Monday, March 26, 2012

Silent Day in Bali; Ogoh-Ogoh Festival

Pertama kali saya mengenal ogoh-ogoh adalah ketika dulu saya sekolah di Lombok. Saya 'kabur' dari boarding school buat nonton. 

Sebelum Nyepi (silent Day) kemarin, malamnya saya bergabung dengan kemeriahan festival ogoh-ogoh di sepanjang jalan Legian di antara penduduk Lokal dan Turis yang berbaur. Sangat menarik menyimak berbagai macam bahasa dan ekspresi yang bercampur menjadi satu dalam wadah yang sangat lokal; Ogoh-Ogoh.

Equipment kamera saya pas-pasan. Tapi saya berusaha menampilkan keriaan masyarakat bali sebelum hari Nyepi.

Kalau dulu, ogoh-ogoh ini dipanggul beramai-ramai. sekarang cukup didorong karena telah dilengkapi dengan 4 roda kecil.
Pemuda cilik ini mecoba memberikan pose terbaiknya ketika saya mengarahkan kamera kepadanya. Ia bersama teman-teman sebayanya akan mengusung ogoh-ogoh kecil
Ogoh-Ogoh kecil mereka berwarna biru
Memantapkan latihan gamelan bali sebelum masuk ke iring-iringan
Para puteri tengah bersiap-siap
Helping friend
On fire
 
I was a lousy fotographer coz i didn't melt will the entire festival from beginning to the end. I also was too tired to find fascinating capture:(

Hopefully you enjoy it!



Friday, March 23, 2012

Parade Cinta

Selamat Siang!
Tapi saya tidak yakin apakah siang juga di tempatmu. 

Siang ini aku merasa pagi. Burung-burung yang tadi berkicauan di dahan pohon kamboja di halaman hotel terdiam. Hujan tiba-tiba menyapu semua keceriaan burung-burung. Ah, saya tidak peduli. Hujan atau tidak hujan bagi saya sama saja rasanya. Sama-sama nikmat. 

Nyepi memberikan kesempatan buat saya untuk ngeblog. 

Tapi saya tidak akan menulis panjang lebar. Saya hanya sedang terpesona dengan kekuatan cinta. Saya tidak akan bercerita tentang kekuatan cinta Raja mughal kepada Mumtaz mahal yang menghasilkan taj mahal yang agung. Saya akan menunjukkan beberapa tangkapan kamera kemartin sore di 'piazza' discovery mall yang langsung menghadap pantai Kuta itu.Saya memberi judul 'Parade Cinta' untuk foto kali ini.








Monday, March 5, 2012

To Choose; Cinta Tlah Memilih


I’ve been in my recent job for almost complete two years, passing fantastic phases of wandering around some cities in some Island in Indonesia. Being relocated to some different cities or islands several times in a month or two gave me lot of experiences in business, culture, and travelling.  I’ve got myself many chances to speak in front of hundreds of people giving a speech and training. I was in euphoria of a fresh graduate who got his dream job and doing it like doing my hobby. Yes, travelling is my hobby. Speaking in front of others is also fun for me. However, later on I found myself in comfort zone. I started to question myself. Is this really I want. The answer was not really clear. I love the job but I’m not satisfied with the capacity I have.

 My mind took me to the declaration I had with some friends about studying in higher education. I want to pursue a master degree, a post graduate level. I want to find myself in a very academic atmosphere in one of the big universities in the world. I want to find myself busy with research, bunch of books and journal, discussing with friends while having coffee. The awareness of what I really want lead me to the conflict in myself. I passed the day with thinking and amusing. I went depressed.

 The decision taken, I told my boss that I wanted to quit from the position and go back to Java to be an ordinary trainer without managerial position requiring me to always relocate. I want to stay and focus on preparation. I left the regional manager position and chose relocation back to Malang. A week later, I was in the flight to Bali for long holiday, disconnecting myself with all job stuff. At the same time, my mother got a call from stranger demanding for money because they claimed they have kidnapped me. The condition supported by the fact that my mother couldn’t dial my mobile phone. The day after, when she finally connected to my number, she was crying.

In Bali, I forgot all my doubt. I was totally enjoying the beaches and sun. I spent time to enjoy the tranquil Ubud, visiting galleries, cafes, rice fields, as well as walking the villages’ street and exploring the Ubud market. I found a very worth small guest house that value our money. Sounds like “Eat, Pray and love” huh? Little bit. I enjoyed the breeze coast of Bali as well. Spending the day in Padang-Padang, Labuhan Sait, Balangan, Suluban and exploring the Benoa as well.

I got back to Malang with hard-to-leave-feeling. I’ve considered bali as a home. I got back with the decision to focus on one scholarship which would take me to one of UE country. Starting my job in Malang I pushed myself to increase my TOEFL and started the research proposal. Lucky me, I have many friends who are willing to give their hands, even the one who studies in USA didn’t mind to call my phone assessing my letter of statement. He spent his credit to make a-more-than-hour phone call. Others took their time from their hectic job just to discuss with me. I’m blessed to have them.

When I’ve finally submitted my scholarship application, the other option of my future came. I’ve to choose to continue my scholarship plan or go on with my Bali project. I was very confused with the options. All are good; all are big part of my life. I decided to go back to hometown spending a week with my mother and big family and also spending ten days in Bali. I ended up deciding to go on with my Bali project. It means I’ll start new brand, I make “U-Turn” with bunches of consequences. I cried myself for this decision. A part of me judged me as a betrayal of my own dream. Another part cheered up  that what I’ve decided is a wise decision; life is not about taking a long straight street but we must be ready to make “U-turn”. I was forced to accept that ‘Rome is not only can be reached from Soetta Airport, but it can also be reached from Changi, Svarnabhumi, or even from Delhi’. Perhaps, what I’ve done is going to Rome via Ngurah Rai Airport and having transit in Dubai. Eventually, the destination is Rome.

In the end we have to always choose. Sometimes it’s easy option like picking I-pad from ‘Chinese Pad’ but sometimes it’s like choosing between I-pad 2 and Galaxy note. In my case,I love I-pad but I also want the sophisticated galaxy-note. What make me hard to choose is that I-Pad has no USB port or memory card that I need but it has a shiny apple logo and created by Steve Jobs, one of my favorite figure while galaxy note has the USB port and many compatible devices to connect to other gadgets but has no shiny prestigious logo that I love. We have to choose anyway. So, pick one and continue life!





Sunday, March 4, 2012

Jalan-jalan Selorejo



 Walaupun tinggal lama di Malang, saya belum pernah berkunjung ke Bendungan Selorejo yang menjadi salah satu destinasi favorit di Jatim. Saya paling numpang lewat saja dalam perjalanan ke Kediri dan sekitarnya. Bendungan ini biasanya menjadi salah satu dari isi paket perjalanan wisata Malang dan Batu. 

Gara-gara Cepu, Fatiful, dan Chandra memutuskan untuk berburu pemuda-pemuda desa (baca: KKN) di Selorejo dan promosi mereka yang berbusa-busa tentang nikmatnya hidup di desa pada saat musim durian, saya, Fuad, Iqbal dan Ridho memutuskan untuk mengunjungi mereka sekaligus menuntaskan misi mulia teman kami, Ridho. Saya sedang malas bernarasi dan deksripsi ria, saya sajikan foto-fotonya saja ya. Here they are; 

Buat teman saya, Fuad, perjalanan kurang afdhol kalau kendaraannya  belum mengkilap




 



 


 










Batu City Tour





Ada yang tahu di mana kota Batu berada? Pertanyaan ini tidak berlaku untuk anda yang tinggal di wilayah jawa Timur. Yup, kamu benar Panji! Kota Batu adalah kota dingin di dataran tinggi tidak jauh dari Malang. Malang 'numpang' populer dengan 'Apel Malang' yang dihasilkan oleh kota kecil ini.

Hari minggu kemarin saya dan sepupu saya Anna main ke Batu. sudah lama saya tidak duduk lama-lama sambil memandang hamparan kebun bunga, apel dan sayuran di Batu. Dulu, saya sering jalan sendiri hanya untuk keluar masuk ladang bunga dan sayur.

Batu telah berbenah.City branding kota ini cukup berhasil. Kota yang dilabeli kota agrowisata ini telah berubah. alun-alun kota yang dulu tidak terawat sekarang menjadi public sphere yang sangat indah dan menyenangkan.

Walaupun hujan lebat sempat menghambat perjalanan, saya sempat mengambil beberapa gambar di alun-alun kota. Biarkan gambar-gambar itu yang bercerita.

Anna di depan Apple Fountain dengan background ferish wheel

Ada banyak bunga. Termasuk beberapa petak kebun mawar dengan aneka warna.  Ada mawar hitam loh!

Seperti kebanyakan kota di Jawa, alun-alun itu pasti ada taman, mesjid, dan  pusat perbelanjaan. Tampilan alun-alun kota Batu sangat fresh dengan paduan warna bunga-bunga di taman dengan warna bangunan serta latar belakang gunung-gunung yang memagarinya.

Menghabiskan sore dengan bacaan dan secangkir kopi di sini tentu saja sangat menyenangkan. saya suka warna-warna di taman ini. selain bunganya yang berwarna-warni, kursi dan bangunannya juga dicat warna cerah.
Plaza Batu jadi Pinky gitu . matching ya, sama kerudungnya Anna

bangunan rest roomnya lucu, berbentuk apel. Yang berbentuk strawberry itu  adalah lounge dan information centre. Secara teratur akan ada add lips yang menuyuarakan informasi tentang taman ini beserta himbauan untuk menjaga kebersihan. Itu artinya, budaya kita masih kuat budaya lisan. Kalau himbauan tadi dalam bentuk tulisan, paling hanya segelintir yang baca.

Kalau mau minum, bisa langsung dari keran ini. Bersih kok. Kayak yang ada di taman-taman  di negara-negara eropa. Yang kerennya lagi, taman ini adalah NON-SMOKING AREA! Ada juga ruang terbuka publik di negeri ini yang menjadi tempat aman bagi bukan perokok seperti saya:-)
Mau menikmati pemandangan taman dari atas? Naik ini aja. cuma IDR 3.000
Hawa di Batu sangat dingin. Makan soto ayam panas sambil menikmati panorama taman tentulah sangat nikmat.

Konon katanya Kota batu dulunya dijuluki Little Swiss. Mungkin karena gunung-gunung yang memagarinya ya? Saya juga tidak tahu. Tapi yang jelas, jalan-jalan ke Batu selalu menyegarkan. Two tumbs up deh buat bapak Eddy Rumpoko, walikota Batu yang muda dan energik itu. Beliau bisa dibilang cukup berhasil memoles Kota batu menjadi kota agrowisata. Kekecewaan saya karena Batu Flower festival yang 'kok cuma kayak gitu' itu terobati dengan mengunjungi alun-alun kota. Terus berkarya Pak!