Monday, March 8, 2010

Menjadi Guru

Setiap orang adalah guru. Minimal guru bagi keluarga.

Keluarga saya adalah keluarga guru. Ibu dan ayah saya adalah guru sekolah dasar yang sekaligus merangkap sebagai petani. Saya tidak pernah bercita-cita menjadi guru. Maksud saya bukan guru sebagai kewajiban individu tetapi guru formal yang memang menjadikan guru sebagai sebagai profesi. Akan tetapi sejak masih SD saya senang mengajarkan anak-anak di ligkungan sekitar rumah saya membaca dan menulis. Dengan kemampuan berhitung dan pengetahuan anak usia SD ditambah wawasan luas karena keranjingan membaca saya menyulap satu ruangan di rumah saya yang semula adalah gudang menjadi ruang kelas. Tentu saja 'sekolah' saya itu tidak punya kurikulum, satandar performance dan satandar-standar lainnya. Dan juga tidak ada jadwal tetapnya. Itu hanya merupakan salah satu permainan masa kecil saya.


 

Beranjak dewasa saya pun tidak pernah berkeinginan menjadi guru. Oleh karena itu saya tidak mengambil jurusan pendidikan sebagai pilihan studi saya ketika kuliah walaupun ibu saya menyarankan begitu. Saya cenderung tidak menyukai pekerjaan sebagai guru. Bukan karena saya tidak suka mengajar tapi lebih karena saya tidak ingin nasib saya seperti guru-guru Indonesia yang menjadi korban kebijakan pemerintah. Tetapi hati saya tidak bisa dibohongi, saya sangat ingin menjadi orang yang memotivasi anak-anak, mengajak mereka untuk bermimpi, mendengarkan cerita-cerita mereka dan berdiri dan didengarkan oleh orang lain. Maklumlah, saya adalah orang yang sedikit kepo, memendam sendiri apa yang saya tahu rasanya menyiksa. Saya butuh saluran untuk neyalurkan kepo saya itu. Nah jadi pengajar adalah adalah saluran yang tepat. You are required to know everything when you become a teacher, right?


 

Ternyata memang saya tidak bisa mengingkari darah yang diwariskan oleh ibu dan ayah saya. Darah guru. Walupun bukan guru sekolah formal seperti mereka, sudah satu bulan ini saya menjadi guru di Sekolah Bintang, sekolah gratis yang didirikan atas prakarsa seorang teman yang ingin berbagi ilmu dengan anak-anak di sekitar lingkungan tempat tinggal kami. Ditambah pula dengan pengaruh membaca dan menonton Laskar Pelangi, berdirilah sekolah yang guru-gurunya bukan mahasiswa dari jurusan keguruan.


 

Jangan bayangkan Sekolah Bintang adalah sebah gedung megah dengan fasiltas segemerlap bintang pula. Secara fisik sekolah yang beroperasi setiap hari sabtu dan minggu sore itu "hanyalah" ruang tamu rumah kontrakan teman saya. Oleh karena itu, kalau belajar di kelas kami harus berdesak-desakan, belajar dengan fasilitas papan tulis kecil dan kadang-kadang multimedia berupa laptop pribadi yang dipunyai oleh setiap pengajar. Memang bukan fasilitas yang kami tonjolkan. Kami ingin membangun semangat belajar agar anak-anak sekolah bintang menjadikan belajar sebagai sesuatu yang menyenangkan bukan beban. Untuk sementara ini, kami punya mata pelajaran Bahasa Inggris, Membaca dan Menghafal Al Qur'an. Kita tidak membatasi sampai disitu. Kalau ada volunteer dengan keahlian yang lain, vocal atau music misalnya, kita akan menadakan kelas vocal dan music. Tapi tentu saja kita tidak akan memberi muatan semua mata pelajaran seperti lazimnya sekolah di Indonesia. Anak-anak SD belum waktunya menerima pelajaran sebegitu banyak. Cukup kemampuan dasar dan semangat belajar saja. Kelak mereka akan belajar sendiri sesuai dengan minat mereka. Idealnya mereka cukup belajar Matematika Dasar, Bahasa, Sejarah dan tentu saja Agama dengan titik tekan Aqidah dan Akhlak.


 

Berinteraksi dengan anak-anak Sekolah bintang membuat saya semakin enjoy mengajar. Saya tertantang untuk mennyelesaikan berbagai macam permasalahan kelas. Saya jadi tertantang untuk membuat Hamda yang hiperaktif ikut dalam kegiatan belajar. Saya menemukan kebahagiaan setelah bisa membuat Wahyu yang "bandel" bersemangat bermain "tembak kata" dengan teman-temannya yang lain. Saya senang melihat Vira yang paling kecil (kelas 1 SD) sehingga dia merasa terintimidasi tidak malu-malu lagi menulis kalimat demi kalimat dalam bahasa Inggris. Hal yang kecil dan sederhana memang. Tapi saya bahagia karena saya turut berperan untuk itu.


 

Ayo, anak-anak Sekolah Bintang! Bersinarlah dengan semangat seorang pembelajar!


 

Sekolah Bintang

Jln. Joyo Utomo….. Merjosari Malang.

Cp. Suaidi 0856 4960 8915


 

3 comments:

  1. jadi guru juga nih ceritanya. hhaha..
    Berarti harus jadi guru inspiratif donk. kaya John Keating di Dead Poets Society atau Erin Gruwell di Freedom Writer.

    mereka guru insiratif saya.

    kalao indonesia mah cukup bu Muslimah paling. hehe..

    ReplyDelete
  2. Masya Allah... tabik untukmu wahai sang guru...terus jaga semangatmu. masih banyak yang membutuhkan sentuhmu...

    salam penghormatan dari Lintang Fajar...

    ReplyDelete
  3. Bpk.DR.SULARDI. MM beliau selaku DEPUTI BIDANG BINA PENGADAAN, KEPANGKATAN DAN PENSIUN BKN PUSAT,dan dialah membantu kelulusan saya selama ini,alhamdulillah SK saya tahun ini bisa keluar.Teman teman yg ingin seperti saya silahkan anda hubungi bpk DR.SULARDI.MM Tlp; 0813-4662-6222. Siapa tau beliau mau bantu

    ReplyDelete

Whaddaya think?