Tuesday, January 31, 2012

Disertation Coaching


Saya baru saja selesai meeting dengan salah satu client. Beliau adalah seorang dosen dan juga ustadz yang banyak disenangi mahasiswa. Walaupun tidak pernah mengikuti perkuliahannya, saya pernah rutin mengikuti kajian beliau. Seorang Ustatz yang rendah hati dengan wawasan luas dan pikiran terbuka. Meeting ini agak telat karena saya masih di bali ketika beliau punya waktu dan beliau ada agenda ketika saya sampai di Malang.

Beliau meminta saya untuk coaching  beliau dalam mempersiapkan ujian disertasinya yang akan dilaksanakan dalam bahasa Inggris. Wow, satu lagi tantangan buat saya. Mendengar ujian disertasi saja saya sudah sangat bersemangat.  Saya membayangakn suatu saat nanti saya juga akan melewati masa itu. Okay, sekarang saya harus bersabar menunggu finalisasi rencana kuliah magister saya.

Sebuah kebanggan bagi saya untuk bekerja sama dengan beliau. Paling tidak saya bisa memperdalam wawasan dan memperbanyak vocabulary saya di bidang yang beliau kaji. Beliau akan segera meraih gelar doktornya dalam bidang ilmu ekonomi. Masih satu rumpun dengan bidang yang saya minati untuk program magister yang saya rencanakan. Beliau mengkaji makro saya mengkaji mikro.
Model coaching yang akan saya berikan mirip-mirip dengan coaching untuk Lani yang akan berangkat ke Amerika sebulan yang lalu. Akan tetapi coaching kali ini waktunya lebih panjang.  Mudah-mudahan secemerlang proses coaching dengan Lani. 

Being a Trainer



Ada banyak pendapat yang mengatakan bahwa salah satu penyebab lemahnya sumber daya manusia di Indonesia adalah karena lemahnya penguasaan terhadap bahasa asing terutama bahasa Inggris. Saya sepakat 100 % dong dengan pendapat tersebut. Logikanya simple; kebanyakan informasi, literature dan hal-hal baru disajikan dalam bahasa inggris.  80 sekian persen website di internet menggunakan bahasa Inggris. Sisanya disajikan dalam bermacam-macam bahasa di dunia ini. Berdasarkan pengalaman saya menjadi trainer dan coaching untuk bahsa Inggris, kebanyakan permasalahan yang dihadapi oleh orang yang mempelajari bahasa Inggris adalah masalah mental barier. Oleh karena itu, di lembaga tempat saya bekerja, Sang bintang School kami tidak menyebut produk pembelajaran bahasa Inggris kami dengan kursus tetapi training karena kami tidak hanya mengajar tetapi kami mengembangkan karakter , merubah pola pikir dan melatih peserta kami untuk menguasai bahasa Inggris secara aktif.

Suatu hari, dating seorang gadis kepada saya. Eits, bukan untuk melamar saya! Dia ingin ditraining untuk bias berbicara bahasa Inggris dalam waktu 3 hari karena ia akan menghadapi interview untuk pertukaran mahasiswa ke USA. Dia mengaku belum pernah berbicara bahasa Inggris dengan siapa pun dan belum pernah mengikuti program pembelajaran bahasa Inggris sebelumnya. Wow, tentu saja saya tidak berani menjanjikan apa-apa pada awalnya selain mengukur sejauh mana kemampuan dia dalam bahasa Inggris. Saya mendapati bahwa dia sebenarnya mempunyai kemampuan yang cukup namun pasif. Dia mempunyai kosakata yang cukup hasil dari membaca referensi perkuliahannya di fakultas teknik. Dia juga membaca dengan pronunciation yang cukup baik yang katanya hasil dari mendengarkan music dan menonton film-film holywood. Dia mendapatkan koleksi kosa kata yang cukup dari hasil memaksa dirinya untuk membaca Koran The Jakarta Post setiap hari.

Apa yang saya lakukan setelah mengukur kemampuan bahsa Inggrisnya adalah menanamkan dalam pikirannya bahwa dia sebenarnya bisa berbahasa Inggris. Dia mempunyai kemampuan pasif yang tinggal  diaktifkan. Karena lembaga saya belum mempunya program untuk mengakomodasi pembelajaran untuk dia, saya dengan cepat berpikir untuk membuat program khusus untuknya selama 3 kali pertemuan. Saya membuat program yang dalam bahasa sederhananya adalah kira-kira ‘activate your English!’. Saya dan dia harus menemukan tombol ON untuk mengaktiivasi kemampuan bahasa Inggrisnya. Akhirnya tombol ON itu ditemukan dalam bentuk sedikit sugesti, 30 menit sessi klinik setiap pertemuan , presentasi materi di depan saya, interview dan jalan-jalan sambil mengobrol tentang apa saja.

Hasilnya, amazing! Dia berbicara dengan sangat lancar ketika mempresentasikan pendapatnya tentang energy, budaya Indonesia dan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya tentang apa yang akan dilakukannya untuk mengatasi problem social dan pendidikan. See, itu bukan topic yang ringan loh. Dia menyampaikannya sebaik dia menyampiakan motivasinya mengikuti program pertukaran mahasiswa yang interviewnya kaan dia hadapi sebentar lagi.

Tentu saja saya tidak bisa mengatakan bahwa permasalahan belajar bahasa Inggris bukan semata permasalahan mental barrier tetapi juga kemauan untuk konsisten belajardan motivasi seperti yang dimiliki oleh gadis yang sya ceritakan tadi.                                                      

Sunday, January 22, 2012

My Bali Life; Today's Chronicles

Untuk kesekian kalinya saya bangun pagi dan mendapati percikan-percikan cahaya kilat lewatjendela kamar. Rintik hujan membentuk irama simponi pagi yang berbeda. Saya masih terbaring dengan mata terbuka dan menyadari saya sedang di bali lagi. Baru satu minggu yang lalu saya berada di sini, dan sekarang saya kembaliu lagi. Saya telah benar-benar jatuh cinta pada tanah molek ini. Saya tidak pernah bosan berada di Bali. Bali membuat saya kembali menyukai hal-hal remeh dalam keseharian yang sempat hilang dari hidup saya belakangan ini.

Saya menyukai rutinitas bangun pagi dan berjalan di rumput basah menghirup aroma bunga kamboja yang berguguran. Kalau sedang rajin, saya akan menenteng kamera saya dan mengambil beberapa gambar. Atau cukup memunguti kuntum-kuntum kamboja dan menghirup wanginya berulang-ulang serta menyelipkannya di telinga saya. Sesederhana itu saya menyukai Bali.

Akan tetapi pagi ini saya tidak bisa banyak bersantai-santai. Jarum Alexandre Christie di tangan saya menunjukkan angka  7. Saya sudah mandi dan rapi. Saya punya dua meeting appointment hari ini. Masih berhubungan dengan project property kami. Pertama, saya harus bertemu dengan Beli Made, arsitek keren temannya Dewi. Yang kedua saya akan bertemu dengan Linda, orang Aussie pemilik guest house di Kerobokan.

Saya menyambar netbook saya dan bergegas ke taxi di luar pagar yang sudah menunggu. Karena saya belum menyewa motor, saya harus naik taxi ke halte Trans Sabhagita terdekat; halte Griya Asri. Running text di screen menampilkan informasi bahwa bus selanjutnya masih berada  1 kiliometer dari halte dengan estimasi waktu tempuh sekian menit. Ini adalah mass transportation yang paling

Di Trans Sabhagita
Tampaknya hanya saya yang nekat menantang ingin pagi ini. Semua penumpang berjaket aan pakaian tertutup. Saya dengan bodohnya hanya memakai  t-shirt merah menyala dengan print bendera swiss dan bermuda serta sepatu kanvas. Syal hijau yang melilit di leher saya senada dengan warna gelang di tangan kiri. Naik transportasi umum yang nyaman adalah salah satu hal yang paling saya sukai. Apalagi di tengah hujan seperti ini.

Saya merogoh kantong saya berusaha mendapatkan lembaran ribuan untuk menebus harga tiket. Namun yang saya temui hanya selembar lima puluh ribuan dan sekeping koin lima ratus rupiah. Saya mengacak-acak setiap kantong kecil di backpack saya. Nihil,. Saya tidak menemukan uang yang saya inginkan. Sementara mbak-mbak pramugarinya sudah tidak sabar. Tiba-tiba seorang ibu yang duduk di kursi belakang bersuara. Dia menawarkan untuk membayar tiket buat saya. Saya tidak punya pilihan lain kecuali menerima mengingat saya benar-benar tidak punya uang kecil dan pramugarinya tidak punya kembalian.

Di tengah dinginnya  cuaca dan AC bus, hati saya menghangat. Bertambah keping kebahagiaan saya pagi ini. Di tengah budaya individualis yang semakin menggempur, ada orang yang dengan entengnya mau membantu.

Central Parking Shelter
Keluar dari Sarbhagita di Central parking Shelter saya disambut hujan yang semakin lebat. Saya celingukan menunggu taxi yang sepertinya enggan lewat di tengah hujan yang disertai angin kencang pagi ini. Saya tidak ingin telat di appointment saya. Ketika meeting sama Robert minggu lalu saya sampai telat 15 menit.
Blue Bird muncul ketika saya sudah mulai gelisah menunggu. Saya duduk sambil merenung menatap rintik hujan lewat jendela taxi. Menonton rinai hujan selalu menciptakan desir damai di dada saya. Berkah hujan pagi ini adalah saya cepat sampai karena jalanan tidak ramai diakibatkan oleh hujan.  Dalam waktu kurang dari 10 menit saya sudah sampai di Coco resto & café yang menjadi venue appointment pertama saya pagi ini.

Perut saya tiba-tiba keroncongan. Saya bergegas ke café Coco ttempat saya janjian dan mulai menghadapi sarapan saya; croissant dan banana pancake serta segelas susu. Rutinitas pagi yang perect! It’s really a daily 
chronicles I really want for my life.

Makanan di hadapan saya tandas. Akan tetapi beli made belum juga muncul. Ketika saya mulai gelisah, hape saya bordering. Beli made. Dia terjebak macet di by pass.

Beli Made
beli made datang tepat ketika saya sudah mulai merasa bosan menunggu. Sesosok pemuda akhir dua puluhan dengan aura semangat yang langsung kelihatan. Tidak sulit bagi saya untuk klik dengan laki-laki ini. Ditemani secangkir cappuccino kami mengobrol tentang rencana project saya. Dugaan saya tidak salah, aura semangatnya menularbicaranya antusias. Muda, sederhana, dedikatif dan profesional. Sosok menantu idaman benar ini orang.

Setelah kopi habis dia mengajak saya melihat contoh project villa dia yang sedang on process. Saya makin ngeh sekarang. Dengan tanah yang seuprit ternyata kita sudah bisa punya villa idaman (dengan modal yang nggak seuprit tentunya) complete dengan kolam renang dan garden yang cantik. Akan tetapi mendapatkan tanah seuprit di daerah ini bukan perkara mudah. Selain harganya yang super mahal, belum tentu ada orang yang menjual.

Linda
Seorang perempuan bule paruh baya menyambut saya begitu saya turun dari taxi di depan sebuah banguan bergaya arsitektur Bali. Saya sudah pernah ke sini minggu lalu untuk mengecek fisik bangunan. Kedatangan kali ini khusus untuk meeting karena minggu kemarin dia masih di Australia.

Meeting kali ini adalah obrolan yang menarik tetang guest house yang dia kelola yang (mudah-mudahan) bisa di handle over oleh saya (siapa lo?!!). Masih banyak informasi yang harus saya gali teantang hotel mungil ini. Sementara Christian sudah tidak sabar lagi untuk cepat-cepat memanage hotel ini. Saya tidak ingin terburu-buru sebelum memastikan semuanya aman dulu. Saya masih harus bertemu notaris, mencari second and thoird opinion dan bertemu dengan pemilik pertama. Ini bukan beli baju di mal!
Saya sendiri langsung jatuh cinta ketika melihat hotel mungil ini pertama kali. Jangan ditanya antusias saya. Saya sangat bersemangat dengan project ini. Semangat yang bercampur was-was. Bisa sukses nggak ya?
Meeting kelar, saya memutuskan jalan kaki ke seminyak atau mungkin lebih jauh lagi. Sekalian saya ingin mencoba mengukur, bisakah client nantinya menjangkau hotel ini dengan jalan kaki. Saya sangat menikmati berjalan menyusuri jalan yang dipenuhi artshop, villa dan sawah-sawah ini. Ternyata cukup berjalan sepuluh menit saya sudah sampai di area seminyak. And I end up walking to Lawaloon Hotel in Kuta. Jarak yang biasanya ditempuh dengan 70 rebuan perjalanan taxi.

Kuta
Setelah mendapatkan motor sewaan dari langganan saya selama 4 tahun ini, saya memutuskan untuk muter-muter dulu di discovery mall. Tempat ini menjadi salah satu tempat favorit saya karena mempunya semacam beach front piazza mungil di belakangnya. Ini adalah etalasse tempat saya biasa memperhatikan berbagai macam tingkah orang datri berbagai macam ras dengan kamera di tangan, siap menjepret begitu ada objek menarik.

Akan tetapi saya juga tergoda oleh promo beli- dua- dapat-satu untuk sandal pantai yang lucu-lucu. Saya akhirnya menenteng pulang sepasang sandal merah menyala dan sepasang berwarna hitam dengan tali merah. Lumayan, bisa dipadukan dengan t-shirt merah sayaJ

Hari beranjak sore ketika saya memutuskan untuk pulang. Saya sudah tidak sabar untuk cepat-cepat mengerjakan laporan kerja saya hari ini dengan ditemani segelas besar cappuccino.

Nah, setelah long shower session, di sinilah saya sekarang. Di depan laptop dan berbagi cerita dengan sepotong tullisan iniJ
Bukit Jimbaran, 21 Jan 2012

Thursday, January 12, 2012

Bali Today; Sarbagita

My night life is such messy lately. I've told myself many times to sleep earlier. But what happened was, I slept above 2 am everyday. The result surely as expected; I woke up late everyday. As today, after subuh praying, I wrapped myself under the blanket to against the cold from stormy raining outside. Bali is always raining lately.
So, here are my rundown today;

Kitchen Time
Kitchen is one of the most important part of home for me. Being in the kitcehn is one of my pleasure. While Dewi made coffee, I was busy with flour and stuffs making pancake. I only had 1 hour to do all morning routine before going for an appointment in Seminyak Square. Robert, a property agent was waiting there. Oh God, I would be late! He was waiting and I just finished my shower. I have 10 minutes to go before it' s late. I didn't want to create a bad image by being late.

First Appointment
It was bright and sunny when I was in Jimbaran. But wen I got the Airport Junction, rain started to splash me. It seem I will be late. It's three minutes to ten, and I couldn't ride too fast becouse of wet road. Too dangerous. Unfortunately, the street was very crowded until I got the Sunset road. As predicted, I got the Seminyak Square 15 minutes late and found Robert waiting anxiously. We directly headed to Robert's car and driving along the Oberoi street to Canggu.

Segara Bayu Villa, Canggu
Robert took me to see one villa on sale near the Canggu Club. Wow, it's just a very luxurious villa. And sure, the price is "lux' too. I like the living room, garden and wall. the wall is made of fiber glass that make you free up yourview to the rice field beside the villa. What make it good is a sliding wall covering the glass wall. So, you can close the view when you don't need it. The villa is equipped with the swimming pool and separated bedrooms with open sky shower.

Seminyak Square
After checking the villa, Robert dropped me at Seminyak Square where I was trapped by heavy rain and wind after. I like rain, but this time it make a strange pain in my heart. I couldn't stand to see that people back and forth with their family and their couple. I hate this insecure feeling!

I rode back my motorbike to Jimbaran once the rain stopped.
Pffhhhh....very tired today. Time to pemper myself with shoer time!

Bali# Green Shawl, Bead Bracelets, and Dialog Dini Hari

I was in  the art cafe Seminyak expecting Dialog Dini Hari, my favorite music group to perform this evening. Unfortunately they didn't perform as written in the schedule like I see from the cafe's website. However, the music group performing was great. While enjoying my Balinese Coffee, Mas Dadang, a lead vocal of Dialog Dini Hari came to my desk and greeted me.I was surprised when he compliment my green shawl I bought three days ago. He thought that I got the shawl from somewhere in India.  He interested in having one. directly tweet  green scarf and got some comments. Cepuk interested to have one too. Then the idea crossed in my mind; why don't I just post the picture here in case some of my friends interested to have and I can get it for them while I'm in Bali. 

So, here are some stuffs that catch my intention during my wandering in Seminyak after working

Remember the girl in green shawl  of "The Confession Shopaholic"? But I think this shawl way better.

The Print in the middle of shawl

Since I don't have mannequin to fit this shawl, i can only provide u this:) 
Here are also some wooden and bead necklaces and bracelets requested by Rizka;
I found these art hand painted bracelet in one small artshop in Seminyak Street. Rizka, which one do you like?


bead bracelet with dragonfly, dolphin, and key pendulum


Sunday, January 1, 2012

Di Bawah Pohon Kamboja; Hangat


Pada sebuah Café di depan pantai Kuta di sore yang hangat.
Saya duduk di sofa di bawah pohon kamboja dengan buku “Alchemist” English version di tangan. Novel ini saya dapatkan minggu lalu sehabis makan malam di Seminyak Square. Sebuah novel yang mengaduk-aduk semangat dan memaksa saya untuk percaya dan teguh.

Sesekali saya menyeruput orange juice dan kembali fokus ke novel saya. tiba-tiba saya merasa ada seseorang yang memanggil saya. Saya tidak mendengar nama saya dipanggil tapi saya merasa sayalah yang dipanggil di tengah hiruk pikuk kendaraan di jalan depan saya dan lalu lalang orang yang tengah euphoria dengan liburan. Saya mengangkat kepala mengalihkan pandangan dari novel saya dan mendapati seraut wajah tersenyum lebar dari seorang pemuda sebaya dengan saya yang berdiri di trotoar kira-kira 7 meter di depan saya. Senyuman lebarnya mencipta wajah yang berbinar yang dengan cepat menular ke ekspresi saya.

“It’s very cool book, Buddy!” It’s very good! Katanya sambil mengacungkan kedua jempol dan tetap tersenyum.
“Yes, sure! So,  have you read it? saya membalas sambil tersenyum lima jari
“I did. Last week. But then I left it when I swam and someone took it” katanya sambil mengangkat bahu
“too bad!”
“It’s Ok. Since it’s a good book, she/he will get good things” katanya sambil tersenyum.
“Thoughtful!”

Dia tersenyum sambil memainkan alisnya dengan jenaka. 
“Ok, continue reading, I’m leaving” katanya sambil mengacungkan jempol dan melambaikan tangan seraya melangkah kembali menyusuri trotoar.

Tiba-tiba dada saya terasa hangat. Saya tersenyum. Rasa suntuk karena menunggu yang tadi sempat merajai tiba-tiba lenyap.
Hal yang sederhana. Seseorang yang asing memuji pilihan bacaan saya, senyuman yang tulus dan sore yang hangat.  

Ada banyak hal yang membuat orang terhubung. Hobby yang sama, pengetahuan yang sepadan, kesialan yang sama yang menimpa, kepercayaan yang sama dan nasib yang yang sama. Kali ini saya terhubung dengan orang asing yang bahkan saya tidak tahu namanya karena sebuah buku yang dia lihat sepintas sambil jalan.

Dengan langkah kaki ringan saya melangkahkan kaki menuruni undakan tangga kafe dan berjalan menyusuri trotoar. Sejenak saya merasa tolol. Seharusnya saya menawarinya minum dan mengobrol dengannya sejenak. Pasti bakal menyenangkan. Ah sudahlah, ada kalanya orang hanya singgah sebentar dan ada yang singgah dan tinggal.

Taxi biru pertama yang lewat saya cegat. Saya menghempaskan pantat di kursi Taxi dan dengan suara ceria bilang ke pak sopir;
“Airport Pak!
Sepertinya kekhawatiran saya akan suntuk menunggu di Airport tidak akan terjadi.