Monday, June 29, 2009

Laki-Laki Punya Cerita; Tentang Perempuan



Seperti apakah perempuan di mata anda? Begitu banyak perlakuan yang didapat oleh kaum perempuan tentunya berawal dari bagaimana kita menempatkan perempuan di hati kita. Bagi yang seorang suami, tentu saja bagaimana ia menempatkan isterinya di hati dan di sisinya. Bagi yang belum meyandang status suami , teuntu saja bagaimana kita menganggap saudara perempuan, ibu, dan perempuan-perempuan di sekitar kita.

Sepulang Liqo aku malam ini aku masih sempat menghabiskan Perempuan Punya Cerita sebelum melanjutkan sripksi. Nggak banyak yang membuatku "dekat" dngan film ini kecuali tema yang diangkat. Tentang kehidupan kaum perempuan. Sebuah film yang terdiri dari beberapa film pendek yang berdiri sendiri. Semacam "Maya, Raya, Daya" dan "Paris J'te Aime".

Perempuan memang diciptakan dengan sangat berbeda dan istimewa. Istilah "Men are from Venus and women are from Mars" cukup menunjukkan betapa berbedanya kita dengan kaum perempuan. Dan memahami perbedaan ini sehingga kita bisa memperlakukan "perempuan kita" dengan proporsi yang pas. Sejarah mengabadikan keistimewaan perempuan dengan sebuah kata mutiara yang tetap diingat sepanjang zaman; dibalik setiap pahlawan besar selalu ada seorang perempuan agung. Seorang perempuan tempat mereka menumpahkan perasaan, menemukan kenyaman, berbagi beban, tempat mereka bisa dengan bebas menujukkan kelemahan mereka tanpa merasa malu dan kemudian merubahnya menjadi energi untuk tampil hebat di luar rumah.

Sejak kecil aku paling dekat dengan perempuan. Bunda, Ibuku. Dilahirkan sebagai bungsu dari tiga bersaudara membuat aku menjadi anak yang sangat dimanja oleh Bunda. Apalagi semenjak aku mulai masuk SD. Tapi semua itu tidak menjadikan aku tumbuh sebagai anak yang manja karena aku selalu menemukan figure dari buku-buku cerita yang menemani aku tumbuh besar. Buku-buku Enid Blyton, Dwianto Setiawan, Alfred Hithcock, C. M Nas, Marga T dan sederet penulis Indonesia lainnya membuat aku menemukan sosok pahlawanku sendiri.

Kakak pertamaku laki-laki. Usia kami terpaut sekitar 7 tahun. Kami tidak pernah akur, berantem hampir setiap hari. Dia selalu memancing emosiku dengan berbagai cara. Tapi aku tahu, sebenarnya dia amat saying padaku. Nah, baru dengan kakak perempuanku yang aku panggil Sista (sister Ita) aku sangat akur. Aku selalu berada di pihaknya setiap ia terlibat konflik dengan kakak laki-lakiku.

Kedekatanku dengan dua perempuan, Bunda dan Sista membuatku sangat perasa dan tidak pernah rela melihat perempuan dizholimi. Aku juga menjadi sangat tahu bagaiman menyengkan hati Bunda. Ketika SMP aku sering banget berantem karena ada anak lain yang menghina teman perempuanku. Padahal teman perempuan itu tidak masuk dalam lingkaran sahabat, kami hanya pernah satu kelas ketika SD. Makanya, aku punya banyak teman perempuan yang sangat loyal. Sampai-sampai pacar (dulu waktu SMP) sering cemburu terhadap teman-teman perempuanku. Begitulah, setiap ada konflik yang melibatkan perempuan dan laki-laki pasti simpati pertamaku sebelum mengetahui permasalahannya jatuh ke Si Perempuan.

Memasuki bangku SMA, terpisah jauh dari Bunda dan Sista yang juga terpisah jauh karena harus kuliah ke Malang, aku hampir tidak pernah berinteraksi lagi dengan perempuan. Bagaimana mau berinteraksi, wong sekolahku isinya adalah makhluk berjakun semua. Mulai dari siswa sampai staff pengajar. Yang perempuan paling hanya ibu kantin doang. Terpisah jarak yang jauh, membuatku semakin dekat dengan Bunda dan Sista. Kedekatan itu terwujud dengan surat-surat panjang yang datang dan terkirim saban waktu. Bukankah tulisan terkadang lebih mudah untuk mengunkapkan perasaan?

Sampai sekarang perempuan yang paling dekat denganku hanya Bunda dan Sista. Teman-teman kuliah dan partner di organisasi sebenarnya banyak. Tetapi tentu saja aku tidak bisa sedekat dengan teman-teman ketika SMP dan SD dahulu. Pemahaman membuatnya begitu. Tetapi untuk urusan simpati dan keberpihakan, sepertinya masih tetap kepada perempuan. Makanya untuk urusan poligami, tidak akan pernah menjadi minatku. Secara syar'i aku tahu itu benar, tapi hatiku tidak akan tega melakukannya. Iya, iyalah! Bagaimana aku melakukannya kalau menikah satu aja belumJ

No comments:

Post a Comment

Whaddaya think?