Duduk bersandar di sofa kafe ini,
saya menerawang mencoba menyatukan titik-titik yang telah saya lalui dalam
hidup. Titik-titik yang mengantarkan saya pada saya yang sekarang; seorang
laki-laki muda seperempat abad yang masih gelisah mengejar mimpi-mimpi. Gamang pada
kenyataan. Namun, saya tetap mencoba untuk melihat ke depan dan menggapai apa
yang seharusnya saya gapai.
Bukan satu kali ini saya merasa
gamang dan stuck seperti ini. Ini yang ke sekian kalinya. Bahan sebelum-sebelumnya
saya pernah tenggelam dalam galau yang amat dalam dengan deraian air mata yang
saya coba lampiaskan dengan berbagai cara. Kalau saja saya hdup dengan pikiran
mainstream nan bersahaja, saya seharusnya merasa sangat bahagia dan tenang
dengan apa yang saya dapatkan dan saya jalani dalam hidup saya sekarang. Saya hanya
merasa galau dan merasa harus berada dalam satu titik dalam hidup saya yang
sudah saya impikan sejak dulu.
Saya tidak tahu, apakah Tuhan
memang mengumpulkan orang galau dengan orang galau lain. Tapi mungkin memang
begitu. Atau saya harus percaya pada law of attraction; galau menarik galau
yang lain, orang galau menarik orang galau yang lain. Sahabat saya ternyata
tengah merasakan hal yang sama. Seorang sahabat yang telah saya anggap sebagai
saudara atau lebih tepatnya soulmate.
Dalam rangka mengusir galau, kami
sepakat untuk bersekutu dalam sebuah perjalanan backpacking extreme kea rah timur
Indonesia. Kami tidak tahu kami akan mencapai titik sebelah mana. Tapi kami
sudah bulat untuk melakukan perjalan dengan sepeda motor mencoba menyelami
makna hidup, melihat permasalahan dari sisi berbeda. Seperti kata para ahli
strategi; ketika mempunyai masalah, keluarlah dan coba lihat permasalahan dari
luar.
Sebenarnya tidak harus keluar
dengan melakukan perjalanan, tapi hasil obrolan dan curhatan kami, kami harus
melakukan perjalanan untuk membicarakan hidup kami, masa depan kami,
mengevaluasi ulang langkah-langkah kami dan melihat kembali titik-titik yang
telah kami lewati untuk dihubungkan menjadi sebuah peta perjalanan yang lebih memandu.
Kami akan membicarakannya di café-kafe di tepi pantai di Bali mungkin. Atau di
atas pasir di Lombok. Atau mungkin di atas puncak sebuah bukit di Sumbawa. Kami
sengaja tidak merencanakan perjalanan yang detail; kami hanya akan berjalan
semampu kami ke arah timur. Perjalanan ini
mungkin tidak dramatis seperti film Eat, Pray and Love. Tapi rangkuman
perjalanan ini adalah dalam kerangka topic; I’ve got to find what I love and
What I really want!
No comments:
Post a Comment
Whaddaya think?