Kereta api adalah salah satu moda transportasi yag paling saya sukai untuk bepergian. Berbeda dengan naik bus yangrasanya berada dalam sangkar kaca dan berasa sempit, naik kereta api seperti duduk di sofa ruang tengah. Apalagi kalau beruntung mendapat tempat duduk di samping jendela. Rasanya seperti duduk di ruang tengah rumah sambil melihat ke luar jendela. Kenapa saya merasa begitu padahal kondisi kursi kereta jauh dari sofa ruang tengah rumah saya? Mungkin karena ada meja kecilnya ya? Kondisi 'sofa ruang tengah' tadi bisa saya rasakan kalau naik kereta bisnis atau eksekutif.
Dua minggu yang lalu saya naik kereta ekonomi dengan rute Malang-Tulungagung. Perjalanan saya kali ini adalah dalam rangka menjadi panitia pernikahan seorang sahabat yang beruntung sekali sudah mendapatkan tambatan hati. Karena harus menyiapkan banyak hal untuk acara akad dan walimahan keesokan harinya kami berangkat 1 hari sebum hari H dengan menumpang kereta ekonomi siang dengan membawa 80 kg apel merah yang menjadi tanggung jawab kami. Berbeda dengan pengalaman naik kereta api yang biasanya berdesak-desakan dengan penumpang lain, copet, pengamen dan penjual asongan, kali ini kereta sama sekali tidak sesak. Saya bahkan duduk sendiri di satu deret kursi dekat jendela bgitu juga dengan bro Iqbal yang memilih mmenempati sendiri kursi samping jendela yang lainnya. Kondisi ini membuat saya bebas memainkan kamera di tangan saya membidik pemandangan yang menurut saya semuanya aindah terlihat dari jendela kereta. Apalagi daerah yang dilewati kebanyakan hamparan hijau tanah pertanian yang terhampar di ngarai-ngarai yang indah.
Objek dalam kereta pun tak luput dari jepretan kamera saya.
Sampai di Tulungagung kami langsung disambut oleh hawa yang kotras dengan hawa kota Malang yang adem. Secara keseluruhan, kota kecil ini bisa dikatakan indah. Indah menurut saya adalah ketika tata kotanya rapi dan lingkungannya bersih. Seperti kebanyakan kota di Jawa, stasiun kereta api, alun-alun dan masjid jami' menjadi unsur utama. Jalan-jalan di pusat kota bersih dan bebas dari pedagang kaki lima. Tapi seperti pemasalahan kotakecil lainnya, sulit untuk mendapatkan pilihan barang yang beragan ketika akan membeli sesuatu.
Kenikmatan saya naik kereta ekonomi rupanya tidak bisa dirasakan ketika saya harus balik ke Malang. Inilah rupanya wajah kereta api kelas ekonomi yang sesungguhnya. Ketika saya naik di stasiun Tulungagung gerbong sudah penuh sesak. Saya pun harus puas dengan berdiri di pintu gerbong. Dan saya harus berdiri 4 jam di tengah polusi bau badan manusia dengan aneka aroma di tengah hawa super panas. Berasa lagi di sauna. Tapi tentu saja tidak nikmat seperti di sauna.
Setiap stasiun kereta berhenti dan terus menaikkan penumpang.
"oo…itu masih kosong!
"ayo ke tengah! Di tengah masih kosong!
Saya melongokkan kepala ke tengah gerbang mencari tempat kosong namun yang saya dapati malah kursi gerbong yang sesak dan lorong yang penuh dengan penumpang yang nasibnya sama seperti saya, berdiri. Ternyata kosong versi penumpang ekonomi adalah celah di tengah jepitan badan penumpang lain yang sudah menyesaki gerbong.
"Mohon perhatian! Dari arah timur akan lewat kereta Matarmaja Express tujuan Jakarta memasuki platform 3!
Hah..?? Sejak kapan Matarmaja jadi kereta express? Bukannnya itu kereta ekonomi yang tiap stasiun sepanjang Malang-Jakarta berhenti buat menaikkan penumpang dan tidak mengenal istilah penuh?
Hmm…rupanya istilah express itu tergantung tempatnya, bukan istilah yang sudah tetap. Kalau ada kereta ekonomi bertemu kereta ekonomi yang lain, kereta ekonomi yang melayani rute yang lebih jauh seperti Matarmaja menjadi kereta Express. Ajaib!!
heee.heeee naik kereta memang penuh suka duka. saya naik kereta karena transportasi jenis ini tidak ada di kampung kita :D
ReplyDelete