Saturday, May 2, 2009

In The End, I Have to Leave…

Don't say hello if you don't wan to say goodbye.

Do you agree with these words? Definitely do not. I'm a kind of person yang excite to meet a new person even very hard to say goodbye (aku susah sekali untuk tidak "maen hati" dengan orang-orang yang membuat aku terkesan. Bahkan tempat yang aku suka). Rugi banget kalo aku tidak berani bertemu, make friend dst hanya karena takut untuk berpisah. Bukankah kita bertemu untuk berpisah. So, kenapa kta selalu berat bahkan tidak mau berpisah padahal kita sudah tahu sebelumnya kalo itu bakal terjadi. Yup, we have to say goodbye when its time come. Even it is hard and consumes lot of tears.

Yup, aku harus kembali ke "habitat" asalku to fight for the future. Kali ini aku diantar oleh banyak orang ke terminal bus. Ada Bunda, Abang, Abang iparku, dua sepupuku yang kuliah disana, adik abang iparku (Captain G) dan one of my Uncle. Lucu juga, seperti awal aku harus meninggalkan my lovely town selepas SMP dulu. Padahal sebelumnya aku selalu berangkat sendiri, yang nganter ke terminal cuma my best friend (I didn't meet him this holiday, miss him so much). Aku jadi merasa kepergianku (kembali ding) kali ini sangat penting. Hmm..berat rasanya meninggalkan Mbojo.

Sebenarnya aku ingin cepat-cepat langsung ke Malang. Too much moment I missed there. Tiga kawinan teman nggak aku hadiri coz' I couldn't back to Malang at the time. Tapi sepertinya besok pagi Ayah sudah menunggu aku di terminal bus di Mataram (How the moment will go? I have not seen him bout 18 years…How come? Difficult to tell here…). Sudahlah biarkan mengalir.lihat saja apa yang terjadi besok. Yang pasti aku tidak punya expektasi apa-apa selain ingin berbakti.

Terminal Bus Mataram

Arrgghh…sampai juga aku di Mataram. Teringat 4 tahunan yang lalu saat aku masih begitu ekspect to him. Saat aku masih memikirkannya dengan pikiran anak SMA. Tapi toh aku harus puas dengan tidak bertemu dengannya even the distance of my boarding school to his home is too near to separate me with him. Apalagi untuk ukuran father and son.

Send him a message told that I've arrived. Setelah celingak-celinguk berapa kali di lorong dan peron, did not meet him. Tapi pas aku jalan ke arah pemberhentian bus jurusan Malang I saw the man really similar with my older Bro. My instinct said he is the person I have to meet. He seemed seeking some one too. Pas aku keluar dia masuk dan kita berpapasan di pintu. Is he my dad? I took my phone and dialed his number. Yup, dia merogoh sesuatu dari kantongnya dan kelihatannya akan menerima panggilan di hand phonenya. Cepat aku end my dial di hape ku. Ngak salah, he is my father. Langsung kuhampiri dan kucium tangannya setelah mengucapkan salam. I did so to the lady beside him (must be my "another" mom=hate to say it). The man tertegun surprised. Dan cepat kukatakan I'm Erik Sir. Cepat-cepat ku kuasai suasana dengan duluan untuk menanyakan kabar dst (bagaimanapun wherever I am, still erik with the public relations senseJ)

Akhirnya kita keluar beriringan menuju cidomo dan go to his home. What do you feel Erik?

Just so so. Nothing special. No, 'wow'! it is only as I meet my Uncle and family yang laen wheraeas this man always come to my dream when I was Child till the end of my senior high school. Sekarang, Gak berasa. Mungkin karena aku tidak punya ekspektasi apa-apa. Mungkin karena aku sudah menerima semuanya dulu. Atau rasa itu sudah habi sterkikis harapan-harapanku dulu.

Kulihat ada cairan bening di sudut matanya yang tertahan. Dari sorot mata tuanya kutahu dia menahan haru. Sesampainya di rumah kami ngobrol-ngobrol biasa seperti lazimnya father and son. Dia bercerita bagaiman panglingnya dia saat ada pemuda botak dengan kulit sawo kematengan mencium tangannya di terminal tadi. Karena yang dia tahu, pemuda yang ditunggunya adalah seorang pemuda berkulit agak kuning dengan rambut tersisir rapi dan senyum manis seperti yang diketahuinya di foto (that is 3 years ago, when I was so "green" daddy) Tidak ada suasana kaku seperti orang yang tidak bertemu belasan tahun and have a blocking in their relationship. Aku dengan ringan memanggilnya 'ayah' (kalau saja kau tahu betapa indahnya kata itu kalau kuucapkan 3-18 tahun yang lalu). Even obrolan menyentuh ke hal-hal yang menyangkut masa lalu. Aku tidak bisa banyak berkata a tentang itu karena memang aku tidak tahu apa-apa. Kecuali aku tidak mendapati seorang ayah di rumahku sebagaiman lazimnya sebuah keluarga. Tidak ada yang mengajariku pekerjaan lelaki, beladiri, atau tempatku bertanya masalah lelaki. Semua jawaban pertanyaan tentang "kelelakian ku dapat dari buku-buku, majalah dan novel yang sudah kulahap sejak kelas 3 SD. Ayah bagi kami adalah seorang waita agung yang selalu ada disamping kami, Bunda tercinta.

Sekarang, aku tidak berharap apa-apa. Bagaimanapun he is my father. Itu sudah tertulis disana dan tidak bisa dihapus. Aku sudah menerimanya walau kadang aku masih berandai tetang kehidupan keluarga yang lengkap. Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikirannya sekarang tapi dia menumpahkan semua ekspektasinnya atas aku dan saudara-saudaraku. Aku juga heran, koq bisa aku bersikap se calm itu dalam situasi yang biasanya menguras air mataku.

Setelah mandi makan dan ngorol-ngobrol aku pengen muter-muter kota Mataram, the city where I spent three years of my youth here). Hmm…masih teduh dan hijau seperti dulu. Masih dengan sopir-sopir angkot dan tukang ojek yang ngotot dan suka nipu seperti dulu. Muter-muter di Mataram Mall tapi nggak ada yang menarik. Mal tempat aku biasa minggat dari boarding school kalau lagi bête. Sebenarnya pengen mutarin kota mengunjungi lagi tempat-tempat favorit zaman SMA dulu. Sebenarnya pengen mengunjungi teman-teman SMA juga, tapi nggak jadi. Aku ingin jalan-jalan sendiri aja bernostalgia dengan masa SMa yang indah.

Nanya ke abang yang jaga stand computer "where is the hot spot area here?". Dianya bingung, stelah "ngg..eh..dmana ya" baru deh dia bilang nggak tahu. Kalo nggak tahu, nggak tahu aja. Nggak usah sok-sok mikir gitu. Akhirnya aku dapat info tentang hot spot area dari penjaga "distro Lombok Hardcore" tempat aku beli kaus pesanan si Erik (sebel, ngapain juga namanya sama dngan namaku). Aku meluncur ke area hot spot yang katanya cukup membayar Rp. 5000 untuk pemakaian sepuasnya. Wow, cool!!

Syurga banget, ngenet sepuasnya dengan Rp. 5000 dengan koneksi yang mantap. It's Ok to postpone continuing the trip tomorrow morning. In the end, dimanapun aku berada, internet adalah muaranya. Internet addict (kata lain dari banci ngenetJ)

And that night was my first dinner with the man I have to call daddy after 18 years no touch and no see. And the Lady ask me "is this your first dinner with your father? What do you feel?"

"Yes mom, definitely right (not only the first dinner but also the first being in one table with him)"

Yeah…at least I have met the man I should call "DADDY"


 

PS

Bagi anda yang ingin menempuh rute backpacker dari Lombok ke Bali, here is the line;

Angkot Mataram-Pelabuhan Lembar Rp. 10.000, Ferry Lembar-Padang Bai (Bali) Rp. 32. 000,Ojek Padang Bai-Dempasar Rp. 50.000. setelah itu dari terminal Ubung Dempasar tinggal pilih mau kemana. Naek Bus ke singaraja Rp. 20.000. Ke kawasan Kuta lewat terminal tegal naek angkot Rp. 22.000. atau kalo pengen mudah, naek ojek sampe kuta dengan Rp. 30.000 (normal price) tapi aku dapat Rp. 25.000. tentu saja setelah nawar dan sok tahu ini itu. Tapi kalo nawar lihat-lihat, kadang-kadang mereka marah. Apalagi yang badannya gede dan tampang seram. Pokoknya jangan tampakkan kalo anda lemah. Busungin dada, trus berjalan dengan tegap.

Have nice trip…

1 comment:

  1. perpisahan itu seperti mati yang "sedikit". begitu katanya.


    emang bener..kalo ga mau berpisah jangan pernah bertemu.

    karena jika kau berpisah tanpa pernah bertemu kembali berarti kau bukan lagi mati yang sedikit.

    ReplyDelete

Whaddaya think?