Thursday, June 30, 2011

Alhamdulillah, I was not Born as A Shopaholic


Saya baru tahu kalau hari ini hari libur resmi. Maklum bukan PNS. Kebiasaan baru saya kalau sedang libur adalah berdiam diri di kamar dengan setumpuk buku atau nonton ulang dorama yang berepisode-episode itu dengan pakaian seadanya. Inilah saatnya menikmati 'the art of doing nothing'. Akan tetapi siang teman ngebuzz YM saya ngajak jalan untuk makan siang. Saya sebenarnya baru selesai makan siang ketika online di YM. Tapi karena ada embel-embel jalannya, saya sambut dengan riang gembira. Tidak sampai 15 menit kemudian saya sudah meluncur bersama dua gadis yang mau makan siang saja mesti ke ujung kota.


Hari libur begini memang orang-orang sedang ingin makan-makan yang berbeda dengan kesehariannya. Di tempat tujuan pertama yang katanya punya sambal hijau ueennnak banget itu makanannya sudah habis. Setelah berdebat mana yang bagus antara fastfood ABC dan Fasfood EFG akhirnya mobil berhenti di depan warung bakso. Hehe…nggak nyambung ya? Tapi begitulah.


Ketika diantar pulang, saya minta di drop di Mega Mall saja. Mau mampir ke supermarket buat beli susu telur sama buah. Saya harus sering membeli susu akhir-akhir ini. Susu yang saya beli paling cuma bisa bertahan sehari setelah ditaruh di kulkas. Saya sering kesal pagi-pagi begitu mendapati kotak susu saya kosong melompong. Entah setan ompong mana deh yang doyan ngembat susu orang. Padahal kan saya sudah siap dengan telur dan bahan-bahan pancake buat bikin sarapan. Hehe…sorry curcol sedikit.


Begitu memasuki pintu selatan mal, saya langsung disambut cowok ganteng yang senyum-senyum mulu. Eits…saya tidak mau digoda cowok lagi. Kucek-kucek mata, eh ternyata si store manager butik langganan saya, Celcius. jadilah saya ditarik masuk butiknya dan dipamerin baju-baju dan jeans keren dengan diskon gila-gilaan. Asem! Padahal kemarin saya sudah bisa menghindari baju incaran saya yang sebelumnya selalu mengganggu pikiran itu.


Jadi ceritanya saya hampir beli kemeja biru yang menurut saya keren banget. Saya sedang berusaha kabur dari warna merah dan variantnya yang banyak menempel di badan saya. Setelah berkali-kali di fitting room, baju itu menempel dengan sempurna di atas kulit saya yang exotic dark caramel itu. Si Mbak pramuniaga sudah membuatkan saya nota dan tinggal dibayar ke kasir. Tuing! Otak saya langsung mengingatkan saya tentang financial planning yang saya buat. Otak saya menang dan kemeja keren tidak jadi dibeli. Lega.


Sesampainya di rumah, si kemeja keren kembali membayang di benak. Saya merasa rugi karena tidak jadi membelinya karena sudah lama saya mencari kemeja seperti itu dan belum dapat-dapat. Besoknya, setelah makan siang saya jalan bareng Mbak Nita dan Kak Dian ke Mega Mall. Saya paksa mereka buat meliat baju yang mengganggu pikiran saya itu. Ternyata kata mereka baju itu biasa banget. Eh, setelah saya lihat lagi, saya juga merasa baju itu tidak telalu istimewa. Jadi dia tidak pantas dibanderol dengan harga segitu. Akhirnya baju itu tidak terlalu mengganggu saya walaupun semua detailnya masih saya ingat dan kadang-kdang suka membayangkan saya memakai blue jeans, blue sling back, blue sneaker plus baju biru keren itu.


Kembali ke butik Celcius. Ternyata saya tidak tahan melihat baju-baju incaran saya itu dibanderol dengan setengah harga. Ah, nggak ada salahnya deh beli satu saja. Lagipula saya tidak punya kemeja warna putih. White good shirt kan the must item for a man's closet ya.


Keluar dari butik itu, saya teringat sama teman saya Indra yang juga pernah sangat menginginkan baju itu ketika kami jalan-jalan di sela annual meeting di tasikmalaya kemarin. langsung saja saya mengirimkan SMS profokatif tentang kemeja itu. Sambutannya singkat dan padat; if you think it's good I believe it's really good. I trust your taste. Take me one.


Kenapa tidak mengabarkan teman yang lain juga. Akhirnya saya mengirimkan SMS serupa dengan bahasa yang berbeda kepada tiga orang teman. Semuanya merespon. Dan satu orang langsung minta dibelikan. Oke, saya harus shalat maghrib dulu biar tenang dan bisa pilih baju bagus.


Kembali ke Butik Celcius saya disambut bahagia oleh teman saya dan gadis cantik temannya yang mengaku berasal dari Padang. Kita panggil saja Uni feby. Gadis cantik ini sekilas mirip Aura Kasih. Memilih ukuran untuk Indra bukan masalah besar. Kami sama-sama penganut ramping itu gagah perkasa. Tapi memilih baju untuk Adhen teman sya yang satunya lagi butuh perjuangan keras, lelehan air mata, kucuran keringat dan genangan darah. Alah, lebay!


Pelanggan butik tidak terlalu ramai. Kesempatan yang tidak saya sia-siakn untuk foto-foto koleksi mereka. Lumayan ada dua model ganteng dan cantik yang oke-oke saja dijepret sama saya. Ngobrol ngalor-ngidul sambil memperhatikan pelanggan yang rewel minta ini itu. Ada yang sudah pas sama ukuran dan model bajunya tapi waranya terlalu gelap. Ada yang warna krem sudah dapat katanya kurang krem. Haha…saya seperti berkaca. Saya juga seperti mereka kok kalau belanja. Sampai adik sepupu saya malas jalan sama saya kalau belanja. Malu katanya.


Ada seorang mas-mas dari tadi mematut-matut baju berbagai model dan warna. Pakaiannya sangat mencolok dengan bentuk tubuh yang dua setengah kali ukuran tubuh saya. Polo t-shirt yang dikenakannya berwarna merah menyala senada dengan headset yang terkalung di lehernya. Celananya bermuda putih selutut. Hoh….Merdeka bung! Tangannya sibuk meraba-raba bahan baju. Di sela-sela raba-rabanya itu entah berapa kali dia keluar masuk fitting room.Puas menggerayangi baju, dia pindah ke jeans dan juga berkali-kali bolak-balik masuk fitting room sepertipenderita diare masuk toilet. Akhir-akhirnya saya juga jadi gatal untuk membantu teman saya meyakinkan kalau pilihan jeans yang dia ambil itu bagus banget. Eh, dia malah curhat.


Katanya dia sudah mutar-mutar ke semua tenant dan department satu mal ini hanya untuk mencari jeans yang dia inginkan. Seleranya langka sekali ya?

Pramuniaga dadakan (saya : Emang cari yang kayak gimana

Mas-mas merah putih : Saya kan lagi nyari yang bisa dipakai ke kantor pas weekend. Jadi, kalau saya pulang kantor saya langsung bisa hang out tanpa harus pulang buat ganti baju dulu.

Pramuniaga dadakan : Yang ini boleh loh. Ini bisa masuk ke casual tapi juga masih bisa dipakai ke kantor (sok-sok jadi fashion advisor)

Mas-mas merah putih : Akyu sudah punya warna yang itu. Maunya yang warna krem gitu.

Pramuniaga dadakan : (mengitari pandangan ke seantero butik dan tidak menemukan warna yang diingini si Mas-mas merah putih). Aha….beli punya saya saja mas. Warnanya sama seperti yang diinginkan mas. Itu keluaran brand bla..bla…. saya jarang pakai karena saya lebih suka blue jeans blab ala bla…(hoho…otak dagang saya langsung main. Tapi jatuhnya mendapat delikan mata dari teman saya. delikan mata yang berarti; hoiii….ini butik loh ya. Bukan pasar loak!)

Mas itu banyak maunya. Saya jadi malas melanjutkan advise gratis saya. Setelah membuat sibuk sesisi butik dengan detail keinginannya yang tidak terpenuhi si Mas-mas merah putih itu akhirnya membeli sebuah ikat pinggang yang menurut saya nggak banget. Hey man…., you need a fashion advisor!


Nah, itu ada mas-mas berlesung pipit manis masuk. Dia langsung terpaku di depan kemeja dengan motif kotak-kotak dan sehelai pullover rajut warna biru yang saya juga ngiler melihatnya. Karena logika saya mengatakan saya tidak butuh pullover di kota yang panas sehingga saya sering membayangkan boleh berkeliaran dengan singlet dan bermuda aja.


Kedua teman saya tidak sanggup meyakinkan si mas-mas belesung pipit manis dengan cambang mirip Lucca Argentero pemeran Giovanni di Eat, Pray and Love. Dia sudah beberapa kali keluar masuk fitting room sampai akhirnya meraih sebuah kemeja kotak-kotak dengan warna yang sangat klasik dari Celcius sama dengan motif bermuda saya. Tapi ternyata dia tidak sreg dengan pilihannya itu karena ia ingin yang warna hitamnya diganti dengan biru dongker. Warna biru dongker dengan ukuran S kosong. Padahal ukuran M itu sudah pas melekat di badan dia. Rupanya dia penganut paham "M = XL seperti saya.


Sepeninggal mas-mas itu kami sibuk ngobrolin dua mas-mas pelanggan rewel tadi. Oopppss…seperti ini juga kali ya, para pramuniaga itu membicarakan saya ketika saya meninggalkan butik mereka. Haha…tapi prinsip saya kan ' what people talk about me is not my business'. Capek kalau harus memikirkan dan menelusuri semua apa yang dibicarakan dan tanggapan orang tentang kita. Entah deh kalau nanti saya jadi presiden kayak SBY yang suka curhat itu.


Setelah berdadah-dadah ria, saya meninggalkan Celcius. Bertambah satu lagi pekerjaan yang ingin saya coba. Kalau ada kesempatan di hari libur misalnya, saya ingin mencoba menjadi barista dan pramuniaga di butik (sebutannya apa ya?)


Begitu melangkah meninggakan Celcius, entah ada magnet apa, kaki saya ringan saja memasuki Levi's store tidak jauh dari Celcius. Bahaya ini. Dan benar saja, the tragedy happened!


To be continued.




Sunday, June 26, 2011

My Pic; Edisi Narsis

Since I have a camera, unofficially i become a photographer. Mean when I'm always in the position to take picture and of course it's difficult to find my picture. However, I don't worry anymore. I teach a friend of mine to shoot. And of course, the object of her learning was me. Here are some pictures she took.


It's me in front of Polytechnics campus


Ready to go to work


Tikha took my picture after meeting.


Wednesday, June 22, 2011

Bahagia itu; Ditampar Bolak-Balik

Sejatinya, kenikmatan sekecil apapun harus disyukuri. Tapi terkadang hati terlalu lalai karena saya terlalu sibuk melihat orang lain yang mungkin menurut saya lebih berhasil dari saya. Saya terlalu banyak mengasihi diri saya sehingga saya merasa malang. Saya sadar akan hal itu sebenarnya. Akan tetapi ketika seorang dear friend mengatakan saya terlalu banyak mengeluh saya mulai bertanya; apa iya begitu? Ketika another dear friend mengungkapkan hal yang sama, saya mulai meraba hati saya. mungkin mereka benar.


 

Saya mulai melist keluhan-keluhan saya. Saya juga mengurut keberhasilan-keberhasilan saya. Ah, rupanya saya banyak mengacuhkan keberhasilan-keberhasilan yang telah saya lalui. Sepertinya saya melalaikan untuk mengapresiasi good work yang telah saya lakukan dan berkutat betapa malangnya saya karena saya merasa mimpi saya masih jauh dan saya mempush semua emosi dan tenaga saya untuk mimpi itu. Saya tidak menghiraukan blessing yang menghampiri setapak yang saya lalui. Saya banyak menumpahkan hal-hal sedih dan keluhan kepada orang-orang dekat saya. Saya telah berlaku tidak adil karena saya tidak berbagi dengan mereka ketika bahagia dan senang menghampiri. Saya tersadar, selama ini saya hanya membagi sisi sedih saja kepada orang-orang terdekat saya. Secara tidak sadar, saya telah membuat self branding sebagai 'tukang mengeluh'.


 


 

Pagi harinya saya memutuskan untuk menelepon ibu saya untuk bercerita tentang keberhasilan saya dalam pekerjaan saya. Saya ingin menceritakan the highest rank yang saya dapatkan dari kantor saya yang baru saya buka karena sempat terucap dalam percakapan dengan seorang teman. Ketika membuka file yang dikirimkan atasan saya itu, saya juga teringat rank sebelumnya yang juga menempatkan saya pada posisi yang layak mendapat pujian. Paling tidak dari diri saya sendiri. Kesadaran itu membuat saya bersemangat untuk melakukan yang luar biasa, not only good but also great. Saya segera melist semua pekerjaan saya dan mulai mengerjakannya satu-persatu. Saya tidak mau hanya bagus, saya ingin luar biasa.


 

Saya semakin tertampar ketika menonton film "Serdadu Kumbang" di Cineplex. Saya nonton film besutan Ari Sihasale itu bareng teman-teman dan seorang teman baru. Saya merasa teman baru ini juga hal yang harus disyukuri. Berawal dari nonton itu, saya dan teman baru tersebut merencanakan ikut teman yang menjadi perantara perkenalan kami jalan-jalan ke Tanjungpinang. Bertambah satu lagi hal yang disyukuri. Jalan-jalan yang sepertinya akan menyenangkan. Hehe…saya selalu menganggap perjalanan menyeberangi lautan itu menyenangkan.


 

Saya juga melist hal-hal kecil yang membuat saya bahagia minggu ini. Saya bahagia karena peserta training saya banyak menunjukkan kemajuan. Saya bahagia karena hubungan saya dengan partner kerja saya semakin menyenangkan. Saya bahagia karena saya banyak mempunyai saudara di kota ini. Saya berbahagia karena saya mendapatkan botol minum Tupperware yang saya inginkan sejak beberapa bulan lalu. Saya berbahagia karena saya mempunyai sahabat-sahabat Rasi Bintang yang selalu mendengar walaupun terpisah oleh jarak. Saya berbahagia karena mempunyai bunda yang selalu menyemangati. Saya berbahagia karena bisa masak bareng abang saya walaupun hanya lewat webcam. Saya berbahagia bisa jalan-jalan cantik dengan teman baru dan saudara. Saya bahagia karena scramble egg sarapan pagi saya hari ini enak sekali. Saya bahagia karena Tika membuat foto-foto yang bagus untuk saya. Saya bahagia karena saya memakai batik dan jeans yang membuat mood saya naik beberapa bar. Saya bahagia karena saya ngobrol bayak dengan Wafin walaupun hanya lewat telepon. Saya bahagia mempunya teman-teman di facebook yang selalu sharing ide-ide dan cerita mereka lewat note sederhana. Saya bahagia karena mengupdate blog saya. saya bahagia karena saya membaca buku bagus. Saya bahagia karena memiliki si Sunshine. Saya berbahagia karena hari ini saya masih menghirup udara.


 

Hmmm…..masih banyak lagi kebahagiaan yang harus saya syukuri. I'm a bastrd lucky guy!

Kalau anda, Apakah anda bahagia?

Monday, June 20, 2011

The Beach



I love beach. For me, it's a most enjoyably place that existence in the words. Therefore, whenever I want to go for holiday I'll choose beach for my destination. Feeling the breeze wind on your face, clear away all the problem that i have. Lucky me, Indonesia has abundant beach surround. Unlike my Abang who always whine about beach but only can visit Bali once until twice a year.

Last week I and some collegial friends were having a good time outing to the the beach. Here are the pic:

Usually it's difficult to find my pic when I go out with friends. It's because I always be a photographer. But this time, I had lot. Thanks to Tika for taking my place being a photographer:)


Free up your step. Feel the breezy, feel the rush of the ocean

Having such kind of veranda like this is just so perfect! It should be you there sitting in my side, Sunshine:)

Jumping into the Blue



Sunday, June 19, 2011

Saturday Night Story; Whether it’s a SWOT or a TOWS We Have to Dream

Saturday Night. What so special of it? It sounds like a pathetic question from a single guy who doesn't have someone to hang out with*lol*. No, it's not about it. In my case, I never been considering a Saturday night as a special night in my life. However, when I was in Malang, I always went to my favorite café, Coffee Time to enjoy life music performances. Do not imagine a crowded atmosphere like you have in the night club or disco. It's a cozy café with tranquil atmosphere and nice people surround. It was a place where I had been my thesis when I was a student. Therefore, the cafés in Malang commonly is a place to serene your soul or to finish your college project. I miss these places so much now.


 

I couldn't find that kind of place here in Batam. Therefore, I planned to spend my time to enjoy the art of doing anything in my place. Having my own created coffee and pancakes until a friend of mine offered me to go with him to a 'remaja mesjid' gathering. He wanted me to share and give a motivation session for them. So, there we go.


 

When I got there, I only found few teenagers waiting. A few minute later, other teenager came. With a bunch of 'gorengan' accompanied I gave them some insight. I just felt that they need to expand their horizon and to know themselves well. When there were some of them couldn't describe themselves, I joked; okey guys you better to introduce yourself to yourself first.


 

Knowing yourself is one of the key to be a success man. Knowing yourself mean you know what do you want in this life and what are your weakness and strength. Based on that knowledge, we can dream what we could be; we can set the strategy to reach that dream. For more sophisticated strategy we can use the classical mapping of SWOT or the more recent one TOWS. I like Hermawan Kertajaya's explanation about this mapping in his awesome book, Grow with Character.


 

These both mapping strategy actually included of same point. What differ between them is in the paradigm. TOWS Paradigm tend to make the make the footing on past. It's a bias. It means, when we list your strength you tend to look back the strength you had in the past and define our strategy on it. SWOT put the strength and weakness (SW) that are the internal aspect for the footing to define the strategy. Therefore, we'll never think out of your condition. We cannot make a breakthrough strategy. You are limited by the weaknesses and strength that you have listed. The strategy we make tends to be a defendant strategy.


 

However, when you use TOWS mapping you put the Threat and opportunity (TO) as a footing to decide our strategy. The strategy that you make is based on the threat and opportunity that always change. Therefore, this paradigm is a future paradigm. Instead of rushing with our weakness and strength problem, we are 'forced' to improve our strength to meet the threat and opportunity. We will think to manage our weakness so we can face the threat and fulfill the opportunities. The strategy we produced is progressive. Though, it hard anyway. However, it's always needed more trial and effort to get the best things, isn't it?


 

However, What I presented to these teenagers in not this sophisticated theory. I just hope that they have awareness about what happen outside. I want them to look outside their window and motivated to involve in the change that happen. I want them to prepare themselves to meet these changes. I want to encourage them to dream high because the fact we found is the higher education we got the lowest dream we have.


 

It's my Saturday night story. What about yours?


 

Saturday, June 18, 2011

Weekend; Second Hand Underwear

Apa arti weekend buat anda? Kalau saya, weekend adalah waktu dimana saya bisa total mengerjakan hal-hal yangsaya suka di luar rutinitas pekerjaan. Itu bisa berarti saya melakukan evaluasi penuh terhadap program kerja saya, merapikan file-file, membuat perencanaan, edit-edit foto, masak, baca buku sepuasnya atau jalan-jalan sendiri buat hunting foto dan berenang. Saya sangat menikmati weekend saya. Akan tetapi weekend belakangan ini saya jarang lagi jalan sendiri. Saya sedang tidak siap untuk menyendiri sekarang. Pengaruh umur kali ya? Ah, tidaklah. Saya kan masih sangat mudaJ


 

Rutinitas weekend saya kalau tidak ada perencanaan spesifik untuk suatu kegiatan sangat-sangat santai dan terkesan malas-malasan. Tapi saya sangat menikmatinya. Kalau kata orang Italia sih, 'Dolce jauh niente' dan dalam bahasa pangeran William kira-kira artinya 'the sweetness of doing nothing'. Terkadang banyak orany yang merasa bersalah karena telah menggunakan waktunya untuk bersenang-senang dan bermalas-malasan. Menurut saya sih rasa bersalah itu muncul karena mereka tidak meniatkan untuk bermalas-malasan dan belum mengerti the sweetness of doing nothing.


 

The sweetness of doing nothing akan bisa dinikmati kalau anda tidak mempunyai tunggakan pekerjaan lagi. Makanya sebelum anda akhir pekan, selesaikan semua sisa pekerjaan anda atau kalau tidak targetkan jadwal untuk menyelesaikannya sebelum masuk lagi ke minggu berikutnya. Jika tidak, alih-alih menikmati the sweetness of doing nothing, anda malah akan dihantui oleh pekerjaan yang anda tangguhkan dalam setiap aktifitas anda. Makanya, ada namanya prinsip penggenapan. Ada banyak kesuksesan dan kebahagiaan yang tidak bisa diraih karena masih ada yang belum genap diselesaikan dalam proses untuk mencapai kesuksesan itu. Mungkin saja itu hanya masalah kecil atau juga mungkin maslah hati.


 

Weekend minggu lalu, saya full jalan-jalan. Pagi harinya, setelah membaca, saya ke flea market untuk membeli tas kamera dan hunting-hunting foto. Ada satu hal yang membuat saya miris, jijik dan sekaligus merasa lucu dan malu. Di flea market yang besar banget dan super komplit itu memang menyediakan kebutuhan apa saja mulai dari perabot, mainan, kitchen set, bunga-bunga plastik dan clothing item dari A-Z. melihatnya saya membayangkan semua barang itu didapat dari mengosongkan satu rumah saking lengkapnya. Hampir semuanya limpahan dari Singapore. Yang membuat saya miris dan harga diri serasa dilecehkan adalah melihat underwear yang juga second hand bergelantungan di sebuah lapak besar yang kelihatannya memang specialist underwear.


 

Dari beberapa yang sempat saya perhatikan sih underwear-underwear buat bapak-bapak itu memang branded. Kalau saya bilang branded, put away that crocodile, GT Man, HINGS from your mind. Itu hanya cocok dipakai oleh bapak-bapak ya. Branded itu ya, 21st, D&G, GAP, Banana Republic, Calvin Klein atau paling tidak Pierre Cardin. So boys, now check out what are you wearing right now!

Walaupun barang-barang itu branded tapi kan second hand alias pernah melekat di kulit orang lain. Bagaimana kalau dia panuan. Bagaimana kalau dia punya penyakit kulit menular. Atau walaupun dia tidak punya penyakit kulit, memakai underwear bekas orang lain itu kan benar-benar merendahkan harga diri ya. Padahal kan harga underwear di pasaran kan nggak mahal. Bawa duit 50 rebu kan sudah dapat yang cukup bagus di department store sana. Atau bisa juga beli yang digelar emak-emak di pasar yang saya sering dengar dari teriakan-teriaknnya sih ada yang 10 rebu dapat dua apa tiga gitu.


 

Hari Minggu saya diajak kumpul-kumpul sama teman dengan para anggota dan simpatisan partainya. Karena saya butuh teman buat ngobrol-ngobrol sekaligus bertemu ustadz saya buat kasi senyum karena paginya n\tidak datang ke pertemuan pekanan, saya sambut dengan gembira. Apalagi kumpul-kumpulnya di restoran sunda. Pastinya bakal bertaburan makanan sunda dong? Dugaan saya benar 100%. Karena banyak yang tidak datang, jatah makanan yang disediakan restoran untuk 100 orang harus dihabiskan oleh beberapa puluh orang saja. Tidak sanpai setengah dari target.


 

Setelah mabuk makanan sunda, saya diajak jalan sama teman. Dia mengajak saya melihat-lihat ruko yang akan jadi calon kantor kami yang baru. Setelah itu saya diajak untuk melihat Singapore dari pantai. Melihat bangunan di Negara seberang yang hanya tampak siluetnya karena mendung, saya teringat barang-barang di flea market kemarin. Saya merasa miris karena orang-orang Singapore sehari-harinya memenuhi mal-mal di sini untuk berbelanja. Setelah mereka bosan engan barang-barang yang mereka beli di Batam, barang-barang itu dilempar ke bursa barang loak dan dilempar kembali ke Indonesia utuk diperebutkan oleh sebagian masyarakat kita.


 

Itu cerita weekend saya. bagaimana cerita weekend anda?


 

Friday, June 17, 2011

We See the Same Sun

Kemarin sore setelah ngantor saya jalan sama teman. Judulnya belnja mingguan buat saya dan mengantar teman saya berbuka puasa. Saya sendiri dengan bodohnya melewati pusa yaumil bidh padahal saya juga belum makan makanan berat dari pagi. Itu kan sama saja dengan puasa. Setelah selesai berbelanja, kami berniat untuk shalat maghrib terlebih dahulu, baru berbuka dan sekaligus makan malam buat saya. tempat shalat favorit kami kalau sedang berada di Mal ini adalah di Mushala pelabuhan Internasional Batam Centre. Mushalanya adem, ruang buat cowok dan cewek terpisah jauh dan suasananya lebih terasa mushala daripada mushala di mal yang panas dan pengap. Masa mal segede itu tidak menyisakan sedikit saja ruang yang nyaman untuk shalat?


 

Kalau buat saya, ada satu alasan lagi yang membuat saya suka sekali shalat di mushala pelabuhan ini. Saya suka melihat semua aktifitas orang-orang yang lalu lalang sambil menarik luggage besar keluar dari pintu arrival ataupun terburu-buru masuk menuju pintu departure. Saya suka memperhatikan orang-orang yang menunggu sambil sebentar-sebentar matanya tertuju kepada layar yang menayangkan jadwal perjalanan ferry di pelabuhan ini. Batam-Singapore, Batam-Johor dan sederet rute perjalanan lainnya.


 

Berjalan di antara orang-orang yang bergegas dengan koper besar dan backpack di punggung membuat saya merasa dalam arus yang bersemangat. Saya tiba-tiba rindu untuk segera travelling lagi. Saya sudah ingin terbang lagi. Melihat kesibukan di konter imigrasi membuat saya tersentak mengingat mimpi-mimpi saya untuk segera pergi ke Lausanne. Walaupun teman saya sudah menyuntikkan bergalon-galon logika agar jangan membatasi diri dengan Swiss saja, saya masih juga menenpatkan Swiss sebagai Negara tujuan saya untuk belajar. Ada satu penghubung yang kuat antara saya dan Negara itu.


 

Oke, saya tidak sedang membatasi diri. Saya sedang berjuang untuk mengejar yang terbaik. Saya sudah mulai membuka diri kok untuk mencoba kesempatan ke Negara-negara lain. Seperti kata Abang saya; Look outside your window! We see the same sun, don't we? Dimanapun saya berada saya melihat matahari yang sama dengan orang-orang yang saya sanyangi.

Thursday, June 16, 2011

Brighter Day




It was very nice days for me lately after facing very hard days that resulted by the battle in my soul and mind. Two days ago I was so down that make me crying alone in the balcony while seeing the full moon above. What I could do was just calling my mothers, my sister and my lovely friends. Thanks to them for listening my lamentation. I felt better afterwards. But still, I couldn't clear the slate of sorrow in my soul. The sorrow resulted by lot of problems that accumulated in a big storm inside my soul. Being a single 20 something guy with a lot of dream to chase while you don't have someone to lay down your head is very hard.


The next day. I was stuck on some reports and paper files when a buzz sound on my laptop rang. Spontaneously I move my eyes to see. Once I saw the YM window and knew who was buzzing, a perfect line of smile appeared on my face. It was from my Abang who hadn't online this last three days. He told me that he has only 2 minutes before going to the work to say hello and cheers me up. What he said is actually just a simple things; "Hey! It's nice morning here, the sun shining so bright!" Look outside your window. We see the same sun, don't we?"


These words were like a magic mantra for me. The simple words and general truth that everybody knows. A simple words sometimes will be a very special words that you make it as a mantra when it comes from a certain person. What I did next was rushing to the shower and pampering myself with the smell of my favorite soap, masked my face with facial scrub and rubbing all over my body with a very good smell body scrub. Clear away that sorrow, clear away that worry! Back to the room, I chose the best jeans and batik I have. Minutes after, I found myself in a batik shirt and new jeans of mine. All was matching up from top until toe. I took the best fragrance and sprayed to my wrists, arms and my neck.


These words and my outfit boosted me into very good mood. The combination made me smile along day. I smiled when I was on the ojek to meet my friends in his office. I smiled when I was walking in the mall's runway. And I kept on smiling when I was having my late-lunch in the mall's food court. The next table girls looked me with strange look. But who care, I was on my very good mood to be happy today. My principle is when you get happy, celebrate it and never keep it for tomorrow because you don't know whether or not that smile still exists on your face tomorrow. Today is your day.


Sometimes many people-and I have to admit, It's me too-, so worried about what will happen tomorrow. Worrying about the future that you don't even know whether you'll be there or not is stupid. But it's human. We are cursed with this feeling haunted our life. I could propose these positive words because I get over that situation. However, when I was in that so called 'soul-storm', I was surrounded by the negative aura that made me decline all the positive thought came to me. What I used to do in that condition is just let it be and give the time to freeze up. And if I couldn't stand on it, I'll call my close people.


The day after. Call me a bastard lucky guy. I'm so blessed to have bunch of kind heart friends wherever I travel. In this city, these friends are my colleague in my work. Today, we decided to go for an Island trip across the small islands scattered around Batam city. This small island-industrial city, are surrounded by hundreds small pure island. I wish to sail around one day. Our trip ended up in the end of road which took us to the sea shore with mangrove trees and small bungalows on the water. The bungalows and land linked by the wooden bridge path. I felt my feeling so free and fresh. I never enjoyed my previous trip here like I did in this trip.


First, I presented some insight about management related to our works to my friends. I just wanted to give them the insight about what we are facing now and where our destination will end. We can predict what happen but we don't even ensure how it will be. Therefore, what we need to do is just trying to do the best things in your position now because the future is an accumulation of what you have done, what you do and what you will do. The future is a result of past and present.

Once I finished my speaking, I undress my outfit and jumped into the sea. As an Indonesian we are blessed with the seas surrounded our land. As my gratitude, I swam and jumped enjoying the warm clear water. It was a very great trip!


Sunday, June 5, 2011

Pencuri, Parfum dan Jeans

Tidak terasa saya sudah 3 minggu tinggal di Kota Batam. Walaupun kota ini begitu berkesan dengan keramaian industri dan pusat perbelanjaannya, saya belum menemukan soul kota ini yang sebenarnya. Saya masih bingung mengidentifikasi. Menurut saya yang tampak masih sangat artificial. Maksud saya saya belum menemukan sesuatu yang menjadi ciri khas kota ini selain wujud fisiknya. Misalnya kalau saya menyebut kota Jogjakarta, orang akan langsung merujuk ke kebudayaan jawa, mahasiswa dan kreatifitas. Ketika menyebut Malang, asosiasi yang muncul adalah adem, damai, murah meriah dan ceria. Kalau saya menyebut Padang, otak saya akan langsung menyambut dengan well dressed people, makanan padang, uda, uni (selain gempa ya). Apa karena di sini saya kurang gaul ya? Atau memang kota ini masih sangat muda dan sedang membangun 'soul'nya?


 

Berbicara mengenai cirri khas yang membuat sebuah kota tidak terlupakan seperti Jogjakarta menurut saya bukan lewt fisik. Ciri khas itu terbangun dari budaya dan keseharian penduduk sebuah kota. Nah, budaya keseharian itu yang belum saya temukan di sini. Banyak sih orang yang nongkrong di di café-café di mal, tapi rasanya kok berbeda dengan nogkrong di kafe di Malang ya? Padahal kan kafeya lebih keren. Nah, satu lagi. Di sini hampir semua kegiatan berpusat di mal. Kafe-kafe berpusat di mal. Setiap hari mal selalu penuh dan akan menjadi sangat sesak pada akhir pekan dan hari libur.


 

Anyway, ada banyak hal yang saya alami selam tiga minggu di sini. Salah satunya saya kehilangan beberapa barang dan sejumlah uang. Saya kehilangan dalam waktu yang beruntun.

Yang pertama saya kehilangan uang yang saya letakkan di dalam kantong rahasia tas saya. Sudah menjadi kebiasaan saya untuk selalu menyisihkan uang di laci tas atau diselipin di kantong dompet yang jarang dibuka. Tujuannya sih untuk persediaan kalau butuh duit yang di luar budgeting.


 

Awalnya saya tidak mengindahkan raibnya uang itu karena saya pikir mungkin saya lupa telah mengambilnya. Tapi hari kedua, lagi-lagi uang hilang. Masih di kantong yang sama, tapi kali ini di dalam dompet bukan dalam amplop. Saya mulai yakin kalau ada pencuri yang memasuki kamar saya. tapi kapan? Dan yang diambil kok uang saja (hoho…saya tidak mengharapkan dia mengambil lebih)? Barang-barang yang lain tidak disentuh. Saya juga mulai ragu-ragu. Tuyul itu benar-benar ada ngak sih? Pikiran itu muncul karena pintu kamar saya tergembok ketika saya meninggalkan kamar.


 

Saya segera mengecek gembok dan menemukan gembok sedikit tergores seprti pernah dibuka paksa. Tapi dasar pikiran saya terlalu positif. Mungkin saja gembok itu tergores dan agak bengkok karena saya benturkan. Ah, itu sih bukan pikiran postif tapi terlalu polos dan bodoh.


 

Sehari setelah kehilangan uang, saya mendapat teman baru, fotografer. Sama-sama baru juga di Batam ini .dia datang dari Jakarta. Ketika saya tengah was-was karen ameras atidak aman dengan kamar saya, dia mengajak saya pergi berenang. Ajakan yang saya sambut dengan gembira karena say suka berenang. Sangat menyenangkan mendapat teman baru dengan hobby yang sama di mana saya masih merasa asing.


 

Setelah seharian berenang plus steaming di sauna, saya kembali ke rumah. Begitu membuka kunci kamar dan membuka pintu, perhatian saya langsung tertuju ke meja. Jantung saya langsung berdegup kencang karena saya tidak menemukan modem Aha milik saya. sambil menenangkan diri saya segera memeriksa segala penjuru kamar sambil mengingat-ingat di mana saya menaruhnya. Saya ingat persis detail kejadian tadi pagi sampai pada adegan saya menaruh modem saya di atas laptop.


 

Oke, sampai di sini saya yakin kalau pencuri itu adalah salah satu penghuni rumah ini. Saya menganalisa semua kemungkinan pelaku. Dan saya curiga kepada anak kedua ibu kos yang baru mau masuk SMP. Tapi hati saya membantah. Dia terlalu manis dan baik untuk menjadi pencuri. Benak saya yang lain membantah; dulu di sekolah yang menjadi biang semua kehilangan adalah seorang anak yang manis dan baik hati pula. Mungkin dia klepto benak saya menguatkan.


 

Malam itu saya menggendong backpack laptop saya menuju warnet di ruko depan kompleks. Tas kamera saya sandang di pundak. Saya tidak berani meninggalkan barang berharga di dalam kamar. Pokoknya mala mini saya harus online karena sudah janjian dengan abang Swiss saya. dalam chat session mengalirlah cerita kemalangan saya. Abang saya menghibur saya plus menakut-nakuti kalau pencuri itu akan masuk ke kamar ketika saya tidur dan mengapa-apakan saya. Hiiii…..saya jadi parno sendiri.


 

Setelah menakut-nakuti saya, Si Abang menghibur dengan menjanjikan akan mengirimkan saya sepuluh parfum yang bisa saya pilih sendiri. Dasar saya. demi mendengar janji itu, kekhawatiran dan kegalauan akan kehilangan tadi langsung sirna. Di otak saya langsung berkelebat kata-kata cartier, Gucci, Channel, Bvlgary, Versace, Prada, Prada, Dolce & Gabbana dan PacoRabbane, sederet merek parfum lainnya.


 

Aduh, saya membayangkan kalau saya adalah seorang raja. Saya bergidik membayangkan ada utusan Negara musuh datang kepada saya dengan hantaran berupa-rupa jenis parfum dengan tujuan meminta sebagian wilayah kekuasaan saya. Halah! Itu sih nggak mungkin juga lah. Pikiran konyol. Kalau saya seorang raja tentu saya akan membeli setiap ada parfum keluaran terbaru. Bahkan saya akan member beasiswa kepada rakyat saya yang berbakat untuk belajar langsung kepada para master perfume di Perancis sana agar bisa menjadi perfumer handal dan membangun brand sendiri dan membuat parfum special buat saya. Haha….! Raja yang aneh.


 

Setelah pulang dari warnet dan tebuai dengan deretan parfum yang dijanjikan oleh abang saya, saya langsung rebah dan tertidur. Keesokannya ketika saya sudah rapid an wangi, saya meraba kantong Yves Saint Laurent tempat saya menaruh cincin perak cantik hasil berburu ke Koto Gadang pada Sumbar trip kemarin. Seketika detak jantung saya berdegp lebih kencang. Cincin itu tidak ada. Padahal cincin itu keren banget dengan 3 batu giok bening kecil-kecil yang mengiasinya. Itu cincin perak dengan karat tertinggi yang pernah ada, 9,65 karat.


 

Kembali saya menelepon teman saya dan dia langsung menyarankan say apindah kos. Dia akan mencarikan buat saya. mau pindah kos rasanya berat juga. Saya sudah kerasa dengan suasana kos ini. Akhirnya siangnya saya dijemput dan diajak jalan sama teman saya itu tour dari mal ke mal. Rupanya dia ingin menghibur saya. terharu biru saya dibuatnya. Karena hiburannya adalah makan-makan dan jalan ke mal, jadilah saya membeli jeans incaran saya sejak kemarin. Padahal saya membatalkan membeli jeans itu setelah nota ditulis sama pramuniaganya. Haha…rupanya jeans itu memang ditakdirkan untuk saya. Memikirkan jalan cerita jeans itu, saya memutuskan untuk langsung memakainya begitu selesai membayar di kasir. Jeans baru menaikkan keceriaan saya beberapa bar lagi. Saya juga membeli buku fotografi yang mahalnya amit-amit itu.


 

Perjalan meghibur saya malam itu berakhir di hadapan kepiting raksasa yang sedang sial menjadi santapan saya.


 

Besoknya saya langsung melapor ke pemilik rumah tentang kehilangan yang menimpa saya. ekspresi si ibu sangat kaget. Dengan segera dia memanggil anak sulungnya dan menyeretnya pergi. Sejam kemudian dia kembali dan meminta maaf karena belum menemukan modem saya yang rupanya diambil oleh anaknya itu. Saya kecele. Saya malah mengira pencurinya si anak kedua yang pendiam dan manis. Ternyata si anak sulung bertampang masam dan preman itulah pelakunya. Kali ini saya harus bilang; do judge the book from its cover!


 

Sampai sekarang, saya sudah mencoba untuk mengikhlaskan kehilangan yang menimpa saya. Si pencuri itu sekarang tidak pernah muncul lagi di rumah ini. Dia diusir dari rumah oleh ibunya dan si bapak tidak tahu. Keluarga yang aneh. Si ibu tidak mau memberitahu si bapak karena takut anaknya bakal disiksa oleh si bapak. Lah, kalau kayak gini? Bukannya lebih menyiksa. Mengusir, kemudian membiarkannya tumbuh liar dengan masa depan tidak jelas. Saya ragu, sayang nggak sih dia sama anak-anaknya.

#

Sebenarnya saya bingung saya menulis apa. Berpanjang lebar dengan ujung dan pangkal yang tidak nyambung. Saya hanya sedang menumpahkan apa yang ada di otak saya sekarang.

Friday, June 3, 2011

Omelan buat Celcius Fashion dan Marketing 3.0


Tempat tinggal saya di kota ini dekat dengan sebuah mal besar, Mega Mal namanya. Walaupun Mal ini besar dan terletak di pinggir pantai, malnya nggak asyik. Hanya ada dua hal yang menarik di sini menurut saya; Coffee Town dan Butik Celcius. Mal ini mempunyai pintu yang langsung terhubung dengan pelabuhan internasional batam centre yang ramai dilewati orang yang datang ataupun pergi ke Singapore. Setap hari, warga Singapore dan Malaysia datang berbelanja ke mal ini. Lucu ya? Orang Indonesia suka belanja ke Singapore dan orang Singapore kabur belanja ke Indonesia. Memang, rumput tetangga selalu lebih hijau.


Tadi malam, sepulang dari Extra day buat beberapa peserta training, saya langsung meluncur ke Mega Mal buat belanja bahan makanan untuk sarapan harian saya; roti, telur dan susu. Sarapan ala bujangan banget! Ketika mau pulang, saya bertemu teman serumah yang store manager Celcius, butik pakaian jadi asli Indonesia. Karena saya suka koleksi bermudanya dan sering menyambangi butiknya di beberapa kota, saya ngobrol-ngobrol dengan dia tentang butiknya. saya cerita kalau saya susah sekali mendapatkan informasi tentang updatean koleksi maupun informasi tetang keberadaan butiknya di suatu kota yang baru saya kunjungi. Misalnya di Bali kemarin, saya sampai nyasar masuk ke kafe dengan nama yang persis sama. Padahal teman saya yang orang swiss itu ngebet banget pengen punya bermuda celcius seperti yang saya pakai.


Setelah susah payah tanya Mbah goggle pun saya hanya sampai di sebuh situs yang berisi tentang informasi korporat yang membawahi butik ini. Parahnya lagi, updatenya entah kapan. Intinya saya cerita ke si store manager ini kalau internet itu bisa jadi sarana marketing yang bagus. Apalagi dengan maraknya penggunaan situs jejaring social semacam twitter dan facebook. Belum lagi media youtube yang bisa membuat orang biasa menjadi bintang tanpa perlu casting.


Setahu saya, banyak sekali clothing line besar dengan brand yang sudah melekat di hampir semua penduduk bumi menggunakan media online untuk berpromosi. Levi's misalnya. Brand ini sampai membuat fasilitas untuk meng-costumize sendiri ukuran jeans yang diinginkan. Malahan mereka membuat kompetisi film pendek tentang produk mereka. Tujuannya tentu saja satu; membuat konsumen punya ikatan emosi dengan brand ini yang akhirnya konsumen tadi menjadi konsumen loyal yang rela menjadi 'marketer' buat produk ini tanpa diminta.


Di Indonesia sendiri, penggunaan media online untuk media marketing sudah sangat gencar. Bahkan ada banyak toko yang hanya memanfaatkan facebook sebagai 'tempat'nya. Sampai sebuah produk sepeda motorpun menjual online produknya. Semua berlomba-lomba untuk menerapkan low budget high impact marketing. Semua berlomba-lomba menjadi top of mind di benak konsumen yang semakin 'connect'.


Seiring dengan perkembangan 'konektivitas' antar manusia dengan dunia online yang real time, landscape marketing pun berubah. Kalau dulu, orang membeli barang karena harga dan kwalitas. Barang Bagus berharga terjangkau dikejar-kejar. Jadi strategi marketingnya cukup dengan permainan harga.Pada tahap ini marketing masih marketing 1.0. Tapi setelah itu orang mulai mengedepankan ego dan prestige. Barang bagus dan harga murah belum tentu dibeli kalau tidak mampu menyentuh emosi konsumen. Makanya banyak produk berlomba-lomba mengiklankan produk mereka dengan model-model dan public figur yang merepresentasikan idealitas konsumen dalam hidup mereka. Pada tahap ini marketing sangat high cost karena dilakukan lewat mass media konvesional dan memakai public figur yang berharga selangit. Marketing pada tahapan ini disebut Marketing 2.0.


Ketika hampir semua orang interconnected dengan media internet, pikiran orang semakin terbuka. Informasi-informasi mudah diakses. Pertukaran pikiran tidak lagi mengenal batas teritori dan perbedaan waktu. Pergeraan opini semakin semakin cepat. Perubahan semakin tidak terprediksi. Konsumen pun semakin pintar. Mereka tidak lagi membeli barang karena pengaruh brand semata. Konsumen yang brand minded menjadi snobbish consumer. Smart consumer bermunculan. Mereka tidak lagi membeli sebuah produk karena semata-mata harga dan brand. Mereka mulai mempertimbangkan nilai apa yang dibawa oleh sebuah produk. kalau nilai itu mengusung human spirit, mereka akan mencintai produk tersebut dan malahan mereka tidak akan menjadi konsumen semata. Mereka juga akan menjadi 'marketing agent' yang dengan sukarela mempromosikan produk tersebut kepada orang lain. Era marketing ini disebut marketing 3.0. Media internet menjadi media utama untuk marketing. Strateginya pun mulai melibatkan konsumen, mulai horisontal. Konsumen tidak hanya dicekoki tapi diajak berpartisipasi. Rasa keterikatan konsumen kepada sebuah brand pun semakin erat. Makanya Levi's mengadakan short movie competition untuk tetap memantapkan brand mereka di benak generasi kreatif, anak muda. Kelihatannya sih itu bukan marketing padahal sebenarnya itulah marketing yang paling efektif.


Brand-brand besar mulai menggaung-gaungkan visi mereka ke tengah konsumen. Makanya, ada yang mengusung go green, Nokia dengan human tools dan connecting people, Levi's yang mendorong youth creativity dan sebagainya. Ada yang sebatas mempercantik kata-kata di iklan tapi banyak juga yang langsung konkret membangun 'peradaban'. Nah, menurut para ahli managemen strategi dan ahli marketing, perusahan yang akan bertahan adalah perusahaan yang membangun peradaban atau mendukung human spirit tadi.


Lah, mengapa pula saya harus ngomel-ngomel seperti ini? Toh itu perusahaan orang lain kan. toh, mereka tetap bertahan dan bisa punya butik di mana-mana kan? Saya bukannya mengomel, saya hanya gemas saja karena susah mendapatkan updatean bermuda dari brand itu. Saya juga sebal karena gagal membuat bermuda itu melanglang sampai ke swiss menjadi busana musim panas teman saya itu. Kalau sampai teman saya memakai celana itu keluyuran di Swiss kan, paling tidak ada orang yang tertarik sama celana itu dan tanya beli di mana. Otomatis, produk Indonesia jadi terkenal sampai ke Swiss kan?


Sebenarnya saya hanya gregetan karena masih ada gitu orang yang tidak memanfaatkan media murah meriah bernama internet untuk merangkul konsumennya. Sepertinya mereka perlu diberi petuah sama Mbah Hermawan Kartajaya dulu deh. Atau kalau mengundang saya juga boleh, Bratis kok. Cukup kasih voucher belanjadi Celcius saja.


http://erikmarangga.blogspot.com