihat si bapak juga sedang berdiri di geladak sambil menghembus asap rokoknya dengan nikmat. Dan rokok itu pun berbungkus dengan kertas timah emas di setiap batangnya. Sepertinya bapak itu anggota sekte pemuja emas.


 

Beridiri di geladak menyaksikan laut yang terbelah karena dilewati oleh badan boat yang melaju kencang sangat menyenangkan. Laut biru,langit biru! Kita memang harus bersyukur ditakdirkan tinggal di Indonesia. Pengen merasakan perjalanan laut dengan pemandangan spektakuler begini saja tidak perlu menunggu liburan panjang dan terbang melintasi benua. Cukup berkunjung ke pulau tetangga dengan jarak tempuh tidak lebih dari satu jam.


 

Melangkahkan kaki keluar dari gerbang pelabuhan Tanjungpinang, saya merasa mendadak jadi seleb. Ada banyak orang yang melambai-lambaikan tangan dan memanggil-manggil. Ada juga yang langsung datang mengerubuti. Woiiii…wake up man! Itu tukang taxi yang berebut menawarkan jasa. Sesuai dengan pesan keramat yang kita jaga, bayar Taxi tidak boleh lebih dari Rp. 20.000. Tapi saya tidak membayangkan kalau kalau Mbak Nita the expats wife bakal sesadis itu menawar taxi; 20 rebu, take it or leave it! Love his way! Hoho….si Bapak Taxi tanpa banyak cingcong langsung membawa kami meluncur menyusuri jalanan sepanjang pantai menuju gubernuran tempat teman saya akan menyelsaikan urusannya sebelum kita city tour.


 

Kantor gubenrnur Kepri terletak di atas sebuah bukit kecil yang membuat kita leluasa memandang ke penjuru kota. Menunggu ibu-ibu itu menyelesaikan urusannya, saya memilih nongkrong di kantin gubernuran. Dari hanya tertarik mencoba ngopi di bawah payung-payung di bawah kerindangan pohon keinginan saya bergeser ke mencoba soto yang sepertinya menggoda seperti yang dilahap oleh bapak-bapak di sebelah saya. Wow! Rasanya boleh juga. Berbeda dengan rasa soto-soto di Jawa. Kuahnya juga berbeda.


 

Urusan selesai, saatnya makan-makan. Melalui panduan referensi terpercaya yang ditelfon bolak-balik berulangkali karena kami sempat bingung ketika sampai di simpang enam. Oalah…ternyata restoran yang dituju hanya berapa koprolan saja dari kantor gubernur. Sebuah restoran yang menyajikan makan secara prasmanan. Otak saya sudah bersorak-sorak melihat seafood dengan berbgai olahan yang seperti berlomba-lomba berteriak minta dicicipi.


 

Dengan pertimbangan tidak mau ribet, saya memilih makan cumi-cumi dengan kuah hitam pekat. Satu jenis makanan yang tidak boleh dilupakan kalau anda makan makanan khas suatu daerah. Sambal! Saking sukanya sama sambal, saya sering memaafkan rasa makanannya kalau sambalnya enak. Itu buah dari pengalaman 3 tahun tinggal di Lombok. Di restoran ini ada tiga pilihan sambal yang karena bingung memilih yang mana, saya ambil ketiga-tiganya. Di sambal yang pertama lidah saya langsung mendeteksi rasa nanas yang segar. Hmmm…saya suka yang ini. Sambal kedua cukup familiar; rasa udang-udang kecil yang lebih kecil dari ebi yang kalau di kota saya disebut sepi (dibaca seperti membaca 'semi' pada kata 'semi permanen'). Sambal yang ketiga yang paling pedas. Berisi irisan bawang merah dengan aroma ikan yang menggigit. Sayangnya saya lupa nama setiap jenis sambal itu. Tapi kalau anda ke Tanjungpinang, wajib dicoba.


 

Saya agak menyesal karena makan soto sebelumya. Akibatnya perut saya tidak bisa lagi mengakomodir keinginan otak saya untuk mencicipi makanan-makanan laut yang membuat ngiler itu lebih banyak lagi. Akan tetapi kami masih sempat mencomot beberapa potong kue untuk bekal dalam perjalanan pulang. Biasa mak-mak. Harus tetap jinjing sana dan sini. Dan saya bersyukur dengan kebiasaan bagus banget itu. Saya nggak bakal kelaparan.


 

Hari sudah beranjak sore ketika kami kembali menyusuri jalan di tengah kota Tanjungpinang. Dengan pertimbangan bijak dari dua orang mak-mak teman perjalanan saya, kita memutuskan untuk segera kembali pulang ke pelabuhan agar bisa menyeberang kembali ke Batam sebelum hari gelap. Tapi kami menyempatkan untuk duduk-duduk ngopi ganteng di pinggir pantai yang tidak landai tapi berangin sepoi asoy geboy itu. Sebuah keputusan yang dikutuk oleh salah satu mak-mak setelah hujan dengan lebatnya mengguyur pantai. Kalau saya sih malah senang banget. I love rain! Hujan selalu memberi saya syahdu.


 

Walaupun ada sedikit tragedi lupa yang selalu menghampiri saya kalau sedang trance dengan rasa senang ketika jalan-jalan, perjalanan kali ini sangat menyenangkan. Kali ini saya meninggalkan botol minum Tupperware kesayangan saya di restoran. Dengan tersipu-sipu malu yang membuat saya tambah ganteng kinyis-kinyis (oke, bagi yang tidak setuju, harap maklum dan diam), saya harus kembali naik angkot untuk menjemput si Tupperware itu.


 


 


 


 

Monday, July 4, 2011

Sexy Bermuda

sexy bermuda kreasi saya

Tinggal tidak sampai dua bulan di Batam membuat saya harus mengeluarkan duit yang cukup banyak untuk pakaian. Itu berawal dari konsep light traveling yang saya anut. Akan tetapi ternyata light traveling itu sekarang mulai bermasalah. Sebelumnya saya selalu enjoy dengan konsep itu karena saya hanya membawa satu backpack berisi laptop dan sling bag dari zaman kuliah dulu. Saya selalu menghindari membawa travel bag besar dan luggage dari dulu. Nggak mau ribet ketika jalan. Akan tetapi ribetnya light traveling gaya saya itu waktu packingnya. Maunya banyak tapi yang muat nggak bisa sebanyak itu. Akhirnya si sling bag itu kembung sana-sini karena kebiadaban saya menjejalkan barang-barang sampai tasnya tidak berbentuk.


Saya mulai tidak enjoy lagi ber light travelling sejak sampai di Batam ini. Saya tidak tahan memakai baju itu-itu saja. Saya merasa miskin dan tidak bersemangat. Apalagi setiap jalan dan ketemu turis-turis negeri tetangga yang kaus dan bermudanya selalu membuat iri. Bermuda-bermuda keren dengan potongan yang pas. Kaus-kaus v-neck dengan belahan dada rendah. Sebenarnya saya punya persediaan bermuda 7 biji. Lebih banyak daripada jeans yang menjadi pakaian keseharian. Tapi seperti kebanyakanpakaian saya, semua koleksi itu saya tinggal di Malang.


Seharian kemarin saya keluar masuk mal cari bermuda yang keren. Sampai kaki gempor, tidak ada satupun yang mengena di hati. Di tengah lutut gempor dan capek, saya segera menyetop Taxi dan pulang. Saya semakin mantap dengan ide saya.


Begitu sampai di kamar, saya segera meraih jeans di gantungan dan memakainya. Setelah mengukur-ukur, saya meraih gunting dan cekrek, cekrek, cekrek!


Voila….! Sebuah bermuda sexy tercipta. Dengan sedikit senthan lipatan, bermuda itu melekat manis berpadu dengan kaus v-neck dan ham putih yang kancingnya dibiarkan terbuka. Bukan hanya sexy, bermuda ini eksklusif karena setahu saya brand jeans ini tidak mengeluarkan koleksi bermuda. Nggak khawatir deh dikembarin bapak-bapak lagi. Ini jeans kedua yang menjadi korban saya.


Akan tetapi ke depannya saya harus membawa luggage besar kalau harus business travel lagi. Light travelling tidak cocok untuk business travelling pada pekerjaan saya. Karena tidak punya persediaan baju yang pas, saya pernah harus ketimpringan cari baju di mal 1 jam sebelum bertemu orang. Ketika harus berbicara di training juga saya terkena korban beli dua batik dapat diskon. Setelah saya pikir-pikir, light travelling hanya cocok untuk holiday traveling deh. Tepatnya holiday traveling ke bali yang hanya membutuhkan kaus dan bermuda plus swimwear.