Saya tengah
dilanda jenuh akhir-akhir ini. Jenuh yang menggiring kepada kemalasan yang
membuat saya jauh dari kata produktif. Idealnya saya perlu liburan singkat,
bukan hanya sekedar libur dalam artian tidak beraktifitas tetapi liburan dalam
artian melakukan perjalanan ke suatu tempat. Idealnya sih pantai. Tapi apa
daya, saya di tengah-tengah semester yang padat dengan paper-paper yang
menumpuk dan persiapan proposal tesis yang ironisnya masih jauh dari kata
rampung. Untunglah saya mempunyai tempat yang saya anggap sanctuary yang untuk
mencapainya saya tidak perlu melakukan perjalanan jauh ke luar kota, bisa
dijangkau dalam waktu kurang dari 20 menit. Tempat tersebut adalah Health Club
tempat saya excercise saban hari di
Jogja.
Gym ini terletak
di seuah hotel dan dikelola dengan sangat baik. Untuk membership selama1 tahun
saya mendapakan fasiltas aerobics class,
yoga class, body shaping class, sauna
dengan whirpool, kolam renang dan tentu saja gym. Saya juga bisa berkonsultasi cuma-Cuma
dengan dokter yang disediakan oleh Health Club ini. Hotel ini dikeilngi oleh
halaman berumput yang luas dengan pohon
kamboja di mana-mana. Berada di dalam area hotel ini saya seakan berada jauh
dari hiruk-pikuk kota Joga. Apalagi ketika berada di kolam renang. Saya merasa
benar-benar seperti sedang berlibur karena saya bisa berenang sepuasnya,
berbaring di pool chair dengan handuk renang yang seperti di pantai sambil
membaca dan kalau saya mau, saya bisa memesan minuman dari bar di tepi kolam
renang dengan diskon 20 % dengan
menunnjukkan kartu keanggotaan.
Setelah dua sesi
kuliah di dua jurusan yang berbeda hari ini, saya memacu sepeda motor saya menuju
Health Club untuk berenang. Saya ingin melakukan exercise seri Monday sesuai
dengan panduan di Men’s Health sebenarnya, tapi punggung, paha dan bokong saya
masih terasa sangat sakit karena saya mencoba seri Saturday pada sabtu kemarin.
Saya butuh pijatan air di whirpool dan berenang untuk membuatnya mereda.
Jogja sangat
panas belakangan ini. Kalau bahasa Jawanya, sumuk. Yaitu panas pengap yang
membuat keringat mengalir membasahi pakaian walaupun kita tidak melakukan
aktifitas apa-apa. Jadi, berenang adalah pilihan yang sangat tepat.
Di kolam renang
hanya ada saya, seorang pemuda yang tampaknya international student dari Cina
atau Taiwan dan seorang international student bertampang kaukasia. Bagaimana saya
bisa tahu mereka adalah mahasiswa. Sangat gampang sebenarnya karena si tampang
kaukasia misalnya, ia membawa buku tebal bertuliskan Macroeconomics yang sejak
tadi menutupi mukanya di pool chair. Sementara si tampang mongoloid juga
membaca buku yang tampak seperti diktat kuliah. Mungkin si tampang kaukasia
adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM yang memang menjadi rumah bagi
mahasiswa Internasional yang setiap semester selalu berdatangan. Saya rasa,
keberadaan berbagai macam ras inilah yang membuat Jogja semakin menarik.
Pool guard yang selalu mengumbar sapaan ramah
menyapa saya, menanyakan mengapa saya sendirian. Hahaha. Memangnya saya harus dating
dengan siapa. Kalau dipikir-pikir sapaan ini juga menjadi salah satu pertanyaan
pertama yang diajukan oleh orang-orang Indonesia ketika bertemu seseorang. Baik
sebagai pertanyaan basa-basi maupun pertanyaan sungguhan. Menurut saya ini
terbawa dari kebiasaaan orang Indonesia maupun Asia pada umumnya yang komunal,
sering pergi beramai-ramai dan kumpul-kumpul. Apalagi ada istilah Jawa yang
mengatakan mangan ora mangan sing penting ngumpul. Nggak saya banget. Saya terbiasa
sendiri dan tidak terlalu suka kumpul-kumpul ala Indonesia.
Kalau kita
perhatikan orang-orang Indonesia memang suka pergi beramai-ramai. Di tempat
wisata misalnya, mereka senang bepergian dalam rombongan besar dan sangat rebut
walaupun berisiknya masih di bawah level rombongan turis-turis china yang
biasanya bepergian dengan tour bus di Bali. Di cafe misalnya, saya sering
sekali mendapati rombongan anak-anak muda dengan kumpulannya yang membuat kafe
itu menjadi gaduh sekali oleh mereka. Keberadaan mereka yang mayoritas
sepertinya memberikan mereka rasa percaya diri untuk mendominasi. Dan tentu
saja, selalu ada sesi foto-foto baik dengan kamera DLSR, kamera saku dan
tentu saja kamera di ponsel yang semakin hari semakin canggih atau gabungan dari ketiga-tiganya.
Lihat saja tiga
laki-laki yang baru dating itu. Sebelum mereka melepas pakaian untuk berenang
mereka sibuk bergiliran foto-foto dengan latar belakang kolam renang, foto
setengah basah, foto ketika nyebur dan foto ketika mereka hanya dengan swimming
suit yang menurut saya hanya cocok dipakai sebagai dalaman untuk celana basket
yang gombrong. Sepertinya harus ada yang memberi pengetahuan kepada para
laki-laki tentang aturan dalam pakaian renang.
Ketiga lelaki
yang tadi sibuk foto-foto sekarang mulai berenang yang ampun membuat kolam
renang ini seperti tengah dilanda sunami kecil. Oke, selain harus ada yang
mengajari mereka tentang pakaian renang, yang lebih penting sebenarnya adalah
mereka harus belajar berenang dengan benar. Tidak harus seperti para atlit
renang, tapi paling tidak berenang yang tidak menyebabkan air terciprat sampai
ke sini-sini.
Okay, saya harus
pergi sebelum buku saya basah oleh cipratan mereka. Lagipula sesi mengunjungi
sanctuary saya hari ini cukup. Rasanya saya sudah ingin kembali menyentuh
paper-paper saya yang terabaikan.
No comments:
Post a Comment
Whaddaya think?