Thursday, April 20, 2017

ASUS ZenBook; Laptop Powerful yang Gaya




Menyiapkan diri untuk resign dari pekerjaan berarti harus mempersiapkan banyak hal, termasuk memiliki komputer pribadi karena ketika resign, saya juga harus menyerahkan semua fasilitas kantor. Berkaca dari laptop kantor yang saya pakai pada pekerjaan yang baru saja saya tinggalkan, saya merasa saya butuh laptop dengan spesifikasi lebih dari itu. Selain itu, saya butuh laptop yang ringan untuk mendukung kebiasaan saya yang suka mobile dan traveling. Selanjutnya, laptop tersebut nggak malu-maluin kalau saya bertemu klien atau sekedar bekerja di ruang publik seperti coffee shop. Selain itu, saya punya kebiasaan membawa banyak barang ketika keluar rumah, muai dari printilan lotion (yang tidak pernah dipakai), buku, tumbler kopi, aneka charger, agenda, satu set alat tulis, parfum, hair sprayer, face sprayer, dan akhir-akhir ini buku latihan Matematika. So, saya tidak ingin tas saya menjadi sangat berat dengan laptop yang besar dan berat. 




Namun, saya tidak ingin laptop yang terlalu kecil, 12 inch, seperti yang saya pakai pada saat saya menjadi mahasiswa. Akhirnya pilihan saya jatuh pada Mac Book Air dengan Retina Display dari Apple. Saya menabung untuk itu. Namun, harga untuk laptop idaman saya tersebut terlalu mahal untuk kondisi saya yang akan memulai hidup baru di Jakarta. Saya lebih baik mengalokasikan tabungan saya untuk tempat tinggal yang layak di Jakarta. Kedengarannya sangat klasik pemuda Indonesia, merantau ke Jakarta untuk tantangan lebih besar. What to say, with 70 % of money being circulated in the Big Durian City, moving to Jakarta is almost inevitable.

Setelah bolak-balik diskusi dan riset atas beberapa laptop dari berbagai brand (selain Apple tentu saja), saya mantap dengan ASUS ZenBook Flip UX360CA-UBM1T Signature Edition 2 in 1 PC. Laptop dengan besar 13,3 inchi ini bisa dilipat dan difungsikan sebagai tablet. Layar sentuhnya sangat senitif. Saya seperti menggunakan Ipad saya, namun dengan layar yang lebih lebar. Ketika saya mulai bekerja dengan menggunakan laptop ini, saya bisa merasakan pefromanya yang solid. Setiap saya menghidupkan laptop, tidak ada proses loading, begitu juga ketika memuali sebuah program atau menutup sebuah program. Jadi, saya bisa dengan gampang enghidupkan laptop dan memulai bekerja ketika menunggu penerbangan ataupun selama penerbangan ketika bepergian. Saya jatuh cinta dengan laptop tablet ini.
 
Laptop tablet (yang saya pakai) ini dilengkapi dengan RAM 8 GB dan SSD 256 GB. Lebih dari cukup untuk keperluan saya. Yang lebih membuat saya girang, baterai bisa bertahan sampai dengan 12 jam dengan pemakaian normal. Akhirnya, saya seringkali tidak membawa charger, cukup dengan men-charge penuh pada malam atau pagi sebelum saya keluar rumah. Beban dan ruang di tas saya tidak perlu diperberat dengan charger deh. Selain itu, tampilan laptop ini sangat slim namun kokok karena badan yang terbuat dari bahan metal, bukan plastik. ASUS ZenBook datang dengan windows 10 dan dijalankan oleh prosesor Intel Core m3 generasi 6 yang super tangguh dan khusus didesain untuk ultra-mobile devices. Untuk audio, laptop kece ini menggandeng Bang & Olufsen ICEpower, sebuah perusahaan inovasi audio konversi dengan fous pada keluaran audio yang poweful dengan berprinsip pada efisiensi energi. Perusahaan ini dikembangkan dari riset Dr. Nielsen’s PhD work diTechnical University of Denmark. Berbasis di Denmark, perusahaan ini terus berkolaborasi dengan universitas dalam riset untuk mengembangkan teknologi audio konversi. Dengan bodi slim dan berat hanya 1,27 kg, beserta pilihan untuk bisa dilipat 360 derajad membuat laptop ini pilihan tepat bagi saya yang suka mobile namun juga butuh laptop yang powerful.

Wednesday, April 19, 2017

Cerita Jalan Kaki Manjaah diJakarta



Sudah lebih dari 2 minggu saya tinggal di Jakarta. Saya masih menikmati waktu saya tanpa pekerjaan walaupun kadang-kadang terbersit pikiran mengapa sih saya susah-susah datang ke Jakarta dan meninggalkan pekerjaan saya di Yogyakarta yang memberi saya kehidupan yang lebih dari layak. Pekerjaan dengan institusi bergengsi dan ternama bangsa ini pula. Lagian kan Jogja itu nyaman banget, saya bisa dengan gampang kabur ke coffee shop favorit saya. Bisa tiap hari pula kalau mau. Namun pikiran itu tertepis begitu saya teringat niat awal saya datang ke Jakarta. Belum mendapatan pekerjaan baru, bukan berarti saya tidak sibuk loh di ibukota ini. Setiap hari saya selalu pulang setelah makan malam.

Saya biasanya ke mana-mana selalu naik Gojek atau Gocar, tergantung keadaan. Jika bertepatan dengan rush hour, saya naik gojek. Namun bila hari cerah, akhir pecan, atau jalanan tidak macet, saya naik gocar. Gimana caranya kamu tahu jalanan macet atau tidak Rik? Cek google map dong ah! Zaman canggih ini kan. Akan tetapi, moda transportasi yang saya sebutkan itu kebanyakan saya pakai hanya sampai ke tempat saya bisa naik Transjakarta atau Commuterline. Ayo ah, budayakan pakai transportasi umum.

Malam hari, saya paling sering jalan kaki dari pemberhentian Transjakarta ke tempat tinggal saya. Jaraknya sekitar 1,9 km (kata google map). Biasanya saya tempuh dalam waktu 15-25 menit. Selain mendapatkan manfaat olahraga, saya jadi lebih tahu lingkungan sekitar saya. Minggu-minggu pertama saja, saya sudah spotting supermarket yang mempunyai stok jenis melon kesukaan saya dengan harga yang bagus. Stocknya juga selalu segar. Saya juga sudah me-list beberapa coffee shop yang akan saya jadwalkan untuk cicipi kopinya. Ada beberapa patisserie, kafe jamu (iye, di sini minum jamu di café) dan juga warung burjo. Yang terakhir itu penting sekali. Kalau sedang tidak berselera makan malam, saya tinggal ke warung burjo dan memesan 2 mangkuk bubur kacang hijau. Nanti kembali ke rumah tinggal mampir di supermarket favorit dan membeli setengah buah melon, saya habiskan malam itu juga.

Nah, sebagai pejalan kaki, saya sedih sekali dengan kondisi Jakarta. Sedih sekaligus malu. Dari pemberhentian bus terakhir menuju tempat tinggal saya, hanya seuprit jalan yang mempunyai pedestrian road alias trotoar yang benar-benar dimanfaatkan sebagai trotoar. Sisanya tidak mempunyai trotoar sama sekali atau kalaupun punya sudah dipakai sebagai tempat berjualan atau parkiran, atau malah dijadikan taman sama pemilik rumah. Padahal, walaupun tanah kosong (baca: sisi jalan) itu berada di depan rumah anda, itu adalah ruang publik loh. Milik umum, dibiayai dengan uang rakyat, uang hasil saya dan anda-anda bayar pajak.  Banyak sih sisi jalan di depan rumah-rumah mentereng itu dibuat semacam taman kecil. Kelihatan bagus dan hijau. Tapi, fungsi aslinya sebagai ruang pejalan kaki tidak terpenuhi. Mungkin si pemilik rumah mengambil inisiatif untuk membuat taman tersebut daripada dijadikan tempat berjualan. Nah, di sini lah peran tata ruang dalam city planning.

Perencanaan tata ruang itu tidak hanya masalah perencanaan fisik loh. Ada unsur perilaku manusia sebagai unsur yang menemoati ruang di sana. Misalnya dalam kasus trotoar tadi. Dengan budaya entrepreneur bangsa kita yang wah banget ini, pasti trotoar akan berpotensi untuk dilirik oleh pedagang kaki lima untuk berjualan kan? Atau malah paling sering dipakai oleh pengendara motor yang pintar mengambil celah untuk menembus macet (yang akhir-akhirnya malah trotoarnya yang macet). Ini Jakarta banget saudara-saudara, atau Indonesia banget ya?

Jakarta kan mau punya pemimpin baru nih ya. Sebagai warga (orang yang menumpang tinggal di Jakarta), saya sih berharap banget jalan-jalan akan punya trotoar lebar dan bias dipakai berjalan. Sebenarnya pembenahannya sudah dimulai dan menunjukkan hasil yang lebih baik dari Jakarta yang saya kenal 7 tahun lalu kok. Sepanjang jalan utama semacam jalan Sudirman, MH Thamrin dan Rasuna Said misalnya. Trotoarnya lebar dan bisa dilewati dengan leluasa. Tapi, di daerah seperti Kemang (yang dibangga-banggakan mirip Seminyak, mirip dari mananya? Jauh sekaliiiii, kakak!), naudzubillah, semrawutnya!

Oke, sekian dulu curhatan saya tentang emak kota Indonesia ini. Dannnn, Jakarta sebentar lagi punya MRT loh (*jejingkrakan*). Ada railway yang menuju airport juga loh. Akankah bye-bye macet dan perjalanan-dengan-pesawat-rasa-naik-kereta api-saking lamanya perjalanan dari airport ke tengah kota? Kita nantikan saudara-saudara!
Jadi inti dari postingan saya ini sebenarnya saya mau bilang kalua saya sudah pindah ke Jakarta, officially jadi anak ibu kota. Jadi, buat kalian yang di Jakarta dan sekitarnya, boleh loh mengajak saya ngopi-ngopi chantique.  Sekian.