Monday, March 28, 2011

Intangibles; We Create People!




 

"Ada sebutir "X" kecil di dada kiri anda, tariklah nafas dalam-dalam dan tumbuhkan kepercayaan kepadanya" Prof. Rhenal kasali, Myelin"


 

Cuaca tidak begitu cerah siang ini. Bahkan sebelum saya melaju ke Bandara Internasional Minangkabau (BIM), hujan deras dan angin kencang mengguyur kota Padang. Saya sempat khawatir karena jarak antara tempat saya tinggal dan airport cukup jauh. Akan tetapi ketika pesawat landing dan menembus angkasa, cuaca cukup cerah. Dari jendela di samping saya, pemandangan pulau-pulau kecil yang bertebaran dengan pasir putih di bawah sana sangat memukau. Puas dengan pemandangan, saya mulai merenung. Pertemuan dengan Prof. Rhenald Kasali di kuliah umum kemarin, mendapatkan hadiah buku dari beliau, menghadiahi beliau buku, berinteraksi dengan para peserta training saya yang semakin mengasyikkan, team yang bersemangat dan belajar sangat cepat, itu semua cukup membuat semangat dan optimisme saya memuncak.


 

Kemuadian mata saya mulai menyapu kabin pesawat dan memperhatikan beberapa pramugari yang sepertinya sangat familiar. Ada beberapa pramugari yang sering terbang bersama saya. Melihat pramugari-pramugari itu saya kembali teringat buku hadiah dari Prof. Rhenald Kasali. Judulnya Myelin. Sebenarnya saya tidak tertarik dengan buku itu walaupun sering melihatnya di Gramedia karena terpampang di rak display terdepan. Saya sedang mendalami marketing, jadi saya tidak berniat untuk membaca buku beliau walaupun beliau juga berbicara tentang marketing. Saya memilih untuk membaca buku-buku Hermawan Kartajaya. Akan tetapi karena boosting effect dari bertemu dengan belau kemarin membuat saya penasaran dengan isi buku itu. Saya mulai menelusuri kata per kata, kalimat per kalimat dan tidak terasa saya sudah menyelasaikan hampir separuh isinya ketika flight attendant mengumumkan bahwa sebentar lagi pesawat akan mendarat di Jakarta.


 

Intangibles; X Kecil yang Harus Dirawat

An intangible quality or feeling is difficult to describe exactly. Itu adalah kalimat yang saya dapatkan untuk menjelaskan ketika saya mengecek arti kata intangibles di Longman English Dictionary d laptop saya. Istilah ini sangat terkenal di kalangan para eksekutif dan ahli managemen, marketing maupun strategy. Secara singkat intangibles adalah harta tidak berwujud atau yang tidak kelihatan tetapi sangat menentukan kebesaran dan keberlangsungan sebuah perusahaan maupun prestasi dan pencapaian individu. Ia biasa dikenal dalam wujud reputasi atau goodwill. Reputasi ini tidak akan muncul dalam kumpulan aktiva pada neraca pembukuan. Paling tidak itulah yang tertulis dalam buku Myelin yang saya baca. Ia muncul pada kepuasan konsumen, repeating order, brand image dan brand loyalty. Kalau banyak orang yang memilih produk anda walaupun banyak produk yang sama dengan harga yang sama, kwalitas sama atau harga lebih murah, itu berarti intangibles anda bagus.

Intangibles tidak muncul dengan tiba-tiba. Ia muncul dari budaya dan karakter yang dipupuk terus-menerus. Ia besar dengan proses pembelajaran yang panjang. Ia dihasilkan dari proses seleksi hingga training dan upgrading terus-menerus. Ia terus bisa bersaing dengan upgrade yang perawatan yang teratur. Upgrade yang berjalan seiring dengan perkembangan kemajuan teknogi, selera pasar dan ptemuan-temuan dan pengetahuan baru. Tapi yang paling penting adalah ia muncul dari goodwill untuk membangun nilai. Karena ketika sebuah perusahaan ingin membangun sebuah nilai yang sejalan dengan human spirit ia tidak akan berpikir keuntungan materi semata-mata. Ia ingin menanamkan nilai postif, membangun positive culture bagi bukan hanya lingkungan kerja tapi juga bagi customer.


 

Sebuah perusahaan bisa "membajak" orang-orang bagus di sebuah perusahaan dengan intangibles yang bagus, akan tetapi sulit bagi dia untuk menyaingi perusahaan yang dia bajak orangnya itu. Karena intangibles tidak dibangun hanya dengan satu-dua orang bagus akan tetapi dari rasa kepemilikan, teamwork dan kenyamanan bekerja (pemenuhan kebutuhan materi dan non-materi). Prof. rhenal Kasali menulis bahwa pernah ada media yang membajak wartawan-wartawan dan redaktur pelaksana yang bagus dari majalah Tempo. Hasilnya media "pembajak" tadi tidak mampu untuk menyaingi majalah Tempo. Alih-alih menyaingi majalah terbut malah gulung tikar. Oleh karena itu, value yang bagus didapat dari cara dan proses yang baik dengan niat yang baik pula.


 

Blue Bird Taxi dan Intangibles

Daratan pulau Dewata perlahan-lahan semakin jelas di bawah saya. keindahan lekukan pulau dan pantainya memang membuat saya selalu ingin kembali. Matahari jingga di ufuk barat menyorot badan saya membentuk bayangan panjang ketika saya menlangkahkan kaki saya menuju domestic arrival. Langkah santai saya tidak terganggu oleh barang bawaan yang berjibun sepeti penumpang lainnya karena saya hanya mebawa backpack berisi laptop, buku, majalah, t-shirt dan bermuda. Saya langsung berjalan segaris menyibak kerumunan para tukang taxi dan porter yang menawarkan jasa. Dengan langkah pasti saya berjalan kaki keluar dari gerbang airport.


 

Saya tidak pernah naik Taxi di dalam airport ketika di sini. Saya malas berdebat masalah harga dengan mereka. Saya lebih suka berjalan keluar dan menyetop Blue bird Taxi di luar bandara karena memang Taxi ini tidak menaikkan penumpang di dalam Ngurah Rai International Airport. Saya sekarang makin yakin untuk tetap menggunakan Blue Bird setelah membaca buku Myelin prof. rhenal Kasali tadi. Sopirnya sangat sopan dan ramah. Bahkan ada kisah perhiasan senilai 2 Milyar yang ketinggalan dalam taxi dikembalikan oleh supir Blue Bird taxi kepada penumpangnya selain sederet kisah kejujuran lainnya. Para sopir Blue Bird Taxi memang dididik untuk jujur dan professional dalam segala kondisi. Tak heran kalau mereka selalu menjadi Taxi terbaik yang selalu dipilih. Bahkan duta besar Amerika merekomendasikan semua karyawannya untuk menggunakan Blue Bird Taxi karena ia pernah mengalami kisah kejujuran dengan sopirnya.


 

Intagiblesnya "Indonesia Jenius"

Jalanan macet sepanjang Kuta membuat saya punya banyak waktu untuk mengobrol dengan pak Wayan sangsupir ramah yang membawa saya. dia berkisah bagaimana taxi-taxi pesaing semakin menjamur di Bali. Bukan hanya menjadi pesaing, mereka juga membajak brand "Bali Taxi" yang dipakai Blue Bird Group untuk Taxi mereka di Bali. Sekils memang tidak ada bedanya karena semua logo dan warna hampir sama persis.


 

Kemudia pikiran saya mulai membawa saya kepada usaha yang saya jalankan bersama para "pemimpi besar" yang sekarang semakin mendapatkan tempat. Kami mebawa visi besar untuk memajukan pendidikan dengan mimpi yang membuat sebagian orang menggeleng-gelengkan kepala dan mengerutkan dahi tanda pesimis. Kami menempatkan value dan human spirit diatas material profit. Itu karena kami yakin kami sedang mengambil bagian kami dalam membangun peradaban. Akan tetapi saya sangat yakin kami akan sampai di titik yang kami targetkan. Ini bukan hanya keyakinan dengan optimisme kosong.


 

Saya sangat terkejut ketika membaca buku New Wave Marketingnya Hermawan Kartajaya yang sangat mewakili sosok perusahaan kami. Padahal Mr. Yun, pendiri lembaga Sang Bintang School (nama lembaga pendidikan bahasa Inggris kami) belum membaca buku itu sebelumnya. Para kolega saya baru paham ketika saya berkesempatan untuk menyampaikan materi ini dalam pertemuan nasional kami 1 bulan yang lalu. Menurut Pak Hermawan Kartajaya, hanya perusahaan yang membawa nilai yang sejalan dengan human spirit yang akan bisa menjadi besar dan diterima dan dicintai konsumen. Konsumen sekarang semakin pintar. Mereka tidak lagi melihat barang bagus dan harga murah. Mereka mulai melibatkan emosi dan visi yang mereka bawa atau yang mereka setujui.


 

Saya juga mencoba tertatih memahami teori Z dalam manajemen. Dan lagi-lagi saya menemukan SBS di dalamnya. Kami bekerja dengan nilai-nilai kekeluargaan yang sangat kental dengan nilai profesionalisme yang tetap terjaga.


 

Semakin saya belajar, semakin saya cinta dengan pekerjaan saya. saya sangat yakin, keyakinan yang tidak bisa ditawar-tawar, bahwa kami akan menjadi sangat besar. Tentu saja selama semua personel mulai dari eksekutif sampai tim ujung tombak mau untuk terus belajar dan mengupgrade diri baik dari segi pengetahuan maupun skill. Kalau tidak, tidak menutup kemungkinan orang lain 'mencuri' mimpi itu dan bergerak lebih cepat daripada kita.


 

Berkenaan dengan membangun intangibles saya setuju dengan tulisan Pak Hermawan Kartajaya di buku Grow with Character. Beliau mengatakan, ada tiga hal yang harus dilakukan oleh seseorang apapun tugas dan jabatannya. Pertama, menguasai pekerjaan dan menyempurnakan pekerjaan masing-masing. Kedua, mempersiapkan diri untuk jabatan lebih tinggi dan menambah jabatan baru. Ketiga, menyiapkan pengganti untuk dirinya bila ia dipromosi kelak.


 

Matahari pagi di bali hari ini begitu hangat. Di Balok hotel saya semakin hanyut dalam bacaan saya. wangi lamat-lamat dari bunga kamboja yang sedang bermekaran yang mengitari kolam renang di bawah sana begitu membuat pikiran rileks.


 

Kuta, 28 Maret 2011.

No comments:

Post a Comment

Whaddaya think?