Thursday, March 31, 2011

Intangibles 2; Care, do I care?, Like I Care!, Should I care? I Do Care!


 

Saya dulu sering mendengar teman-teman saya yang keluar dari ruangan seminar atau pelatihan entrepreneurship bicara begini; bakar saja ijazah itu!, kuliah itu nggak penting!, kuliah itu bikin orang bodoh!, ijazah itu membelenggu!. Banyak lagi kata-kata yang menempatkan kuliah sebagai hal yang 'buruk' dalam bisnis. Katanya kalau bebisnis nggak usah sekolah, nggak usah berpendidikan tinggi. Dulu saya sempat terpengaruh dan mau berhenti kuliah saja karena ingin berbisnis. Untungnya saya punya ibu yang luar biasa, yang selalu mendorong dan meyakinkan saya.


 

Mungkin benar di banyak tempat pendidikan kita tidak mampu mencetak mahasiswa menjadi pengusaha. Akan tetapi saya tidak bisa membayangkan kalau banyak pengusaha yang tidak makan bangku kuliah. Sepandai-pandainya orang self learning, ada banyak hal yang dia tidak bisa dia pelajari ketika dia tidak kuliah. Kuliah bukan hanya buku, kelas, tugas dan perpustakaan. Yang lebih penting lagi adalah experience ketika kuliah. Experience itulah yang sebenarnya membangun karakter. Karakter seperti apa yang terbentuk, itu tergantung dari bagaimana setiap individu menyikapinya. Mengenai ada pengusaha yang bisa besar tapa kuliah, itu another case. Tidak bisa digeneralisir.


 

Oke, saya tidak akan membahas kuliah atau tidak kuliah. Saya ingin bercerita. Setiap kembali ke hotel dari jalan atau sekedar makan, saya selalu disambut oleh Beli resepsionishotel ((karena ini di Bali, kita manggilnya beli yaJ) dengan senyuman dan langsung menyodorkan sebuah kunci bertuliskan 212. Hehe…kayak Wiro Sableng. Tapi tentu saja saya tidak sedang bersama Wiro Sableng di kamar saya. Yang membuat saya salut adalah dia selalu mengingat saya dan menyodorkan kunci pintu kamar saya dengan senyum lebar tanpa menunggu saya menyebut nomor kamar saya. Padahal kan yang tinggal di hotel itu bukan hanya saya saja.


 

Di pagi hari, resepsionistnya beda lagi. Kali ini mbak-mbak. Setiap saya turun untuk breakfast, dia selalu menyapa dengan selamat pagi yang hangat. Saya menemukan senyuman dan sapaan yang benar-benar hangat. Sapaan yang tulus. Kemudian mengobrol sebentar. Benar-benar hotel yang nyaman. Ini bukan hotel berbintang dengan fasilitas mewah yang wah. It's just another affordable hotel for backpacker like me. Saya benar-benar nyaman dengan suasana hotel ini.


 

Beda resepsionis, beda lagi room boy nya. Kali ini seorang bapak-bapak dan teman-temannya yang masih muda. Biasanya dia datang untuk membereskan kamar ketika saya sedang asyik membaca di balkon. Dengan tersenyum lebar, dia akan menyapa saya. Kadang-kadang mengobrol sebentar sambil berbagi gigitan cokelat di atas meja saya. Ini bukan tipe keramahan 'sok kenal sok dekat' (SKSD) itu loh ya. Dia benar-benar ramah.


 

Lain waktu, saya kelaparan dan terpaksa mampir di food court di depan pantai Kuta sehabis kelayapan ke Uluwatu. Saya makan Turkish Pizza karena harganya paling murah di situ. Tidak lama kemudian, pesanan saya datang. Saya mencuil sepotong kecil dan memasukkan sepotong kecil ke mulut saya. Hmm…enak!


 

Lama saya menunggu di depan pizza yang sangat menggoda itu. Apalagi perut saya sudah bernyanyi-nyanyi protes karena sangat lapar. Saya menunggu sesuatu yang bisa dipakai untuk melahap pizza itu. Iya, saya tahu saya bisa makan pakai mulut. Tapi kan saya nggak mungkin meraup pizza itu pakai tangan saya. akhirnya, saya memanggil beli yang melayani saya. Dia datang tanpa muka bersalah. Di baru tergopoh mengambil pisau dan garpu ketika saya bertanya begini; ini makanan dimakannya gimana?


 

Hoho…! Saya pikir, itu hanya menimpa saya saja. Tapi ternyata teman semeja saya yang makan makanan dengan harga 5 kali harga makanan saya dari stand yang berbeda juga mengalami nasib yang sama. Hal yang sama juga terjadi ketika kami harus membayar. Karena ingin menikmati sunset, kami ingin segera membayar dan pergi setelah makan. Tapi dipanggil-panggil si Mbak dan beli itu, malah asyik mengobrol. Setelah tahu kalau kami ingin membayar pun, responnya luammbbaat banget sampai sunsetnya sudah tidak kelihatan lagi. Dengan bercanda saya bilang ke mbak itu; Mbak, saya tuh keburu karena pingin lihat sunset. Tuh kan sunsetnya dah nggak ada! Balikin!! Hoho…dia hanya tersipu sambil menggerakkan tangannya seperti seolah-olah menggapai kembali matahari yang telah hilang di ujung horizon. Hugh..!


 

Dari semua pengalaman itu saya menarik satu kata singkat tapi sangat penting bagi siapa pun. Bukan hanya buat mereka yang bergerak di bidang hospitality. Kata itu adalah C A R E. Care selalu melahirkan sikap inisiatif dan berusaha memberikan lebih untuk konsumen. Care ini lah yang membuat resepsionist dan room boy hotel tempat saya tinggal bersikap ramah dan hangat yang menyenangkan bagi tamu hotel. Care itulah yang membuat Mbak resepsionis itu pula repot-repot mencari-cari kartu nama Beli Ketut di kamar saya yang saya letakkan entah di mana. Ceritanya, motor yang saya sewa mogok di Nusa Dua karena ketololan saya sendiri. Dan si Mbak resepsionis itu berusaha menolong saya dengan menelepon Beli Ketut yang punya motor tersebut. Tapi dia tidak punya contactnya dan berusaha mencari di kamar saya. Care itu pulalah yang tidak dimiliki oleh Mbak-mbak dan beli-beli di food court yang nggak memberi saya garpu itu.


 

Di dalam bisnis kami, care adalah kunci yang paling penting. Itulah intangibles kami. Bahkan apa yang kami lakukan itu tidak bisa diakomodasi oleh makna care. Karena belum menemukan ungkapannya dalam bahasa Indonesia Abang kami (Big Boss) menyebutnya sehe. Itu bahasa Melayu Pontianak yang saya juga susah untuk menjelaskannya dengan singkat.


 

Kata Pak Rhenald Kasali dalam kuliah umum entrepreneurshipnya yang sempat saya ikuti di Kampus UNAND beberapa waktu yang lalu, ada banyak hal yang dijual oleh orang dalam berbisnis. Ada yang hanya menjual barang saja dan ada yang menjual hal lain yang tidak kelihatan dibelakang barang tersebut. Hal yang intangible tapi bisa dirasakan. Atau mudahnya adalah menjual konsep. Ada juga yang menjual kenyamanan. Nah, sekarang konsep apa yang anda jual? Kalau Kampoenk Jenius, kami menjual nilai (value), care dan kemudahan. Apa pun yang anda jual anda harus memilih kata-kata ini:

  1. Like I care!
  2. Should I care?
  3. Do I care?
  4. I do care!

Dipilih, dipilih!!


 

Nusa Dua, 29 Maret 2011

Tragedi Liburan; I Need Living Reminder!

Akhir-akhir ini saya punya kebiasaan buruk yang rada mengkhawatirkan. Ini adalah masalah dengan ingatan saya. bukan rahasia umum lagi di antara teman-teman saya kalau saya sering meninggalkan benda-benda kecil di mana-mana. Bukan, bukan karena saya suka nyedekahin barang-barang saya. itu karena saya lupa. Iya, saya suka lupa menaruh barang-barang kecil. Saya pernah meninggalkan kamera kecil, hape, kunci motor, dan jangan tanya benda-benda kecil lainnya. Beberapa yang paling parah dan menimbulkan trouble yang menyebalkan banget adalah sebagai berikut; meninggalkan kamera digital untuk wisuda saya 2 tahun lalu gara-gara exited banget pengen nyobain sepatu, ninggalin hape di warnet trus hilang, ninggalin (lagi-lagi) handphone di mobil dan (lagi-lagi) hilang dan meninggalkan kunci motor tertancap di starter di parkiran yang membuat saya menjadi bulan-bulanan sekuriti yang menyembunyikan motor saya.


 

Pada liburan ini saya menyewa motor untuk mempermudah kelayapan di Bali. Liburan di bali memang paling enak pakai motor. Bebas macet dan bisa menjelajah sampai ke pedalaman, ke pantai-pantai yang jarang dikunjungi oleh orang lain. Saya malas banget kalau harus berenang di Kuta dan Legian yang ramai banget itu. Ditamah lagi sebenatr-sebentar; massage please!, cheap watch, very good for you (memangnya saya kelihatan cheap banget ya?), sunglasses, ice cream, drinks, umbrella dan macam-macam penawaran hiruk pikuk lainnya. Saya lebih memilih mencari pantai-pantai baru dan berenang sepuas-puasnya dengan tenang. Capek berenang saya bisa membaca dan tidur nyenyak di atas pasir. Untuk misi menjelajah pantai-pantai dan merasa-pantai-milik-sendiri itulah, sepeda motor sangat penting. Dengan Vario hijau saya kelayapan kemana-mana dengan modal free map dari hotel dan tanya sama Mbah google dan tanya-tanya penduduk. Hasilnya, saya nyasar lebih dari sepuluh kali.


 

Tapi saya tidak akan bercerita tentang pantai-pantai keren itu. Saya akan bercerita tentang ketololan-ketololan saya berkaitan dengan lupa dan meninggalkan sesuatu.

Saya-Sedang-tidak-Bersahabat-Dengan-Kunci-Motor-Tragedy

Tragedi pertama langsung terjadi pada hari pertama. Saya meninggalkan kunci tertancap semalaman di parkiran. Utungnya pagi-pagi masih ada. Hari kedua, lagi-lagi saya meninggalkan kunci tertancap di jok motor di parkiran Nusa Dua. Saya baru ingat ketika saya sudah berenang dan berjemur berulang kali dan sudah menyusuri pantai sampai jauh banget. Begitu ingat, saya langsung berlari sekencang-kencangnya di atas pasir menuju parkiran. Orang-orang melihat dengan heran kepada anak muda ganteng yang lari ngos-ngosan sambil nenteng sandal sepanjang pantai. Sepertinya ini bukan saat yang tepat untuk jogging. Matahari sedang terik-teriknya.


 

Tragedi kedua, masih berhubungan dengan kunci motor. Ketika saya akhirnya menemukan pantai Suluban yang keren banget itu, saya nggak sadar meninggalkan kunci motor tertancap cantik di jok motor. Saya baru ingat ketika saya sudah puas mengambil foto pemandangan-pemandangan cantik pantai berkarang tinggi dan tebing-tebing keren di pantai Suluban. Saya baru ingat setelah saya menyelsikan dua bab buku bacaan saya dan menghabiskan minuman di Edge Café. Begitu ingat, saua sontak berlari kencang menaiki anak tangga yang berkelok-kelok dan tinggi banget. Gempor rasanya lutut saya. Itu yang parahnya, yang ninggalin sebentar-sebentar sih sering banget.


 

Yang paling parah dari tragedy kunci ini adalah saya nggak bisa kemana-mana dan duduk seperti orang miskin banget dan perut lapar karena saya nggak bisa memutar kunci motor saya di jalan menuju Pantai Geger. Ketika mengambil motor itu dari Beli Ketut, dia mengingatkan saya agar cukup mengunci setang saja, nggak usah mengunci penutup kuncinya karen anggak bisa dibuka kembali. Entah karena apa, saya baru tersadar kunci itu ternyata tertutup ketika saya keluar dari Circle K setelah mebeli air. Saya sampai kalap menotok-notok penutup kunci itu dengan batu.


 

Akhirnya saya menelepon hotel dan minta disambungkan ke pemilik motor biar datang ke tempat saya 'mogok'. Setelah menunggu lama dan makan saya dapat ide untuk mencoba membuka pakai kunci motor yang lain dengan merk yang sama. Setelah terkantuk, kantuk di emperan Circle K, saya melihat seorang laki-laki masuk ke parkiran mengendarai Vario. Segera saya hampiri untuk meminjam kuncinya. Dengan senang hati dia meminjamkan kuncinya. Dengan berdebar saya masukkan kunci tersebut dan meutar penutup kunci motor saya. Tara….! Penutup yang dari tadi nggak bergeming sedikitpun walaupun dihantam pakai batu berkali-kali. Ketika saya tengah gembira karena kunci motor saya bisa terbuka, handphone saya berdering. Ternyata beli ketut telah sampai di tempat itu dengan membawa mekanik. Hffhh…..kenapa datangnya di saaat saya sudah selesai dengan urusan kunci itu? Saya harus membayar waktu mekanik yang telah datang jauh-jauh tapi ditak mengeluarkan setitik keringatpun untuk menyentuh motor saya.


 

Saya sebenarnya tahu mengapa saya mudah sekali meninggalkan barang-barang kecil teritama kunci motor. Biasanya karena saya terlalu exiting sama sesuatu. Ketika menjadi bulan-bulanan security, saya terlalu exited dengan jembatan yang berlatar belakang gunung yang indah. Nah, kalau selama liburan ini, apalagi kalau bukan pantainya yang indah? Tapi sekarang saya menerapkan One Minute Checking yang biasa dipakai di kantor saya untuk mengecek hal-hal yang ketinggalan dalam rapat atau sebelum meninggalkan tempat. Sebelum meninggalkan motor saya akan berdiri diam di samping motor meneliti apa yang kira-kira kurang beres, begitu juga ketika meninggalkan kamar dan seblum mengendarai motor.


 

Salah-Jalan-Tapi-Tenang-Tenang Saja-Tragedy

Saya adalah orang yang sangat mudah ingat pada tempat atau jalan. Saya cukup satu kali datang ke suatu tempat dan ketika datang lagi saya tidak akan nyasar. Tapi ketika liburan kali ini, saya sering salah mengambil jalan walaupun sudah diingatkan berkali-kali sama teman saya. Masalahnya adalah saya ini nggak percaya sama orang lain kalau untuk masalah jalan atau hal-hal yang berkaitan dengan 'kelayapan' (baca travelling). Ketika dia bilang belok kanan, saya malah terus lurus, ketika dia bilang lurus nggak apa-apa, saya malah belok kiri. Tak ayal, ini membuat teman saya marah-marah dan nggak mau ngomong sama saya selama perjalanan. Yang menyebalkan, dia pasti nyindir-nyindir kalau saya salah jalan. Efek capek nyetir, nyasar dan panas disindir-sindir saya juga membalas perang dingin dengan tidak menyahuti setiap pembicaraan dia. Perang dingin itu baru selesai ketika kami lapar banget dan harus makan.


 

Gara-gara saya sering nyasar, teman saya selalu bertanya 'are you sure" ketika saya hendak berbelok atau dengan pede tanpa bertanya ke orang-orang arah tempat yang akan kami kunjungi. Karena saya keponya nggak ketulungan, saya selalu menjawab sure dengan mantap. Padahal saya juga nggak tahu apakah ini jalannya benar atau salah. Seperti ketika saya tergoda akan sebuah pantai yang saya goggling yang kabarnya Michael Learn to Rock pernah buat video clip di sana. Saya nekat berbelok yang akhirnya jalan itu mebawa kami ke jalan setapak kecil tapi beraspal bagus dengan jalanan turun tajam tanpa belokan. Ketika menyetir saya berteriak-teriak menyuruh dia tetap tenang padahal saya takut setengah mati karena rem yang saya tarik nggak mempan. Motor itu melaju aja kencang dari puncak bukit,lurus dan langsung disambut belokan di tempat yang datar. Akhirnya ketika sampai di tempat yang datar, saya cerita kepada teman saya itu kalau saya takut setengah mati ketika melaju kencang menuruni bukit itu. Ketika elaju tadi, saya malah ngeri membayangkan motor kami terpeleset dan nyusruk semak-semak berduri di pinggir jalan dan duri-duinya menusuk muka saya. Hiii….!


 

Setelah berjam-jam mencoba satu-satu jalan setapak di tengah hutan yang kami nggak berpapasan dengan satu kendaraan pun kami akhirnya sampai juga ke pantai setelah berkali-kali bertanya kepada penggembala yng kami temui di hutan. Setelah nyasar-nyasar ini, tragedy lain menyusul pula. Apalagi kalau tidak ketinggalan kunci?


 

Saya juga heran mengapa saya pelupa banget akhir-akhir ini. Anehnya, saya malah ingat pada peristiwa-peristiwa yang saya lalui dengan sangat detail. Sampai-sampai si ini duduk di dekat ini dengan baju ini, jeans merek ini, sepatu warna itu dan bicara tentang ini itu. Saya ingat tahun lalu saya ke sini dan melakukan blab la bla dan orang itu bicara ini itu. Saya bisa mengingat peristiwa dengan sangat detail tapi tidak dengan kunci motor. Saya juga sangat mudah mengingat nama orang sampai nama komplitnya. Very bad!

Monday, March 28, 2011

Intangibles; We Create People!




 

"Ada sebutir "X" kecil di dada kiri anda, tariklah nafas dalam-dalam dan tumbuhkan kepercayaan kepadanya" Prof. Rhenal kasali, Myelin"


 

Cuaca tidak begitu cerah siang ini. Bahkan sebelum saya melaju ke Bandara Internasional Minangkabau (BIM), hujan deras dan angin kencang mengguyur kota Padang. Saya sempat khawatir karena jarak antara tempat saya tinggal dan airport cukup jauh. Akan tetapi ketika pesawat landing dan menembus angkasa, cuaca cukup cerah. Dari jendela di samping saya, pemandangan pulau-pulau kecil yang bertebaran dengan pasir putih di bawah sana sangat memukau. Puas dengan pemandangan, saya mulai merenung. Pertemuan dengan Prof. Rhenald Kasali di kuliah umum kemarin, mendapatkan hadiah buku dari beliau, menghadiahi beliau buku, berinteraksi dengan para peserta training saya yang semakin mengasyikkan, team yang bersemangat dan belajar sangat cepat, itu semua cukup membuat semangat dan optimisme saya memuncak.


 

Kemuadian mata saya mulai menyapu kabin pesawat dan memperhatikan beberapa pramugari yang sepertinya sangat familiar. Ada beberapa pramugari yang sering terbang bersama saya. Melihat pramugari-pramugari itu saya kembali teringat buku hadiah dari Prof. Rhenald Kasali. Judulnya Myelin. Sebenarnya saya tidak tertarik dengan buku itu walaupun sering melihatnya di Gramedia karena terpampang di rak display terdepan. Saya sedang mendalami marketing, jadi saya tidak berniat untuk membaca buku beliau walaupun beliau juga berbicara tentang marketing. Saya memilih untuk membaca buku-buku Hermawan Kartajaya. Akan tetapi karena boosting effect dari bertemu dengan belau kemarin membuat saya penasaran dengan isi buku itu. Saya mulai menelusuri kata per kata, kalimat per kalimat dan tidak terasa saya sudah menyelasaikan hampir separuh isinya ketika flight attendant mengumumkan bahwa sebentar lagi pesawat akan mendarat di Jakarta.


 

Intangibles; X Kecil yang Harus Dirawat

An intangible quality or feeling is difficult to describe exactly. Itu adalah kalimat yang saya dapatkan untuk menjelaskan ketika saya mengecek arti kata intangibles di Longman English Dictionary d laptop saya. Istilah ini sangat terkenal di kalangan para eksekutif dan ahli managemen, marketing maupun strategy. Secara singkat intangibles adalah harta tidak berwujud atau yang tidak kelihatan tetapi sangat menentukan kebesaran dan keberlangsungan sebuah perusahaan maupun prestasi dan pencapaian individu. Ia biasa dikenal dalam wujud reputasi atau goodwill. Reputasi ini tidak akan muncul dalam kumpulan aktiva pada neraca pembukuan. Paling tidak itulah yang tertulis dalam buku Myelin yang saya baca. Ia muncul pada kepuasan konsumen, repeating order, brand image dan brand loyalty. Kalau banyak orang yang memilih produk anda walaupun banyak produk yang sama dengan harga yang sama, kwalitas sama atau harga lebih murah, itu berarti intangibles anda bagus.

Intangibles tidak muncul dengan tiba-tiba. Ia muncul dari budaya dan karakter yang dipupuk terus-menerus. Ia besar dengan proses pembelajaran yang panjang. Ia dihasilkan dari proses seleksi hingga training dan upgrading terus-menerus. Ia terus bisa bersaing dengan upgrade yang perawatan yang teratur. Upgrade yang berjalan seiring dengan perkembangan kemajuan teknogi, selera pasar dan ptemuan-temuan dan pengetahuan baru. Tapi yang paling penting adalah ia muncul dari goodwill untuk membangun nilai. Karena ketika sebuah perusahaan ingin membangun sebuah nilai yang sejalan dengan human spirit ia tidak akan berpikir keuntungan materi semata-mata. Ia ingin menanamkan nilai postif, membangun positive culture bagi bukan hanya lingkungan kerja tapi juga bagi customer.


 

Sebuah perusahaan bisa "membajak" orang-orang bagus di sebuah perusahaan dengan intangibles yang bagus, akan tetapi sulit bagi dia untuk menyaingi perusahaan yang dia bajak orangnya itu. Karena intangibles tidak dibangun hanya dengan satu-dua orang bagus akan tetapi dari rasa kepemilikan, teamwork dan kenyamanan bekerja (pemenuhan kebutuhan materi dan non-materi). Prof. rhenal Kasali menulis bahwa pernah ada media yang membajak wartawan-wartawan dan redaktur pelaksana yang bagus dari majalah Tempo. Hasilnya media "pembajak" tadi tidak mampu untuk menyaingi majalah Tempo. Alih-alih menyaingi majalah terbut malah gulung tikar. Oleh karena itu, value yang bagus didapat dari cara dan proses yang baik dengan niat yang baik pula.


 

Blue Bird Taxi dan Intangibles

Daratan pulau Dewata perlahan-lahan semakin jelas di bawah saya. keindahan lekukan pulau dan pantainya memang membuat saya selalu ingin kembali. Matahari jingga di ufuk barat menyorot badan saya membentuk bayangan panjang ketika saya menlangkahkan kaki saya menuju domestic arrival. Langkah santai saya tidak terganggu oleh barang bawaan yang berjibun sepeti penumpang lainnya karena saya hanya mebawa backpack berisi laptop, buku, majalah, t-shirt dan bermuda. Saya langsung berjalan segaris menyibak kerumunan para tukang taxi dan porter yang menawarkan jasa. Dengan langkah pasti saya berjalan kaki keluar dari gerbang airport.


 

Saya tidak pernah naik Taxi di dalam airport ketika di sini. Saya malas berdebat masalah harga dengan mereka. Saya lebih suka berjalan keluar dan menyetop Blue bird Taxi di luar bandara karena memang Taxi ini tidak menaikkan penumpang di dalam Ngurah Rai International Airport. Saya sekarang makin yakin untuk tetap menggunakan Blue Bird setelah membaca buku Myelin prof. rhenal Kasali tadi. Sopirnya sangat sopan dan ramah. Bahkan ada kisah perhiasan senilai 2 Milyar yang ketinggalan dalam taxi dikembalikan oleh supir Blue Bird taxi kepada penumpangnya selain sederet kisah kejujuran lainnya. Para sopir Blue Bird Taxi memang dididik untuk jujur dan professional dalam segala kondisi. Tak heran kalau mereka selalu menjadi Taxi terbaik yang selalu dipilih. Bahkan duta besar Amerika merekomendasikan semua karyawannya untuk menggunakan Blue Bird Taxi karena ia pernah mengalami kisah kejujuran dengan sopirnya.


 

Intagiblesnya "Indonesia Jenius"

Jalanan macet sepanjang Kuta membuat saya punya banyak waktu untuk mengobrol dengan pak Wayan sangsupir ramah yang membawa saya. dia berkisah bagaimana taxi-taxi pesaing semakin menjamur di Bali. Bukan hanya menjadi pesaing, mereka juga membajak brand "Bali Taxi" yang dipakai Blue Bird Group untuk Taxi mereka di Bali. Sekils memang tidak ada bedanya karena semua logo dan warna hampir sama persis.


 

Kemudia pikiran saya mulai membawa saya kepada usaha yang saya jalankan bersama para "pemimpi besar" yang sekarang semakin mendapatkan tempat. Kami mebawa visi besar untuk memajukan pendidikan dengan mimpi yang membuat sebagian orang menggeleng-gelengkan kepala dan mengerutkan dahi tanda pesimis. Kami menempatkan value dan human spirit diatas material profit. Itu karena kami yakin kami sedang mengambil bagian kami dalam membangun peradaban. Akan tetapi saya sangat yakin kami akan sampai di titik yang kami targetkan. Ini bukan hanya keyakinan dengan optimisme kosong.


 

Saya sangat terkejut ketika membaca buku New Wave Marketingnya Hermawan Kartajaya yang sangat mewakili sosok perusahaan kami. Padahal Mr. Yun, pendiri lembaga Sang Bintang School (nama lembaga pendidikan bahasa Inggris kami) belum membaca buku itu sebelumnya. Para kolega saya baru paham ketika saya berkesempatan untuk menyampaikan materi ini dalam pertemuan nasional kami 1 bulan yang lalu. Menurut Pak Hermawan Kartajaya, hanya perusahaan yang membawa nilai yang sejalan dengan human spirit yang akan bisa menjadi besar dan diterima dan dicintai konsumen. Konsumen sekarang semakin pintar. Mereka tidak lagi melihat barang bagus dan harga murah. Mereka mulai melibatkan emosi dan visi yang mereka bawa atau yang mereka setujui.


 

Saya juga mencoba tertatih memahami teori Z dalam manajemen. Dan lagi-lagi saya menemukan SBS di dalamnya. Kami bekerja dengan nilai-nilai kekeluargaan yang sangat kental dengan nilai profesionalisme yang tetap terjaga.


 

Semakin saya belajar, semakin saya cinta dengan pekerjaan saya. saya sangat yakin, keyakinan yang tidak bisa ditawar-tawar, bahwa kami akan menjadi sangat besar. Tentu saja selama semua personel mulai dari eksekutif sampai tim ujung tombak mau untuk terus belajar dan mengupgrade diri baik dari segi pengetahuan maupun skill. Kalau tidak, tidak menutup kemungkinan orang lain 'mencuri' mimpi itu dan bergerak lebih cepat daripada kita.


 

Berkenaan dengan membangun intangibles saya setuju dengan tulisan Pak Hermawan Kartajaya di buku Grow with Character. Beliau mengatakan, ada tiga hal yang harus dilakukan oleh seseorang apapun tugas dan jabatannya. Pertama, menguasai pekerjaan dan menyempurnakan pekerjaan masing-masing. Kedua, mempersiapkan diri untuk jabatan lebih tinggi dan menambah jabatan baru. Ketiga, menyiapkan pengganti untuk dirinya bila ia dipromosi kelak.


 

Matahari pagi di bali hari ini begitu hangat. Di Balok hotel saya semakin hanyut dalam bacaan saya. wangi lamat-lamat dari bunga kamboja yang sedang bermekaran yang mengitari kolam renang di bawah sana begitu membuat pikiran rileks.


 

Kuta, 28 Maret 2011.

Wednesday, March 23, 2011

Tips Membeli Tiket Pesawat Murah


Sebagai (orang yang mengakui dirinya) traveler, saya selalu mencoba mencari tiket yang paling murah dari penawaran yang ada untuk perjalanan udara saya. Banyak orang yang mengkoleksi banyak contact agen penjualan tiket supaya bisa telepon sana-sini untuk membanding-bandingkan harga tiket, atau ada juga yang mencoba menjalin "pertemanan" dengan para agen tiket untuk mendapatkan tiket murah. Saya pun dulu pernah begitu sebelum 'sadar' bahwa dengan "interconnecting era" seperti ini ada cara yang lebih mudah dan murah. Yups, dengan bantuan internet.


 

Semua maskapai penerbangan (at least di Indonesia), punya website di internet yang melayani pembelian online. Nah, menurut pengalaman saya, membeli tiket online lebih mudah dan murah daripada membeli di agen perjalanan. Selisih harga online dan agen perjalan cukup jauh, sampai Rp. 200.000'- Tapi itu kalau kita tahu strateginya. Ini dia beberapa tips membeli tiket online:


 

Pertama, tentu saja kita harus punya media pembayaran yang online juga. Bisa kartu kredit, debit atau ATM. Ada beberapa maskapai yang hanya menerima pembayaran lewat kartu kredit atau debit saja. Atau ada juga yang mengkhususkan untuk debit atau kartu kredit bank-bank tertentu saja. Keuntungan mempunyai kartu kredit, anda bisa cepat nangkap tiket murah dari Airasia karen amemang hanya bisa dibayar pakai credit card. Kalau anda merasa mengurus kartu kredit itu sulit, punya ATM aja cukup. Sekarang siapa sih yang nggak punya ATM?


 

Kedua, pastinya koneksi internet dong. Anda hanya perlu mengunjungi website maskapai yang anda inginkan atau mengunjungi semuanya untuk membandingkan. Kalau mau pakai Lion Air misalnya, anda cukup mengunjungi http://lionair.co.id dan langah selanjutnya sangat-sangat gampang. Segampang menguteki kuku. Segampang mengoleskan pelembab ke muka. Anda hanya diminta untuk mengisi jadwal perjalanan dan rute yang anda inginkan. Setelah itu, tara….! Muncullah jadwal penerbangan yang tersedia lengkap dengan harganya. Anda hanya perlu memilih kelas dan harga yang paling sesuai dengan kantong anda. Kalau saya mencari yang paling murah pastinya. Setelah itu lanjut ke langkah selanjutnya, anda hanya butuh mengisi data pribadi, nomor kontak, email dan pilihan ATM bank yang sesuai dengan kartu ATM anda. Kalau pilihan kartu ATM anda tidak ada tertera di sana, jangan sedih. Klik aja pilihan "Bank lainnya". Tapi selama anda menggunakan bank-bank nasional, pasti akan tertera di pilihan itu. Setelah selesai semua, catat kode booking dan kode pembayaran ATM anda. Biasanya anda akan diberi batas waktu untuk membayar kira-kira 5 jam (ada tertulis di situ kok).


 

Langkah di internet selesai, anda tinggal melenggang gaya ke ATM terdekat. Masukkan kartu anda dan pilih menu pembayaran dan sub menu "Q-pay". Setelah itu tinggal pilih maskapai yang anda booking online tiketnya tadi. Setelah itu anda akan diminta untuk memamasukkan kode booking ATM yang telah anda salin dari internet tadi. Klik, klik, klik, selesai deh. Struk pembayaran di ATM itu akan menjadi tiket anda yang tinggal anda kipas-kipaskan di depan petugas check in di Airport saat anda berangkat. Kalau strukny hilangpun nggak apa-apa yang penting anda masih menyimpan atau hafal kode booking anda. Sebutkan kode booking, anda bisa check in.


 

Nah, itu tadi langkah-langkahnya. Ini ada beberapa tips untuk mendapatkan harga yang murah:

  1. Booking jauh-jauh hari. Semakin lama-semakin murah. Makanya, rencanakan jadwal perjalan anda dengan matang. Jangan sering-sering membuat keptusan melakukan perjalanan di last minute.yah, keculai anda punya banyak uang dan nggak masalah dengan harga tiket.
  2. Usahakan jangan memilih perjalanan pada saat weekend, hari libur, sehari menjelang hari libur atau senin pagi. Paling bagus sih hari selasa atau rabu. Mengapa? Karena pada hari-hari tersebut tidak banyak orang yang elakukan perjalanan.
  3. Kenali dengan baik budaya mudik daerah tujuan anda. Kalau anda ingin ke Pontianak misalnya, usahakan jangan memilih waktu pada buan-bulan masyarakat Chinese sembahyang kubur. Pada saat itu mereka dari seluruh pelosok Indonesia akan mudik ke Pontianak. Jadi harga tiket pun melambung tinggi. Biasa hokum supply and demand.
  4. Nah, kalau mau yang lebih murah, coba pantengin aja website masakapai yang bersangkutan pada tengah malam. Biasanya harganya lebih murah daripada yang di siang hari. Mengapa? Karena mungkin banyak tiket yang sudah dibooking online di cancel alias nggak jadi dibeli sama calon penumpang.


 

Itu dia trik untuk mendapatkan tiket murah. Zaman serba online kayak gini memang memudahkan banget. Makanya, anda nggak perlu takut untuk travelling dan naik pesawat karena dengan bertebarannya budget airlines seperti sekarang ini, harga tiket bus bahkan hanya berselisih harga sedikit saja dengan tiket pesawat. Bahkan dalam beberapa kasus, bisa lebih murah daripada tiket bus. Lagipula, tiket airasia, sering Rp. 0 atau dibawah Rp. 100.000'- tuh. Yang penting rajin-rajin aja pantengin website nya buat "nangkepin" itu tiket. Dengan Rp. 0, anda sudah bisa pergi ke Singapura, Malaysia atau Jogjakarta.


 

Apakah anda juga punya trik buat ngedapatin tiket murah? Share ya!

Thursday, March 17, 2011

Dream Job# Take and Love it!


Apa pekerjaan impian anda?

Eksekutif perusahaan besar dengan kantor luas, mobil dinas, bawahan yang siap bergerak, jam meeting padat, supir yang siap menjemput dan bekerja from nine to five? Atau seorang businessman yang pagi di Jakarta, siang di Surabaya dan sore di Singapura? Atau yang lebih keren lagi, actor terkenal dengan nilai kontrak ratusan juta rupiah untuk satu film? Atau mungkin pemain sinetron kejar tayang dengan tuntutan menangis menye-menye sampai 12 season? Hehe…paling tidak pilihan pilihan pertama dan kedua pernah mampir di otak saya ketika kuliah dulu. Sekarang pun masih kadang-kadang.


 

Apapun pekerjaan impian kita, itu akan sangat menyenangkan kalau kita menikmati dan mencintainya. Apalagi kalau pekerjaan itu adalah hobby kita atau ada hubungan dengannya. Tanpa cinta passion tidak akan muncul apalagi nikmat. Yang ada pekerjaan itu akan menjadi beban yang menghantui.


 

Pekerjaan saya sekarang jauh dari apa yang ada di impian saya dulu. Saya tidak mempunyai kantor luas (tapi berniat memilikinya suatu saat), kendaraan pribadi dan jam kerja nine to five. Saya juga tidak harus setiap hari memakai kemeja konservatif, dasi, celana bahan dan sepatu pantofel mengkilat walaupun sering juga diantar dan dijemput setiap berangkat dan pulang kerja. Dengan mengesampingkan alasan kenyaman saya lebih suka memilih naik angkot. Tapi alasan lainnya sih karena saya tidak bisa menyetir. Sehingga pernah ada dua mobil di garasi nganggur dan saya kemana-mana naik angkot karena yang biasa menyupiri saya sedang tidak ada.


 

Banyak orang yang memimpikan mempunyai pekerjaan yang bisa membuatnya travel kemana-mana dan bertemu banyak orang. Saya mempunyai pekerjaan itu sekarang dan sangat menikmati travelling karena itu memang salah satu passion saya.


 

Ketika banyak orang pagi-pagi sudah rush ke tempat kerja masing-masing, saya biasanya sedang menikmati rutinitas pekerjaan saya. kalau saya tidak tidur lagi setelah rutinitas subuh biasanya saya membaca dan menonton berita pagi. Kemudian saya akan menyambar sepatu olahraga saya dan segera menggerak-gerakkan badan kemudian siap untuk jogging. Rasanya aneh juga jogging pagi-pagi ketika kebanyakan orang sudah berpakaian rapid an terburu-buru berangkat bekerja. Saya merasa seperti melawan arus. Kalau di tempat saya sekarang, saya biasanya berlari menyusuri pantai kemudian melakukan pelemasan sambil memandang laut. Setelah puas berimajinasi di pinggir pantai saya akan pulang untuk sarapan. Sarapan saya simple. Saya akan ke warung tenda di ujung jalan yang menyediakan bubur kacang hijau campur kolak dan ketan hitam kesuakaan saya. satu mangkuk bubur campur dan dua buah pancake khas Padang (mereka menyebutnya panekuik), cukup memberi saya energy di pagi hari. Saya akan menghabiskan sarapan saya berlama-lama sambil memperhatikan orang-orang di sekeliling saya. sok-sok menjadi observer.

Jam 9 an saya kembali ke rumah dan mandi. Kalau sempat luluran dulu dengan lulur kopi dan lavender yang baru saya beli. Banyak yang protes karena mandi saya lama. Saya memang berniat mandi lama karena selain kadang harus luluran, ide-ide saya banyak muncul ketika saya di kamar mandi. Biasanya saya akan langsung berimajinasi dan berencana yang hebat-hebat dengan ide saya itu. Saya memang seorang pemimpi.


 

Ketika orang lain mungkin sedang hectic dengan pekerjaan mereka di dengan file-file yang menumpuk di depan mereka,saya juga mulai membuka laptop saya dan mulai bekerja sesuai dengan rencana dan target kerja yang saya buat semalam sebelum tidur.Efek dari tidak mempunyai atasan yang terlibat langsung dengan pekerjaan saya, saya harus mengatur semua jadwal kerja saya seefektif mungkin. Oleh karena itu saya bisa sangat-sangat sibuk sampai tidak mau ditelepon kecuali oleh ibu saya atau sama sekali tidak mempunyai deadline pekerjaan selama satu hari. Kalau memang tidak ada yang dikerjakan, saya hanya akan membaca dan surfing di dunia maya. Kalau sedang bosan di rumah, saya akan memboyong laptop dan file-file pekerjaan saya ke kafe favorit saya dan bekerja di sana.


 

Kadang-kadang saya juga harus ke kantor dengan pakaian rapi jali ala eksekutif muda. Kadang-kadang saya cukup ngantor dengan jeans dan t-shirt atau lebih banyak T-shirt dengan bermuda alias celana pendek sebetis. Seperti sekarang misalnya, saya kadang-kadang harus ke kantor dengan kemeja dan dasi rapi untuk meeting. Tapi setelah meeting selesai saya akan pulang kalau tidak ada lagi yang harus dikerjakan di kantor.


 

Ketika sore beranjak, barulah saya 'benar-benar bekerja' formal seperti yang lainnya. Saya harus masuk ke kelas untuk mengajar selama 2'5-3 jam atau dua kali dari itu kalau saya harus menghandle dua kelas. Kalau ada peserta training yang masih berkonsultasi dan kadang-kadang hanya sekedar mengobrol, saya kadang-kdang harus pulang jam sebelas malam karena melayani mereka. Saya sangat bahagia bisa menjadi kepercayaan mereka untuk member mereka suntikan motivasi atau memecahkan permasalahan belajar mereka.


 

Terkadang saya juga dilanda mellow, down dan sejenisnya. Akan tetapi ketika saya bertemu kembali dengan peserta training saya, semua down, kesedihan dan saudara-saudaranya menguap bitelan keceriaan dan semangat peserta training saya.


 

Efek dari "tidak mempunyai kantor " membuat saya harus pandai-pandai membuat strategi ketika harus mengadakan pelatihan, upgrading atau meeting buat tim saya. terkadang saya mengadakan training buat mereka di kafe atau outdoor sekalian. Saya pernah mentraining tim kerja baru saya di pinggri pantai sore-sore. Menurut saya itu sangat menyenangkan. Tim mendapat training, pikiran segar. Tapi terkadang saya juga harus menyewa tempat ketika saya butuh tempat yang agak luas untuk tim saya.


 

Menurut saya, semakin lama pekerjaan bisa dilakukan di mana saja. Kemajuan teknologi membuat kita tidak harus selalu duduk di belakang meja. Dalam pekerjaan saya misalnya, saya harus berkomunikasi dengan tim yang tidak berinteraksi langsung dengan saya via internet atau telepon. Akan tetapi memang perlu kemampuan manajerial yang cukup karena semua jadwal dan pergerakan tim diatur sendiri. Bebeda dengan pekerja kantoran yang sudah punya alokasi waktu dari jam sekian sampai jam sekian. Nine to five. Saking besarnya authority saya terhadap pekerjaan saya, saya bahkan bisa membuat sendiri liburan saya kapan. Nah, saya punya rencana untuk memanage pekerjaan tim saya dari rumah saya di desa lereng gunung di Bima sana suatu saat, tim saya di Padang dan saya di lereng gunung di Bima.


 

Bagaimana dengan pekerjaan anda? Do you enjoy it?


 


 

Sunday, March 6, 2011

Padang 5# Eva dan Payungnya



Setelah sekita dua bulan berpindah-pindah kota di Jawa, sekarang saya kembali berada di Padang. Walaupun sempat kena “mellow-attack”, sekarang saya sudah kembali ceria lagi. Nggak usah Tanya kenapa saya kena mellow attack karena itu siklus tahunan saya. yang terang saya sekarang saya sudah bisa menikmati lagi sekelililng saya. Saya sudah bersemangat lagi untuk jogging sepanjang pantai. Saya sudah bisa menikmati lagi hal-hal kecil di sekitar saya lagi.

Ketika selesai dari meeting dengan client hari minggu yang lalu, hujan tiba-tiba turun dengan lebatnya. Angin kencang yang menderu-deru di tengah hujan menambah kesan seram. Perut saya lapar dan kafe plus tempat makan di sekitar kantor klien saya itu nggak ada yang buka. Sepertinya mereka sudah kebanyakan duit. Ketika saya asyik melamun dan imaginasi saya sudah kemana-mana, saya dikejutkan oleh dua orang anak kecil yang datang menawarkan payung. Wow, di tengah hujan deras berangin begini, dua orang anak perempuan datang menawarkan payung. Pandai sekali mereka melihat kesempatan ya? Mereka tahu sekali apa yang dibutuhkan oleh calon konsumen pada saat-saat seperti ini. Walaupun di Jakarta ini hal biasa, tapi buat saya ini menakjubkan melihat dua bocah perempuan menembus huan untuk menyambut kesemptan mendapatkan uang. Apalagi tempat saya berdiri ini sepi dan lumayan jauh dari main street. Akhirnya saya memutuskan untuk memakai jasa mereka.

Terdorong oleh rasa penasaran, saya membuka obrolan dengan anak perempuan yang memayungi saya. saya hanya perlu bertanya nama dan di mana dia sekolah. Setelah itu tanpa sungkan sedikitpun dia bercerita kepada saya tentang sekolahnya, tentang pelajarannya. Dia juga bertanya kepada saya apa pekerjaan saya, di mana saya tinggal, kok bisa sampai di kota ini. Dia juga meminta saya lebih merapat karena air hujan membasahi backpack saya. Nampaknya anak ini cukup cerdas. Perjalanan menuju jalan utama sambil menahan payung supaya tidak diterbangkan angin menjadi begitu mengasykkan mendengarkan celoteh anak kecil ini.

Kita banyak melihat pengamen cilik di jalanan. Tapi pernahkah kita berpikir kalau mereka itu sebenarnya calon entertainer kalau diarahkan degan baik? Di saat anak-anak lain harus didorong untuk pede tampil di depan umum, para pengamen cilik sudah tampil di depan ribuan penonton. Kita sering melihat pedagang asongan cilik yang lantang menawarkan dagangannya, tapi pernahkan kita berpikir bahwa mereka sedang merintis jalan mereka untuk berbisnis. Di tengah usaha para orang tua untuk menanamkan nilai kemandirian dan bisnis kepada anak-anak mereka, mereka sudah berpraktik di dunia nyata.

Mereka hanya perlu disuntikkan motivasi dan pengetahuan tentang apa yang tengah mereka kerjakan. Kita hanya perlu mendukung mereka dengan menitipkan mimpi besar dalam pekerjaan mereka. Karena bisa jadi si pedagang tidak tahu bahwa yang dilakukannya adalah bagian dari berbisnis. Siapa tahu si tukang payung cilik itu adalah salesman jasa yang gemilang di masa yang akan datang. Siapa tahu si pengamen adalah entertainer ulung nantinya. Itulah yang saya suntikkan kepada Eva, nama gadis kecil tukang payung yang melindungi saya dari basah kuyp karena hujan sore itu. Dalam percakapan singkat saya, saya menanamkan motivasi dan mimpi kepadanya. Dengan bahasa anak-anak tentunya.