Tuesday, September 27, 2011

Murah



Saya sedang bosan sekali dengan koleksi bermuda saya yang kian hari kian bertambah. Sudah banyak, jarang terpakai pula. Bagaimana mau pakai bermuda,kalau pakai celana panjang saja masih dingin. Akhirnya bermuda-bermuda kebanyakan hanya menjadi penghias lemari dan jadi pakaian rumahan. Tadi pagi, terlintas ide untuk mix and match dengan menambahkan beberapa detail di bermuda terbaru saya. Bermuda baru ini potongannya bagus tapi detailnya kaku sekali,warnanya juga flat aja gitu.

Setelah menimbang dan menganalisis akhirnya saya memutuskan untuk menambahkan kancing-kancing. Menambah kancing merah dua buah di atas resleting sehingga kancing warna mocha itu diapit oleh dua kancing merah. Keren! Setelah itu kancing saku kiri kanan saya ganti juga dengan yang berwarna merah.

 Sebenarnya saya juga ingin logo brand di saku kiri dibordir merah. Akan tetapi dua tukang bordir yang saya datangi tidak sanggup mengerjakan permintaan saya. Ya, sudahlah. Yang penting sekarang bermuda saya tampil lebih ceria dengan detail kancing merah. Rencananya, kancing merah di kedua saku samping,mau saya padukan dengan kancing hijau dan kuning biar jadi merah,kuning, hijau. Akan tetapi toko dekat rumah tidak mempunyai persediaan warna itu.

Anyway, tulisan saya di paragraf sebelumnya itu hanya pembuka. Sepertinya terlalu panjang. Ya, maaf. Saya memang selalu bersemangat kalau berbicara tentang bermuda.

Sebenarnya saya mau menulis yang nyambung dengan judul yang saya tulis itu; murah!

Jadi, saya menunggu tukang jahit menyelesaikan kancing-kancing itu sambil mengetik tulisan ini di BB. Ketika kancing-kancing merah cantik sudah terpasang, saya mengeluarkan dompet untuk membayar.

"Berapa bu?
"Seribu mas (seribu rupiah maksudnya, bukan seribu dolar)"
"Hah? Beneran seribu bu?
"Iya mas, seribu saja"
"Dua ribu aja bu ya? Kata saya seraya menarik selembar dua ribuan di kantong terluar dompet saya.

Bayangkan, ibu itu menghargai keahliannya memperganteng bermuda saya dengan hanya 1,000 rupiah. Padahal apa yang bisa dilakukan dengan 1000 rupiah zaman sekarang?

Ketika kita menghargai diri kita murah,maka kita akan tercitra murah dan susah untuk menaikkan harga lagi. Ini berlaku dalam bisnis dan juga dalam kehidupan keseharian. Kita harus pede dengan produk maupun skill yang kita punyai. Banyak produk bagusyang dihargai murah dan sebaliknya produk yang kurang bagus tapi dihargai mahal. Contohnya bermuda yang saya pakai, produk ini tidak terlalu bagus menurut saya, tapi toh saya tetap membelinya karena saya sudah terlanjur terpikat dengan logo brand yang tersemat entah di mana. Akan tetapi mereka pede menjual mahal yang kalau ibu saya tahu, beliau bisa geleng-geleng kepala. Kalau kita menghargai diri kita tinggi, orang juga akan menghargai diri kita tinggi.

Pengalaman serupa juga saya alami ketika saya naik becak di Cirebon setelah turun dari bus dari Jakarta. Jarak yang saya tempuh cukup jauh. Tukang becaknya juga sudah renta. Ketika sampai di tempat tujuan saya sudah was-was saja karena uang di kantong saya pas-pasan sekali. Ketika saya bertanya harga dengan perasaan was-was tukang becak itu hanya menyebut angka 10 ribu rupiah. Saya terkejut. Karena merasa tidak pantas membayar segitu, saya membayarnya dua kali lipat. Tukang becak itu menerimanya dengan sangat sumringah sambil mendoakan saya. Saya yang murah air mata ini tentu saja mewek.

Teman-teman saya juga kaget ketika pertama kali datang ke Malang untuk menuntut ilmu. Mereka kaget dengan harga makanan yang murah. Kos-kosan yang murah dan nyaman. Jajanan yang juga murah. Kafe yang murah. Dan pengalaman saya tentang kaget murah ini semuanya terjadi di Jawa.

Efeknya, saya juga suka kagetan ketika membayar sesuatu entah itu makanan ataupun jasa di kota-kota di luar jawa. Mahal bo! Di Padang misalnya, kamar kos 120.000 di Malang dihargai sampai 500.000. Itu kamar kosong tanpa fasilitas apa-apa. Sedangkan di Malang, harga 120.000 sudah termasuk tempat tidur, lemari dan meja belajar.

Tentu saja semua harga tadi berlaku karena hukum supply and demand. Akan tetapi untuk kasus di Jawa sepertinya tidak sepenuhnya begitu. Barang murah karena karakter umum masyarakat yang bersahaja dan pemurah. Dan sebagai konsumen, tentu saja saya ingin harga yang murah dong. Jadi, ibu tukang jahit, mbok tukang pecel, tukang warung, mas manager cafe dan kakek tukang becak, jangan gara-gara tulisan ini kalian menaikkan harga ya. Stay bersahaja deh:)

2 comments:

Whaddaya think?