Monday, November 4, 2013

#Cerita Jogja: My Sanctuary; Tempat Mengamati Orang di Jogja


Saya tengah dilanda jenuh akhir-akhir ini. Jenuh yang menggiring kepada kemalasan yang membuat saya jauh dari kata produktif. Idealnya saya perlu liburan singkat, bukan hanya sekedar libur dalam artian tidak beraktifitas tetapi liburan dalam artian melakukan perjalanan ke suatu tempat. Idealnya sih pantai. Tapi apa daya, saya di tengah-tengah semester yang padat dengan paper-paper yang menumpuk dan persiapan proposal tesis yang ironisnya masih jauh dari kata rampung. Untunglah saya mempunyai tempat yang saya anggap sanctuary yang untuk mencapainya saya tidak perlu melakukan perjalanan jauh ke luar kota, bisa dijangkau dalam waktu kurang dari 20 menit. Tempat tersebut adalah Health Club tempat saya excercise saban hari di Jogja.



Gym ini terletak di seuah hotel dan dikelola dengan sangat baik. Untuk membership selama1 tahun saya mendapakan fasiltas aerobics class, yoga class, body shaping class, sauna dengan whirpool, kolam renang dan tentu saja gym. Saya juga bisa berkonsultasi cuma-Cuma dengan dokter yang disediakan oleh Health Club ini. Hotel ini dikeilngi oleh halaman berumput yang luas  dengan pohon kamboja di mana-mana. Berada di dalam area hotel ini saya seakan berada jauh dari hiruk-pikuk kota Joga. Apalagi ketika berada di kolam renang. Saya merasa benar-benar seperti sedang berlibur karena saya bisa berenang sepuasnya, berbaring di pool chair dengan handuk renang yang seperti di pantai sambil membaca dan kalau saya mau, saya bisa memesan minuman dari bar di tepi kolam renang  dengan diskon 20 % dengan menunnjukkan kartu keanggotaan.


Setelah dua sesi kuliah di dua jurusan yang berbeda hari ini, saya memacu sepeda motor saya menuju Health Club untuk berenang. Saya ingin melakukan exercise seri Monday sesuai dengan panduan di Men’s Health sebenarnya, tapi punggung, paha dan bokong saya masih terasa sangat sakit karena saya mencoba seri Saturday pada sabtu kemarin. Saya butuh pijatan air di whirpool dan berenang untuk membuatnya mereda.


Jogja sangat panas belakangan ini. Kalau bahasa Jawanya, sumuk. Yaitu panas pengap yang membuat keringat mengalir membasahi pakaian walaupun kita tidak melakukan aktifitas apa-apa. Jadi, berenang adalah pilihan yang sangat tepat.


Di kolam renang hanya ada saya, seorang pemuda yang tampaknya international student dari Cina atau Taiwan dan seorang international student bertampang kaukasia. Bagaimana saya bisa tahu mereka adalah mahasiswa. Sangat gampang sebenarnya karena si tampang kaukasia misalnya, ia membawa buku tebal bertuliskan Macroeconomics yang sejak tadi menutupi mukanya di pool chair. Sementara si tampang mongoloid juga membaca buku yang tampak seperti diktat kuliah. Mungkin si tampang kaukasia adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM yang memang menjadi rumah bagi mahasiswa Internasional yang setiap semester selalu berdatangan. Saya rasa, keberadaan berbagai macam ras inilah yang membuat Jogja semakin menarik.


Pool guard yang selalu mengumbar sapaan ramah menyapa saya, menanyakan mengapa saya sendirian. Hahaha. Memangnya saya harus dating dengan siapa. Kalau dipikir-pikir sapaan ini juga menjadi salah satu pertanyaan pertama yang diajukan oleh orang-orang Indonesia ketika bertemu seseorang. Baik sebagai pertanyaan basa-basi maupun pertanyaan sungguhan. Menurut saya ini terbawa dari kebiasaaan orang Indonesia maupun Asia pada umumnya yang komunal, sering pergi beramai-ramai dan kumpul-kumpul. Apalagi ada istilah Jawa yang mengatakan mangan ora mangan sing penting ngumpul. Nggak saya banget. Saya terbiasa sendiri dan tidak terlalu suka kumpul-kumpul ala Indonesia.


Kalau kita perhatikan orang-orang Indonesia memang suka pergi beramai-ramai. Di tempat wisata misalnya, mereka senang bepergian dalam rombongan besar dan sangat rebut walaupun berisiknya masih di bawah level rombongan turis-turis china yang biasanya bepergian dengan tour bus di Bali. Di cafe misalnya, saya sering sekali mendapati rombongan anak-anak muda dengan kumpulannya yang membuat kafe itu menjadi gaduh sekali oleh mereka. Keberadaan mereka yang mayoritas sepertinya memberikan mereka rasa percaya diri untuk mendominasi. Dan tentu saja, selalu ada sesi foto-foto baik dengan kamera DLSR, kamera saku dan tentu saja kamera di ponsel yang semakin hari semakin canggih atau gabungan dari ketiga-tiganya.

Lihat saja tiga laki-laki yang baru dating itu. Sebelum mereka melepas pakaian untuk berenang mereka sibuk bergiliran foto-foto dengan latar belakang kolam renang, foto setengah basah, foto ketika nyebur dan foto ketika mereka hanya dengan swimming suit yang menurut saya hanya cocok dipakai sebagai dalaman untuk celana basket yang gombrong. Sepertinya harus ada yang memberi pengetahuan kepada para laki-laki tentang aturan dalam pakaian renang.


Ketiga lelaki yang tadi sibuk foto-foto sekarang mulai berenang yang ampun membuat kolam renang ini seperti tengah dilanda sunami kecil. Oke, selain harus ada yang mengajari mereka tentang pakaian renang, yang lebih penting sebenarnya adalah mereka harus belajar berenang dengan benar. Tidak harus seperti para atlit renang, tapi paling tidak berenang yang tidak menyebabkan air terciprat sampai ke sini-sini.



Okay, saya harus pergi sebelum buku saya basah oleh cipratan mereka. Lagipula sesi mengunjungi sanctuary saya hari ini cukup. Rasanya saya sudah ingin kembali menyentuh paper-paper saya yang terabaikan. 

No comments:

Post a Comment

Whaddaya think?