Sunday, January 22, 2012

My Bali Life; Today's Chronicles

Untuk kesekian kalinya saya bangun pagi dan mendapati percikan-percikan cahaya kilat lewatjendela kamar. Rintik hujan membentuk irama simponi pagi yang berbeda. Saya masih terbaring dengan mata terbuka dan menyadari saya sedang di bali lagi. Baru satu minggu yang lalu saya berada di sini, dan sekarang saya kembaliu lagi. Saya telah benar-benar jatuh cinta pada tanah molek ini. Saya tidak pernah bosan berada di Bali. Bali membuat saya kembali menyukai hal-hal remeh dalam keseharian yang sempat hilang dari hidup saya belakangan ini.

Saya menyukai rutinitas bangun pagi dan berjalan di rumput basah menghirup aroma bunga kamboja yang berguguran. Kalau sedang rajin, saya akan menenteng kamera saya dan mengambil beberapa gambar. Atau cukup memunguti kuntum-kuntum kamboja dan menghirup wanginya berulang-ulang serta menyelipkannya di telinga saya. Sesederhana itu saya menyukai Bali.

Akan tetapi pagi ini saya tidak bisa banyak bersantai-santai. Jarum Alexandre Christie di tangan saya menunjukkan angka  7. Saya sudah mandi dan rapi. Saya punya dua meeting appointment hari ini. Masih berhubungan dengan project property kami. Pertama, saya harus bertemu dengan Beli Made, arsitek keren temannya Dewi. Yang kedua saya akan bertemu dengan Linda, orang Aussie pemilik guest house di Kerobokan.

Saya menyambar netbook saya dan bergegas ke taxi di luar pagar yang sudah menunggu. Karena saya belum menyewa motor, saya harus naik taxi ke halte Trans Sabhagita terdekat; halte Griya Asri. Running text di screen menampilkan informasi bahwa bus selanjutnya masih berada  1 kiliometer dari halte dengan estimasi waktu tempuh sekian menit. Ini adalah mass transportation yang paling

Di Trans Sabhagita
Tampaknya hanya saya yang nekat menantang ingin pagi ini. Semua penumpang berjaket aan pakaian tertutup. Saya dengan bodohnya hanya memakai  t-shirt merah menyala dengan print bendera swiss dan bermuda serta sepatu kanvas. Syal hijau yang melilit di leher saya senada dengan warna gelang di tangan kiri. Naik transportasi umum yang nyaman adalah salah satu hal yang paling saya sukai. Apalagi di tengah hujan seperti ini.

Saya merogoh kantong saya berusaha mendapatkan lembaran ribuan untuk menebus harga tiket. Namun yang saya temui hanya selembar lima puluh ribuan dan sekeping koin lima ratus rupiah. Saya mengacak-acak setiap kantong kecil di backpack saya. Nihil,. Saya tidak menemukan uang yang saya inginkan. Sementara mbak-mbak pramugarinya sudah tidak sabar. Tiba-tiba seorang ibu yang duduk di kursi belakang bersuara. Dia menawarkan untuk membayar tiket buat saya. Saya tidak punya pilihan lain kecuali menerima mengingat saya benar-benar tidak punya uang kecil dan pramugarinya tidak punya kembalian.

Di tengah dinginnya  cuaca dan AC bus, hati saya menghangat. Bertambah keping kebahagiaan saya pagi ini. Di tengah budaya individualis yang semakin menggempur, ada orang yang dengan entengnya mau membantu.

Central Parking Shelter
Keluar dari Sarbhagita di Central parking Shelter saya disambut hujan yang semakin lebat. Saya celingukan menunggu taxi yang sepertinya enggan lewat di tengah hujan yang disertai angin kencang pagi ini. Saya tidak ingin telat di appointment saya. Ketika meeting sama Robert minggu lalu saya sampai telat 15 menit.
Blue Bird muncul ketika saya sudah mulai gelisah menunggu. Saya duduk sambil merenung menatap rintik hujan lewat jendela taxi. Menonton rinai hujan selalu menciptakan desir damai di dada saya. Berkah hujan pagi ini adalah saya cepat sampai karena jalanan tidak ramai diakibatkan oleh hujan.  Dalam waktu kurang dari 10 menit saya sudah sampai di Coco resto & café yang menjadi venue appointment pertama saya pagi ini.

Perut saya tiba-tiba keroncongan. Saya bergegas ke café Coco ttempat saya janjian dan mulai menghadapi sarapan saya; croissant dan banana pancake serta segelas susu. Rutinitas pagi yang perect! It’s really a daily 
chronicles I really want for my life.

Makanan di hadapan saya tandas. Akan tetapi beli made belum juga muncul. Ketika saya mulai gelisah, hape saya bordering. Beli made. Dia terjebak macet di by pass.

Beli Made
beli made datang tepat ketika saya sudah mulai merasa bosan menunggu. Sesosok pemuda akhir dua puluhan dengan aura semangat yang langsung kelihatan. Tidak sulit bagi saya untuk klik dengan laki-laki ini. Ditemani secangkir cappuccino kami mengobrol tentang rencana project saya. Dugaan saya tidak salah, aura semangatnya menularbicaranya antusias. Muda, sederhana, dedikatif dan profesional. Sosok menantu idaman benar ini orang.

Setelah kopi habis dia mengajak saya melihat contoh project villa dia yang sedang on process. Saya makin ngeh sekarang. Dengan tanah yang seuprit ternyata kita sudah bisa punya villa idaman (dengan modal yang nggak seuprit tentunya) complete dengan kolam renang dan garden yang cantik. Akan tetapi mendapatkan tanah seuprit di daerah ini bukan perkara mudah. Selain harganya yang super mahal, belum tentu ada orang yang menjual.

Linda
Seorang perempuan bule paruh baya menyambut saya begitu saya turun dari taxi di depan sebuah banguan bergaya arsitektur Bali. Saya sudah pernah ke sini minggu lalu untuk mengecek fisik bangunan. Kedatangan kali ini khusus untuk meeting karena minggu kemarin dia masih di Australia.

Meeting kali ini adalah obrolan yang menarik tetang guest house yang dia kelola yang (mudah-mudahan) bisa di handle over oleh saya (siapa lo?!!). Masih banyak informasi yang harus saya gali teantang hotel mungil ini. Sementara Christian sudah tidak sabar lagi untuk cepat-cepat memanage hotel ini. Saya tidak ingin terburu-buru sebelum memastikan semuanya aman dulu. Saya masih harus bertemu notaris, mencari second and thoird opinion dan bertemu dengan pemilik pertama. Ini bukan beli baju di mal!
Saya sendiri langsung jatuh cinta ketika melihat hotel mungil ini pertama kali. Jangan ditanya antusias saya. Saya sangat bersemangat dengan project ini. Semangat yang bercampur was-was. Bisa sukses nggak ya?
Meeting kelar, saya memutuskan jalan kaki ke seminyak atau mungkin lebih jauh lagi. Sekalian saya ingin mencoba mengukur, bisakah client nantinya menjangkau hotel ini dengan jalan kaki. Saya sangat menikmati berjalan menyusuri jalan yang dipenuhi artshop, villa dan sawah-sawah ini. Ternyata cukup berjalan sepuluh menit saya sudah sampai di area seminyak. And I end up walking to Lawaloon Hotel in Kuta. Jarak yang biasanya ditempuh dengan 70 rebuan perjalanan taxi.

Kuta
Setelah mendapatkan motor sewaan dari langganan saya selama 4 tahun ini, saya memutuskan untuk muter-muter dulu di discovery mall. Tempat ini menjadi salah satu tempat favorit saya karena mempunya semacam beach front piazza mungil di belakangnya. Ini adalah etalasse tempat saya biasa memperhatikan berbagai macam tingkah orang datri berbagai macam ras dengan kamera di tangan, siap menjepret begitu ada objek menarik.

Akan tetapi saya juga tergoda oleh promo beli- dua- dapat-satu untuk sandal pantai yang lucu-lucu. Saya akhirnya menenteng pulang sepasang sandal merah menyala dan sepasang berwarna hitam dengan tali merah. Lumayan, bisa dipadukan dengan t-shirt merah sayaJ

Hari beranjak sore ketika saya memutuskan untuk pulang. Saya sudah tidak sabar untuk cepat-cepat mengerjakan laporan kerja saya hari ini dengan ditemani segelas besar cappuccino.

Nah, setelah long shower session, di sinilah saya sekarang. Di depan laptop dan berbagi cerita dengan sepotong tullisan iniJ
Bukit Jimbaran, 21 Jan 2012

No comments:

Post a Comment

Whaddaya think?