Saya dulu sering mendengar teman-teman saya yang keluar dari ruangan seminar atau pelatihan entrepreneurship bicara begini; bakar saja ijazah itu!, kuliah itu nggak penting!, kuliah itu bikin orang bodoh!, ijazah itu membelenggu!. Banyak lagi kata-kata yang menempatkan kuliah sebagai hal yang 'buruk' dalam bisnis. Katanya kalau bebisnis nggak usah sekolah, nggak usah berpendidikan tinggi. Dulu saya sempat terpengaruh dan mau berhenti kuliah saja karena ingin berbisnis. Untungnya saya punya ibu yang luar biasa, yang selalu mendorong dan meyakinkan saya.
Mungkin benar di banyak tempat pendidikan kita tidak mampu mencetak mahasiswa menjadi pengusaha. Akan tetapi saya tidak bisa membayangkan kalau banyak pengusaha yang tidak makan bangku kuliah. Sepandai-pandainya orang self learning, ada banyak hal yang dia tidak bisa dia pelajari ketika dia tidak kuliah. Kuliah bukan hanya buku, kelas, tugas dan perpustakaan. Yang lebih penting lagi adalah experience ketika kuliah. Experience itulah yang sebenarnya membangun karakter. Karakter seperti apa yang terbentuk, itu tergantung dari bagaimana setiap individu menyikapinya. Mengenai ada pengusaha yang bisa besar tapa kuliah, itu another case. Tidak bisa digeneralisir.
Oke, saya tidak akan membahas kuliah atau tidak kuliah. Saya ingin bercerita. Setiap kembali ke hotel dari jalan atau sekedar makan, saya selalu disambut oleh Beli resepsionishotel ((karena ini di Bali, kita manggilnya beli yaJ) dengan senyuman dan langsung menyodorkan sebuah kunci bertuliskan 212. Hehe…kayak Wiro Sableng. Tapi tentu saja saya tidak sedang bersama Wiro Sableng di kamar saya. Yang membuat saya salut adalah dia selalu mengingat saya dan menyodorkan kunci pintu kamar saya dengan senyum lebar tanpa menunggu saya menyebut nomor kamar saya. Padahal kan yang tinggal di hotel itu bukan hanya saya saja.
Di pagi hari, resepsionistnya beda lagi. Kali ini mbak-mbak. Setiap saya turun untuk breakfast, dia selalu menyapa dengan selamat pagi yang hangat. Saya menemukan senyuman dan sapaan yang benar-benar hangat. Sapaan yang tulus. Kemudian mengobrol sebentar. Benar-benar hotel yang nyaman. Ini bukan hotel berbintang dengan fasilitas mewah yang wah. It's just another affordable hotel for backpacker like me. Saya benar-benar nyaman dengan suasana hotel ini.
Beda resepsionis, beda lagi room boy nya. Kali ini seorang bapak-bapak dan teman-temannya yang masih muda. Biasanya dia datang untuk membereskan kamar ketika saya sedang asyik membaca di balkon. Dengan tersenyum lebar, dia akan menyapa saya. Kadang-kadang mengobrol sebentar sambil berbagi gigitan cokelat di atas meja saya. Ini bukan tipe keramahan 'sok kenal sok dekat' (SKSD) itu loh ya. Dia benar-benar ramah.
Lain waktu, saya kelaparan dan terpaksa mampir di food court di depan pantai Kuta sehabis kelayapan ke Uluwatu. Saya makan Turkish Pizza karena harganya paling murah di situ. Tidak lama kemudian, pesanan saya datang. Saya mencuil sepotong kecil dan memasukkan sepotong kecil ke mulut saya. Hmm…enak!
Lama saya menunggu di depan pizza yang sangat menggoda itu. Apalagi perut saya sudah bernyanyi-nyanyi protes karena sangat lapar. Saya menunggu sesuatu yang bisa dipakai untuk melahap pizza itu. Iya, saya tahu saya bisa makan pakai mulut. Tapi kan saya nggak mungkin meraup pizza itu pakai tangan saya. akhirnya, saya memanggil beli yang melayani saya. Dia datang tanpa muka bersalah. Di baru tergopoh mengambil pisau dan garpu ketika saya bertanya begini; ini makanan dimakannya gimana?
Hoho…! Saya pikir, itu hanya menimpa saya saja. Tapi ternyata teman semeja saya yang makan makanan dengan harga 5 kali harga makanan saya dari stand yang berbeda juga mengalami nasib yang sama. Hal yang sama juga terjadi ketika kami harus membayar. Karena ingin menikmati sunset, kami ingin segera membayar dan pergi setelah makan. Tapi dipanggil-panggil si Mbak dan beli itu, malah asyik mengobrol. Setelah tahu kalau kami ingin membayar pun, responnya luammbbaat banget sampai sunsetnya sudah tidak kelihatan lagi. Dengan bercanda saya bilang ke mbak itu; Mbak, saya tuh keburu karena pingin lihat sunset. Tuh kan sunsetnya dah nggak ada! Balikin!! Hoho…dia hanya tersipu sambil menggerakkan tangannya seperti seolah-olah menggapai kembali matahari yang telah hilang di ujung horizon. Hugh..!
Dari semua pengalaman itu saya menarik satu kata singkat tapi sangat penting bagi siapa pun. Bukan hanya buat mereka yang bergerak di bidang hospitality. Kata itu adalah C A R E. Care selalu melahirkan sikap inisiatif dan berusaha memberikan lebih untuk konsumen. Care ini lah yang membuat resepsionist dan room boy hotel tempat saya tinggal bersikap ramah dan hangat yang menyenangkan bagi tamu hotel. Care itulah yang membuat Mbak resepsionis itu pula repot-repot mencari-cari kartu nama Beli Ketut di kamar saya yang saya letakkan entah di mana. Ceritanya, motor yang saya sewa mogok di Nusa Dua karena ketololan saya sendiri. Dan si Mbak resepsionis itu berusaha menolong saya dengan menelepon Beli Ketut yang punya motor tersebut. Tapi dia tidak punya contactnya dan berusaha mencari di kamar saya. Care itu pulalah yang tidak dimiliki oleh Mbak-mbak dan beli-beli di food court yang nggak memberi saya garpu itu.
Di dalam bisnis kami, care adalah kunci yang paling penting. Itulah intangibles kami. Bahkan apa yang kami lakukan itu tidak bisa diakomodasi oleh makna care. Karena belum menemukan ungkapannya dalam bahasa Indonesia Abang kami (Big Boss) menyebutnya sehe. Itu bahasa Melayu Pontianak yang saya juga susah untuk menjelaskannya dengan singkat.
Kata Pak Rhenald Kasali dalam kuliah umum entrepreneurshipnya yang sempat saya ikuti di Kampus UNAND beberapa waktu yang lalu, ada banyak hal yang dijual oleh orang dalam berbisnis. Ada yang hanya menjual barang saja dan ada yang menjual hal lain yang tidak kelihatan dibelakang barang tersebut. Hal yang intangible tapi bisa dirasakan. Atau mudahnya adalah menjual konsep. Ada juga yang menjual kenyamanan. Nah, sekarang konsep apa yang anda jual? Kalau Kampoenk Jenius, kami menjual nilai (value), care dan kemudahan. Apa pun yang anda jual anda harus memilih kata-kata ini:
- Like I care!
- Should I care?
- Do I care?
- I do care!
Dipilih, dipilih!!
Nusa Dua, 29 Maret 2011