Tuesday, October 30, 2012

Hujan, Rindu, dan Kamu


Sudah beberapa hari ini Jogja terus diguyur hujan. Tidak lama, paling hanya menyela 1 jam diantara semua hari panas yang menyengat. Saya sangat menyukai hujan, saya menikmati rasa syahdu yang tercipta kala hujan turun. Saya menikmati bau tanah basah ketika musim hujan. Saya menikmati memandangi tombak-tombak hujan yang menerpa jendela kaca di perpustakaan, di sini, di kampus biru.

Ketika hujan turun, saya suka mendadak melankolis. Sekarang hati Saya sedang rindu. Rindu banyak hal yang pernah mampir dalam kehidupan saya. Saya rindu berlarian di pantai bersama kamu, saya rindu duduk diam di Balkon sambil menatap tombak-tombak hujan sambil menghirup wangi lamat-lamat bunga kamboja kuning. Sayasuka menikmati wajah kamu yang suka sebal kalau hujan turun. Saya suka meledek bibir kamu yang tiba-tiba melengkung ke bawah, sebal karena hujan. Saya tahu kamu tidak suka hujan, dan sebaliknya saya sangat menyukainya. Kita bedua anomali, tapi pada saat yang bersamaan kita juga bagaikan kutub positif dan negatif yang selalu bertarikan, atau kalau kamu bilang, kita ibarat sepasang sepatu? Saya juga rindu dengan teman-teman saya, rindu berbagi cerita sambil menikmati segelas virgin capirina selepas petang di Ubud. Saya rindu Bali kita, rindu terguyur hujan basah kuyup sambil menyususri Sunset Road. Saya rindu Padang, rindu Batam, rindu Palembang, rindu Bima, rindu Mataram, rindu Pontianak, rindu Bukittinggi, rindu Payakumbuh. Semua berakumulasi mengaduk-aduk hai saya menjadi rapuh. Saya tiba-tiba mudah menangis.

Maka, sore tadi saya putuskan saya ingin melihat kamu. Melihatdan berbicara  tapi tidak bisa menyentuh. Kita bercerita tentang banyak hal. Tentang ibu kamu yang sedang sakit. Tentang professor di kelas saya yang membosankan. Tentang rencana saya ke luar kota minggu depan.  Saya sedang rindu, hati saya sedang rapuh. Maka, bobol pertahanan mata saya tidak kuat untuk menahan bah air mata saya ketika saya bilang, saya ingin kamu ada di sini. Saya benar-benar menangis. Menangis sejadi-jadinya. Satu lagi yang membuat kita anomali; saya mudah menangis dan kamu tidak, dan hampir tidak bisa menangis. Kamu hanya menangis ketika saya yang membuat kamu menangis. Makanya, kamu tidak mau saya menangis karena pasti kamu juga akan menangis. Tapi, izinkan saya kali ini menangis agar semua rasa yang bergejolak bebas mereda.

Hujan di luar sudah mereda, jarum jam sudah berada di angka 8, dan hari sudah gelap. Saya bergegas meninggalkan sofa empuk di perpustakaan dengan kepala ringan. Tapi, desiran rindu di hati saya belum juga mereda. Hujan, bawa pergi rindu ini bersamamu.  

2 comments:

Whaddaya think?