Saturday, May 2, 2009

Singaraja; 1 Meter ke Pantai, 1 Meter ke Gunung

Hiruk pikuk kota, deburan ombak pantai, kesejukan pegunungan dengan deru air terjun brpadu menjadi satu. Semua bisa anda dapatkan di Kaabupaten Buleleng. Memasuki buleleng kita akan tahu bahwa ternyata bali bukan hanya sanur, kuta, legian, dan seminyak.

Buleleng adalah sebuah daerah tingkat dua di bagian utara Bali. Dengan kontur pantai dan pegunungan yang dipenuhi oleh aneka wahana wisata air terjun dan persawahan yang tersusun mengikuti kontur perbukitan menjadikannya sangat eksotis. Setiap jengkal tanahnya adalah asset wisata yang menjanjikan lembaran rupiah. Ketika zaman colonial dahulu, buleleng adalah ibukota sunda kecil dengan pelabuhan bongkar muat yang sekarang dikenal dengan kawasan dermaga. Bali pun mulanya beribu kota singaraja (ibukota kabupaten buleleng) sebelum dipindah ke Denpasar sekarang. Kerajaan buleleng pada masa lalu terkenal dengan pahlawan-pahlawan perang yang mengobarkan perlawanan rakyat terhadap penjajahan colonial belanda. Sisa-sisa bangunan loji Belanda masih berdiri kokoh di sepanjang pantai di kawasan dermaga Singaraja.

Bergerak sedikit kea rah utara, mendekati pegunungan, suguhan perkebunan cengkeh, rambutan dan durian yang diselang-selingi persawahan yang sedang disapu warna emas sungguh menyejukkan mata. Mendaki sedikit ke daerah pegunungan, kita akan sampai di pedesaan yang bernama gitgit. Vila-vila peristirahatan bertebaran di daerah ini. Disepanjang jalan menuju kawasan gitgit banyak berjejer kedai-kedai traidsional yang meyediakan makanan dan minuman bagi wisatawa sambil menikmati alam pegunungan yang damai dan sejuk. Para penjual ini terkenal dengan ''dakocan" (dagang kopi cantik)karena konon penjualnya cantik-cantik dan menjual kopi plus-plus.

Untuk sampai ke air terjun gitgit kita harus menuruni jalanan setapak yang dipagari oleh art shop-artshop yang menjual brbagai macam barang seni khas bali. Mulai dari kain, patung-patung kecil, aksesoris dan wewangian aroma therapy khas nusantara. Hmm…aroma magis bercampur aroma khas persawahan di desa.

Hawa dingin menyambut ketika mendekati air terjun yg dikelilingi tebing-tebing tinggi dengan bermacam flora yang tumbuh rapat. Perkebunan cengkeh dan buah-buahan yang menghampar d lereng bukit menjadikan hutan disini sumber uang buat penduduk. Nggak lengkap kalo nggak mandi di "tube raksasa" dengan "shower dahsyat" ini. Byur…grrhh…dingin-dingin empuk. Kesegaran kembali merajai diriku member energy jiwa dan raga. Semua lelah dan letih tersapu hilang. Energy dari alam. Kalau saja semua orang menyadari pentingnya alam, pasti semua hutan lestari seperti ini.

Kata Bro Arief sih ini belum seberapa. Masih ada tiga air terjun lagi yang bisa dicapai dengan melanjutkan perjalanan sekitar lima belas menit lagi. Kapan-kapan kita kunjungi lagi. Hmm..Bali memang serpihan syurga yang tertinggal di bumi. Bukti kebesaran Ilahi (bagi yang menyadarinya).

Bagi yang senang dengan suasana malam yang tenang, tinggal melangkah ke sekitar kawasan Dermaga dan mencoba minuman di kafe-kafe di atas dermaga yang menjorok ke tengah laut (namanya juga dermaga). Dulunya dermaga ini tidak terurus, tapi sekarang pemerintah daerah menyulapnya menjadi kafe yang menyenangkan. Tidak seperti pantai-pantai lain di Bali, tempat ini sangat tenang (nggak seperti Lovina, Kuta, Legian, Sanur dan Seminyak yang crowded with all etnic in the world). Merenung dengan soundtrack debur ombak dan semilir angin malam. Music yang sempurna, punyanya Mozart nggak ada apa-apanya.

Kita bisa sampai ke air terjun dengan membayar ojek sekitar 30 ribuan ato kalo pengen lebih free, bisa menyewa sepeda motor yang banyak disewakan seperti di tempat wisata lain di Bali. Dan jangan lupa kalo mau ngenet, di Blue Sky Net at jl. Pattimura 64, Singaraja.

No comments:

Post a Comment

Whaddaya think?