Setelah mengutak atik laptop yang memakan waktu cukup lama dan akhirnya berhasil menginstall ulang Windows dengan XP biasa aku langsung nongkrong di kafe yang baru buka di dekat rumah. Ada beberapa program yang harus aku up-date memanfaatkan layanan hot spot di kafe itu. Koneksi yang cukup aduhai. Ditemani segelas cappucino aku mulai mengupdate antivirus dan menginstall beberapa program yang bisa running kalau tersambung dengan Internet.
Ini gara-gara aku termakan promosi Bro Iqbal untuk mengintall windows 7 yang katanya bagus banget dan ternyata bagus-tampilannya doang-tapi kerjanya-macam-nenek-nenek kekurangan vitamin dimasa taunanya-yang membuat aku langsung menginstall ulang dan ternyata sulit dan gagal beberapa kali-sampai aku harus membawanya ke Avatar. Beruntung aku punya saudara-saudara yang ahli IT dan ngutak-ngatik kompter walaupun mereka malas kuliah.
Jam 11 uarng sedikit aku balik ke rumah dan langsung masuk kamar. Setelah ngutak-ngatik laptop kesayanganku yang walaupaun agak besar menurutku dan ingin ak ganti dengan yang lebih kecil namun tetap aku sayang itu aku mau tidur karena nggak mau telat bangun dan berangkat kerja dengan mata yang masih setengah watt seperti yang sudah-sudah. Walaupun besok hari Ahad, aku ingin tetap bangun dengan kondisi bugar.
Didukung dengan menguap beberapa kali aku mulai menarik selimut dan mematikan lampu kamar. Tapi kok mataku tetap nyalang ya? Padahal aku tadi ngantuk banget. Aku coba untuk tetap memejamkan mata. Tapi koq ya yang ada mataku rasanya penat.
Aduh, ini pasti gara-gara Capucino tadi. Bagus, ampuh juga kamu sekarang cappucino!!! Kemain-kemarin pas aku mau begadang malah aku nggak tahan walaupun sudah menenggak dua cangkir besar Cappucino.
Lalu entah mulai dari mana, khayalanku sudah kemana-mana. Berputar teratur dalam otakku seperti nyata. Aku melihat diriku dalam armada masa depan.
Mula-mula muncul Erik muda yang kembali ke kotanya tercinta dan merintis bisnisnya disana. Mula-mula hanya satu warnet dengan kafe yang dipadu dengan toko buku kecil tempat kongkow sambil menumpahkan katarsis yang selama ini nggak tersalurkan karena keterbatasan sarana. Maklumlah, masyarakat kota kecilku itu selalu terdepan dalam mengikuti mode dan trend tapi hanya sekedar cover luar berupa fashion, tunggangan (kendaraan)dan tentengan(gadget). Tapi melupakan gaya hidup moder yang sebenarnya. Gaya hidup yang berhubungan dengan otak dan kepribadian.
Bermula dari sebuah warnet aku sudah memmiliki beberapa supermarket dan mini market yang tersebar di seantero kota. Bahkan sudah sampai ke desa-desa. Tapi, tenang aku tidak mematikan pasar tradisional koq.
Dengan sedikit modal ditambah swadaya komunitasku aku sudah merintis yayasan pendidkan. A center of exellence. Tentu saja berbeda dengan sekolah-sekolah yang sudah ada yang menganak emaskan otak kanan dan melupakan otak kiri yang padahal disitulah rahasia kesuksesan para pesohor dunia. Sebuah sekolah yang mengakomodasi semua keberagaman bakat dan minat para calon pemimpin dunia. Sekolah yang menjadi pelopor dalam perbaikan moral. Sebuah cubicle yang menggembleng para pecinta lingkugan dan melepaskan penghuninya sebagai agen yang menggalang kesadaran masyarakat yang sudah membabi buta merusak alam karena kebodohan mereka dan sekarang mengeluh karena kotanya semakin panas. Mengeluh karena sumber air semakin susah dan lahan-lahan pertanian gagal menghasilkan karena kekeringan yang melanda.
Intensivitasku yang tinggi bertemu dengan masyarakat membuatku menjadi tokoh muda yang disegani dan dicintai seantero Dana Mbojo. Bisnisku sdah mulai berani merambah pertambangan emas yang dulu investornya ditolak oleh masyarakat karena kepercayaan mereka yang rendah pada orang asing. Ladang mutiara yang dulu hanya dimiliki oleh keluarga cendana sekarang sudah punya saingan yang cukup membuat mereka getir. Dibantu oleh keluarga dan orang-orang kepercayaan, aku mengeloala semua hasil mimpiku itu. Hamparan luas lahan rumput laut kini memenuhi perairan teluk Bima dan perairan di pesisir yang dulunya terbengkalai. Ikan bandeng dan udang yang dulunya hanya dikuasai oleh beberapa orang kini menjadi suber hidup masyarakat pesisir. Mereka tidak perlu lagi melaut jauh-jauh ke tengah laut. Masyarakat sekarang sadar bahwa setiap jengkal tanah mereka adalah anugerah. Tidak sia-sia usaha komunitasku melakukan pendekatan dan menanamkan keyakinan dalam hati mereka bertahun-tahun lalu. Tahun yang berat yang menguras segalanya. Tapi kami sudah melihat hasilnya sekarang. Lahan-alahan yang dahulu terbengkalai, sekarang berubah menjadi hamparan ladang gandum yang keemasan diterpa sinar mentari. Sebentar lagi para petani akan berbodong-bondong ke ladang gandum untuk memanen hasil jerih payah mereka. Bima telah menjadi sentra penghasil gandum di Indonesia. Bukan sembarang gandum. Tapi gandum bernilai ekspor. Hasil pertanian penyumbang devisa terbesar dalam bidangnya. Aku jadi teringat Pak Fadel ketika menjadikan Gorontalo sebagai sentra jagung. Tokoh yang begitu kukagumi ketika dia mengisi seminar di widyaloka semasa mahasiswa dahulu.
Tanpa persaingan yang begitu berat aku melenggang menjadi walikota tanah kelahiranku tercinta. Tidak sia-sia kedekatan kami dengan masyarakat selama ini. Aku tak dapat membendung air mataku ketika Bundaku yang sekarang usianya makin senja memelukku seusai pelantikanku sebagai walikota dalam usia yang masih sangat muda. 42 tahun. Beliaulah yang selama in mensupportku bersama-sama dengan istriku, dua bidadari yang menjadi tempat belabuh kala letih menerpa. Kelima putra-putriku tumbuh menjadi anak-anak yang sungguh menjadi stockist semangat bagiku. Si sulung sekarang sudah menjadi remaja yang sedang mekar. Dia bersekolah di SMU Mantika. Sekolah terpadu khusus putri yang bernaung di bawah yayasan yang kudirikan dulu. Tahun ini dia terpilih menjadi wakil indonesia dalam ajang pelajar internasional di Basque. Negara kecil tempat tinggal sahabatku John yang kukenal dalam penyeberangan dari Bali ke Lombok semasa liburan kuliah dahulu. Tak disangka pertemuan itu berlanjut menjadi sebuah persahabatan yang masih awet sampai sekarang. Kemarin dia mengirimkan karangan bunga sebagai ucapan selamat atas terpilihnya aku menjadi nakhoda bagi kota kecil yang makmur ini.
Besok aku harus menghadiri tasyakuran di yayasan kami yang khusus diadakan bersama muid-murid sekolah yang bernaung di bawah yayasan Marangga Exellence. Rencananya awal tahun ini kami akan membuka pendaftaran Mahaswa baru di universitas yang baru kami buka. Universitas yang akan mencetak sarjana-sarjana pemimpin dan enterpreuner yang nantinya kan muncul menjadi pemimpin dari belahan Timur sunda kecil.
Sore ini keluraga besar kami berkumpul di rumah Ibuku. Kebahagiaan memancar di tengah-tengah keluarga ini. Erik, keponakanku baru saja kembali dari Amerika setelah menyelesaikan masternya di bidang Bussiness administration adalah salah satu pemancar kebahagiaan itu. Makanan hasil masakan istri, kakak dan putriku sudah tandas. Kami berbincang-bincang dengan hangat menikmati pemandangan kota Bima dari atas gunung tempat rumah ibuku berdiri. Pikranku melayang ke puluhan tahun silam ketika aku dan kakak-kakaku masih belum berpencar untuk sekolah di luar kota. Tiap malam kami selalu duduk di beranda itu menyaksikan kerlipan lampu kota dari ketinggian.
Malampun semakin larut, aku beranjak ke kamar yang dahulu juga adalah kamarku. Besok pagi-pagi aku harus mengantar anak-anakku ke Airport. Mereka akan berlibur ke Bandung, ke rumah nenek mereka, sebagai hadiah dari pretasi si Bungsu yang meraih gekar the Best student of the year se kota Bima. Minggu depan aku dan istriku akan menyusul mereka ke Bandung.
Kupejamkan mataku dan penuh rasa syukur aku berdo'a sebelum terlelap dalam anugerah yang begitu indah dalam hidupku.
Is it Dream or daydream sih??
Dream!!! Definetely Dream!!!