Saturday, January 3, 2009
Happy New Year 2009
Wish all the best cover your life.
Setiap tahu baru dan hari-hari besar lainnya aku pasti kebanjiran sms berisi ucapan-ucapan indah yang berisi do’a, wish dan juga pantun-pantun. Mendadak semua orang berubah menjadi pujangga.
Alangkah indahnya kalau semua orang menjadi romantis begitu dalam kesehariannya. Yakin, nggak aka nada lagi deh yang namanya sumpah serapah, makian, bentakan dan segala perkataan yang menyakitkan hati. Seprtinya kita kan hidup dalam dunia telenovela. Atau juga seperti di Italia yang setiap gerak dan pembicaraan warganya terasa dramatis seperti yang diceritakan oleh Andrea Hirata dalam Laskar Pelangi. Tapi sepertinya itu impossible.
Banyak hal yang mempengarui gaya berbahasa seseorang (aku lupa istilah linguisticsnya). Mulai dari kondisi social, demografi dan budaya. Oreang yang tinggal di daerah pegunungan akan jauh berbeda gaya berbahasanya dengan mereka yang hidup di pesisir. Orang yang tinggal jauh dari pesisir cenderung berbicara dengan nada yang tidak terlalu tinggi. Sedangkan orang yang tinggal di pesisir biasa bertutur dengan suara keras dan nada tinggi sehingga kita akan susah membedakan mereka marah atau tidak.
Indonesia memiliki sekitar 176 juta bahasa yang dipakai berkomunikasi oleh pendududknya yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Itu baru bahasa yang sudah teridentifikasi oleh para peneliti bahasa (linguist), padahal tiap suku di papua memiliki bahasa yang berbeda dan belum semua teridentifikasi. Belum lagi perbedaan bahasa yang berupa dialek yang terkadang antara desa satu dengan yang lainnya berbeda.
In my home town, Bima yang sekecil itu saja punya dua bahasa yang jauh berbeda yaitu bahasa Bima dan Bahasa Sambori. Bahasa Bima dipakai oleh masyarakat di dataran rendah dan wilayah dataran tinggi Donggo yang terletak di seberang teluk Bima. Bahasa Sambori digunakan oleh Orang Sambori dan desa-desa yang mengelilingi gunung lambitu dengan tingkat perbedaan dialek yang tinggi antara desa-desa tersebut. Itu baru di bima saja kan? Padahal kita masih memiliki banyak suku yang berbeda yang tersebar di seluruh Nusantara.
Mempelajari bahasa (being a linguist) sebenarnya adalah sebuah profesi yang mengasyikkan bagi yang senang meneliti dan concern di sains. Akan tetapi, bahasa sebagai sebuah cabang sains baru disadari bahkan diketahui oleh lingkaran kecil manusia yaitu bahasa dan linguist . Makanya aku belum pernah mendengar ada anak yang bercita-cita menjadi linguist. Wong, list cita-cita anak Indonesia itu hanya Polisi, Tentara, Pilot, Dokter , Guru dan syukur-syukur ada yang bercita-cita menjadi Presiden.
Anak-anak pesantren yang berkutat dengan banyak kitab kuning yang berisi ilmu-ilmu bahasa macam Nahwu, Shorof dan Balaghoh itu juga paling nggak sadar dengan apa yang mereka pelajari. Ah, lebih tepatnya mereka hafal. Aku punya teman yang hafal kitab alfiah ibnu Malik. Seribu bait aturan dalam bahasa arab yang ditulis dalam bentuk sya’ir dia hafal di luar kepala!!! Dan katanya itu biasa di kalangan santri.
Aduh, koq ngomongin tahun baru, endingnya hafal-hafalan sih!! I just write what cross in my mind!!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Whaddaya think?