Saya baru punya waktu buat menikmati “the art of doing nothing “ lagi. Sudah lama saya tidak menyendiri bertapa di kamar saya membaca dan edit-edit foto hasil jepretan saya. Setelah memberikan coaching pagi tadi, saya langsung kembali ke kamar dan mendekam sampai besok pagi kelihatannya. Saya hanya keluar lagi sore tadi, makan dan belanja di Hypermart. Sendiri. Mau ngajak Iqbal, dia sedang galau (katanya). Bungkus biscuit keju mulai menumpuk menandakan saya sudah ngemil banyak. Mug besar saya sudah tandas. Tadi berisi cappuccino. Tidak berani nambah lagi. Takut nggak bisa tidur. Saya resmi kembali rutin minum kopi setelah sempat ‘cuti’ panjang.
Saya jarang update dan menulis
belakangan ini. Tidak ada postingan tahun baru. Tidak ada note-note di
facebook. Padahal boleh dikatakan sejak bulan November tahun lalu adalah
hal-hal besar dalam hidup saya terjadi. Dan juga menjadi hari-hari paling
galau. Galau? Iya, saya ngaku, saya pernah keluar masuk pusaran galau
belakangan ini. Ada banyak kebimbangan. Tapi Alhamdulillah, saya tidak
dinobatkan menjadi Mr. Bimbang 2011. Berikut adalah beberapa kronikel yang saya
ingat;
Memilih
Saat itu saya berada nun jauh di
ranah minang sana karena urusan pekerjaan. Sampai saya tiba-tiba disadarkan
akan umur saya dan saya masih punya mimpi yang harus saya kejar. Saya sangat
mencintai pekerjaan saya dan juga mencintai setiap business tripnya. Tapi justru
business trip itu ternyata menghambat mimpi saya yang lain. Saya harus tinggal
di satu kota dan fokus mengejar mimpi saya; sekolah lagi. Akhirnya keputusan
besar di ambil. Saya mundur dari posisi saya sebagai Regional Manager dan
terbang ke Bali seminggu kemudian. Saya benar-benar menikmati Bali holiday saya
dan menuemukan hal-hal baru. Selalu ada yang berbeda di Bali.
Back to Malang
Sesuai dengan keinginan saya
setelah resign dari posisi saya sebelumnya, the big boss menempatkan saya di
Malang. Saya langsung ngebut mengupgrade TOEFL untuk mempersiapkan mengejar
beasiswa dan langsung apply salah satu program. TOEFL ini membawa saya ke
Jogjakarta buat test di sana karena yang terdekat yang sesuia dengan deadline
saya adalah di sana. Sambil mempersiapkan TOEFL saya mengisi training yang
sedang berlangsung di kantor Malang. Dan kelas ini member saya peserta yang
menjadi sahabat juga bagi saya. Hari-hari kosong banyak disi dengan jalan
bareng, makan bareng, masak bareng di rumah salah satu peserta, hunting foto,merayakan
ulang tahun heboh salah satu peserta, berperahu di selorejo untuk pertama
kalinya, latihan vocal (baca; karaoke) dan beberapa kegiatan khas anak muda
lainnya. Sampai-sampai kami punya kelompok arisan dengan misi utama;
backpacking ke luar negeri!
Satu hal yang belum saya lakukan
adalah belajar bahasa Perancis karena Oscar teman saya yang dosen muda nan
pintar di kampus tetangga yang rencananya akan belajar bareng itu keburu
berangkat ke Thailand untuk fellowship.
Bali Lagi; Big project!
Setelah program training yang
saya tangani selesai, saya berangkat ke Bali. Keberangkatan ke Bali kali ini
sangat berbeda. Selain ditemani oleh Nandar, sepupu saya, misi yang diemban
juga sangat besar. Saya juga menikmati perasaan menjadi “regular balinesse’
dengan tinggal di rumah teman setelah nandar kembali ke Malang.
Ceritanya, ketika saya berjibaku
mengejar beasiswa, abang saya khawatir kalau saya gagal. Maka, dengan baik hatinya
dia menyarankan untuk membuat plan B yang awalnya saya tentang habis-habisan
karena saya tidak ingin punya pilihan lain selain lolos beasiswa. Tapi akhirnya,
setelah argumentasi logis dan perdebatan panjang, saya menuruti sarannya. Bentuk
plan B itu adalah; sebuah bisnis di Bali yang sebelumnya sudah di explore di
internet.
Maka, misi saya kali ini adalah
survey. Setelah berlagak menjadi bos besar yang diantar ke sna ke mari untuk
melihat-lihat akhirnya misi itu mengerucut menjadi sebuah pilihan besar dan
sulit lagi untuk saya. Apakah itu gerangan. Jreng, Jreng, jreng…..! Mengambil
alih sebuah hotel. Oke, kata hotel sepertinya mengandung besar, megah dan
kompleks. Saya rubah saja menjadi hotel kecil.
Saya tidak pernah punya mimpi
untuk memanage sebuah hotel atau sebangsanya. Saya ingin menjadi seorang
akademisi dan juga melanjutkan karir di pekerjaan saya yang sekarang. Manusia memang
dikutuk untuk terus memilih. Akan mudah urusannya ketika pilihan yang dihadapkan
adalah baik dan buruk atau bagus dan tidak bagus. Lah, saat ini saya
diibaratkan tengah disuruh untuk memilih antara pour de homme dari chacharel
dan Higher Energy dari Christian Dior. Antara I-pad dan Galaxy Note. Antara Alexandre
Christie edisi Saphire Classic dan Casio edisi Beside. Antara si Penghuni Puri
dan si Sinar Surya. Oke, itu terlalu menggampangkan dan lebay. Maafkan saya. Yang
jelas, saya galau edisi kedua (apa ketiga ya?).
Pulang ke Desa
Mumpung sedang berada di Bali dan
menunggu perkembangan hasil yang sudah saya lakukan di Bali, saya memutuskan
untuk mengunjungi ibu dan saudara-saudara saya di Bima. Saya menikmati waktu
saya seperti ketika masih SMP dulu. Mengurus ternak alias menggembala, turun ke
dapur sesering mungin, memetik alpukat, ngobrolin bunga sama ibu dan bermain
dengan keponakan saya yang semakin lucu dan pintar. Uihh…berat untuk kembali. Ingin
berlama-lama menjadi anak desa. Tapi saya ada beberapa appointment di Bali dan
juga meeting besar tim nasional kantor saya di Malang.
Bali Business
Hari-hari saya di Bali padat
diisi dengan appointment dan appointment. Appointment dengan notaris, arsitek,
agen tanah, agen property dan banyak lagi yang sebagian besar adalah bule. Bolak
balik konsultasi dengan dua notaries berbeda. Cuapeek!! Tapi saya masih
menyempatkan berkunjung ke Ubud sehari penuh sambil membuat analisa bisnis. Saya
juga sempat foto-foto ganteng bareng Dewi di Pantai padang-Padang.
Saya juga main ke PPS Udayana
sekedar survey tentang program MM yang mereka sediakan. Dengan tidak sopannya
saya melenggang ke ruangan-ruangan kantor kampus Universitas Udayana dengan
hanya memakai celana pendek saja. Dan tentu saja itu mengakibatkan ‘semua mata
tertuju padamu’.
Coaching
Berawal dari speaking coaching
yang saya berikan kepada mahasiswi UB yang akan berangkat ke Amerika beberapa
waktu yang lalu, dosen dan juga ustadz saya minta di coach untuk persiapan
ujian dissertasi beliau yang akan menggunakan bahasa Inggris. Begitu kembali
lagi ke Malang, saya langsung memulai coaching yang sempat tertunda 1 minggu
karena saya tinggal lebih lama di Bali.
Saya sangat menikmati coaching
ini karena secara tidak langsung saya belajar ilmu ekonomi dan juga banyak
berdiskusi tentang banyak hal seputar ekonomi dan islam. Banyak hal yang
menjadi hikmah selama sessi coaching dengan ustadz yang sangat rendah hati ini.
Calon doctor ekonomi yang sangat hangat dan bersahaja.
Bekerja dengan Performance Terbaik
Di tengah ketidakpuasan yang saya
alami terhadap banyak hal di kantor saya, saya mencoba untuk memberikan yang
terbaik. Sangat sulit memang karena saya harus mencoba membalikkan respon
normal menjadi respon luar biasa atas perlakuan yang saya terima. Saya seharusnya
melanjutkan kemarahan saya yang kemarin-kemarin muncul. Saya mencoba meredam
kemarahan saya. Efeknya, kemarahan saya tertumpah ke abang saya lewat skype
yang membuat saya membanting laptop ketika kami berselisih pahams. So,
immature. But I’m just a human. Dengan sangat baiknya si Abang hanya menanggapi
dengan menyuruh tenang dan menangis melihat kemarahan saya.
Saya juga baru bertemu dang
mengobrol panjang dengan senior yang sekarang menjadi dosen di kampus tetangga.
Lumayan mendapatkan pencerahan yang membuat saya mantap memilih. Let’s continue
life!