Terakhir kali ke Bali, saya berpikir bahwa tidak ada lagi pantai baru yang akan bisa dieksplore. Akan tetapi ternyata saya salah setelah kemarin berkunjung ke Pandawa Beach yang bersebelahan dengan Geger Beach. Saya akan bercerita tentang pantai tersebut di postingan yang lain. Kali ini saya akan bercerita tentang sebuah tempat yang saya merasa tidak sedang berada di pantai di Indonesia, bukan karena pemndangan pantainya akan tetapi karena pada hari saya berkunjung ke pantai ini saya tidak menemukan satu pun pengunjung Indonesia. Bahkan pengelola restoran di daerah ini pun tidak banyak yang orang Indonesia.
Awalnya saya mengetahui pantai ini dari seorang blogger Australia yang pada saat musim panas di Australia berakhir pindah tinggal di sebuah rumah pantai di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, Sally. Pada kunjungan saya ke Bali sebelum-sebelumnya saya tidak tahu mengapa saya tidak tertarik untuk berkunjung ke pantai ini.
Bermodalkan Imap di Iphone, saya sampai di sebuah area parkir yang cukup luas di antara pepohonan saya mengikuti petunjuk arah yang membawa saya menyusuri lorong-lorong sempit yang penuh dengan tanaman hias merambat di antara villa-villa dan penginapan yang didesain dengan gaya Bali yang berkawin dengan konsep rumah tropis yang terbuka. Suasana. Jalan setapak yang saya lewati kini sampai di jalanan yang menurun di antaratebing-tebing dan restoran, beach bar, villa dengan deck yang luas semua mengahadap ke laut. Di bawah sana mulai terlihat warna ke ilau biru air laut yang tertimpa sinar mentari pagi. Begitu tangga berakhir di atas pantai kecil yang sempit saya melihat sekeliling saya dan sontak saya terkagum-kagum dengan bangunan-bangunan yang menempel di tebing-tebing di atas pantai. Memandang ke sebelah kanan, tampaklah pantai Dreamland yang dipisahkan oleh garis panjang tebing curam.
Inilah model kompleks pemukiman rumah pantai idaman saya. Rumah-rumah di atas tebing karang yang tinggi dengan beranda besar menghadap laut lepas, dinding-dinding kaca yang bisa digeser sehingga pada siang hari menjadi sebuah ruang terbuka, jendela-jendela layar yang bis digulung, bahan kayu berwarna cokelat, meja kopi dan sofa yang menghadap ke laut. Buat anda yang sedang punya proyek menulis, tempat ini sepertinya akan mengalirkan inspirasi anda.
Pantai ini memang sangat cocok buat yang suka menceburkan diri ke laut, berjemur sambil membaca buku dan tidur-tiduran sepanjang hari seperti saya. Dan tentu saja tempat yang sempurna untuk menikmati matahari terbenam karena tempat ini menghadap ke laut lepas tempat matahari menghilang di ujung horison. Batas antara pasir pantai dengan air cukup dalam sehingga kita bisa langsung melopmpat ke dalam air tanpa takut kaki dilukai oleh karang-karang tajam. Hanya beberapa kayuh berenang, kita sudah bisa mencapai kedalaman 3-4 meter. Nah, di sinilah bagian favoritnya. Biarkan badan terlentang mengambang mengahadap ke pantai membiarkan tubuh terayun mengikuti irama ombak. Di depan sana tampaklah pemandangan sack, deck, restaurant, bar, villa or whatever you name it yang berdiri di atas karang maupun menempel di tebing-tebing yang dihiasi dengan tanaman merambat dan rimbunan bougenville dan pohon kamboja dengan bunga berwarna-warni di sepanjang tebing. Bangunan-bangunan dengan unsur kayu dan desain yang sangat terbuka benar-benar memberikan kesan tropical paradise.
Makan siang
Pilihan restaurant beragam di sini. Hampir semua bangunan yang di tebing paling bawah, yang berbatasan dengan pasir adalah restaurant dan bar. Kalau mau yang agak ke atas juga banyak. Beberapa restaurant dan bar ini juga menyediakan kelas Yoga. Melakukan Yoga menghadap lautan lepas tentu saja bernilai lebih buat anda pencinta pantai dan laut.
Setelah memeriksa beberapa restaurant, saya memutuskan untuk memilih sebuah restaurant yang bernama Didi's place. Tempat yang dikelola oleh pasangan Midle-eastern-Bali ini menarik perhatian saya karena meja-mejanya ditata di luar di bawah pepohonan dan dindingnya adalah tebing batu karang yang dibiarkan alami. Untuk mencapai restaurant tersebut kita harus menaiki 5 undakan tangga batu dan di undakan ketiga tersedia sebuah bak hitam tempat setiap pengunjung harus membasuh kaki agar lantai restaurant tetap bersih. Saya sangat menyukai tempat ini karena pengunjungnya yang easy going dan juga pemiliknya yang ramah yang bisa diajak santai mengobrol sambil dia mempersiapkan makanan. Dari aksen berbicara, kebanyakan pengunjung tempat ini adalah turis Australia. Walaupun banyak teman-teman saya tidak menyukai turis Australia, karena menurut mereka, mereka terlalu bising dan suka sok akrab. Tapi menurut saya, mereka memang hangat dan bersahabat, terlepas dari memang banyak yang terlalu hippies dan kadang berpikiran sempit. Toh, orang-orang seperti itu ada di mana-mana.
Di meja yang teletak di tempat yanglebih tinggi di samping rimbunan semak yang dinaungi pohon mangga, tampak segerombolan laki-laki dan perempuan tengah berkelompok belajar bahasa Indonesia yang didampingi oleh seorang tutor Indonesia. Yang laki-laki tentu saja rata-rata tidak berbaju, hanya mengenakan surf booty atau shorts, sebenarnya di mana-mana di pantai di Bali mereka turis berpenampilan seperti itu sih. Tapi perhatian saya tersedot karena pakaian-pakian tersebut berpadu dengan badan-badan bagus ala surfer. Ha, very yummmm! Saya? Tentu saja saya juga tidak berbaju dong. Kapan lagi di Indonesia berkeliaran hanya dengan surf booty dan tidak perlu memakai pakaian dalam? Tempat ini adalah tempat sempurna for watching people, judging them, adore their bodies and envy their good surf booty!
Saya memutuskan untuk tidak menghabiskan sore menikmati sunset di tempat ini karena ingin bersantai di kolam renang di villa kami. Selain itu, kami ingin pergi makan malam ke Nusa Dua malam nanti. Jadi, kami butuh mengembalikan energi dengan bersantai di villa. Saya pasti akan berkunjung ke sini lagi pada kunjungan saya ke Bali berikutnya. And I do need a sexy booty surf or wery sexy swim shorts from Andrew Christian!
pantai di lombok gak kalah bagus dri yg di bali..:)
ReplyDelete