Melintasi rimba Sumatera dahulu hanyalah imaginasi hasil bacaan buku-buku yang saya baca ketika masih kanak-kanak. Tapi sekarang saya benar-benar sedang di atas bus yang menyususri jalan lintas sumatera bagian barat. Melewati hutan, daerah pertambangan, lahan-lahan pertanian para transmigran membuat saya tidak tidur sepanjang siang sampai petang sejak berangkat dari Padang. Pemandangan di luar jendela terlalu sayang untuk dilewatkan. Sambil melayangkan pandangan menembus kaca jendela bus sesekali saya mengobrol dengan ibu-ibu Padang yang duduk di barisan kursi di samping saya. Sementara Adri, salah seorang tim yang saya bawa dari Padang, terlelap di kursinya sejak tadi.
Ada satu daerah berhutan sebelum Dharmasraya yang membuat saya berdecak kagum. Jalanan yang dilewati oleh bus diapit oleh dua bukit tinggi yang menyisakan lembah sempit yang cukup untuk jalan raya di bawahnya. Saya merasa sangat kecil seperti terhimpit dua bukit dengan hutan lebat itu. Sungai-sungai berair jernih mengalir searah dengan jalan yang dilewati bus.
Selain karena pemandangan hutan dan alam di luar jendela bus, ada satu hal yang membuat saya suka memandang ke luar. Saya selalu penasaran untuk tahu nama daerah atau desa yang saya lewati. Inilah beberapa nama daerah yang saya lintasi yang mampu saya rekam sebelum malam menjelang dan saya terlelap bersama deru mesin bus; Solok-Sawahlunto-Sijunjung-Muara Langsat-Kambang Baru-Kiliran Jao-Sungai Kambut-Pulau Punjung-Sungai Dareh-Jambi-Banyuasin-Palembang.
Penumpang bus yang saya tumpangi ini sebagian besar adalah para perantau dari Padang ke Jakarta. Apa yang digambarkan oleh film 'Merantau" itu ternyata tepat sekali. Masyarakat Minang punya tradisi untuk merantau.ibu di samping saya misalnya, beliau akan ke Jakarta untuk mengantarkan anaknya yang diterima bekerja di sana sekaligus mencari peluang untuk melebarkan usaha rumah makannya di Jakarta. Wuih…otak bisnis benar.
Setelah sekitar 19 jam melintasi bagian barat pulau Sumatera, jam 7 pagi saya sampai di kota Palembang. Di jemput Mr. Agung, manajer kami untuk cabang Palembang saya diantar ke penginapan. Wuih…., 19 jam di atas bus mengingatkan perjalanan mudik saya semasa mahasiswa dulu. Bedanya, kalau saya mudik bus yang tersedia banyak dan semuanya eksekutif. Jadi nyaman. Sedangkan bus yang saya naiki sekarang memang judulnya eksekutif. Di tiketnya juga tertulis begitu. Apalagi di Jawa bus ini memang bercitra ekslusif. Citra ekslusif itu langsung luntur ketika mendengar alunan music yang mengalun dari audio bus. Campursari men..!!
Aduh nggak di Jawa, nggak di Sumatera kok music ini melulu sih. Kok bukan Musik Minang atau Musik Melayu? Bukannya apa-apa, melintasi rimba Sumatera dengan iringan music campursari rasanya nggak nyambung banget. Feelnya nggak dapat! Kalau sedang melintasi jalur Pantura sih emang pas banget. Bolak-balik kuping saya mati rasa mendengarkan cengkokan genit penyanyi campursari yang diputar dalam volume maksimal itu. Kalau lagunya "Stasiun Balapan" atau "Terminal Tirtonadi" sih hati saya masih bisa ikut berdendang. Bahkan mungkin saya akan ikut bersenandung walaupun suara saya ini ngepas banget. Pas banget hancurnya maksud saya. Tapi kan kalau ditutupi suara Mas Ndidi Ngempot (iku ejaan Njowone acene koyok ngene kan yo rek yo?) itu suara saya pasti akan kedengaran bagus juga kan?
Kalau tadi Citra ekslusifnya luntur, sekarang pupus sama sekali. Apa pasal? Gimana nggak pupus kalau kenyataannya saya duduk dalam bus tapi kok di samping saya ada air terjun mini yang terus menetes sampai airnya mengalir. Benar sih saya suka alam dan sekarang sedang melintasi hutan Sumatera, tapi ya mbok air terjunnya jangan ikut dibawa-bawa masuk bus. Saya memang suka belajar dengan gaya visual, tapi kalau untuk ini kayaknya pengecualian deh. Rupanya, ada masalah dengan AC bus EKSEKUTIF ini. Atau mungkin AC itu singkatan dari 'Air crut…crut..!' ya?
Overall, perjalanan saya dengan bus EKSEKUTIF ini sangat menyenangkan. Seru malah. Tapi ada satu lagi yang mengganjal. Ketika malam hamper turun, bus berhenti di Sungai dareh untuk memberikan kesempatan buat penumpangnya mengisi perut. Karena mudik naik bus sudah menjadi tradisi saya, maka saya menganggap fasilitas bus eksekutif di mana saja sama. Makanya ketika sydah duduk di kursi rumah makan Padang itu, saya makan dengan tenangnya sambil menggenggam tiket di tangan. Anggapan saya adalah makanan kita ini adalah bagian dari pelayanan bus eksekutif itu. Saya baru tercengang ketika penumpang-penumpang yang lain satu-persatu menuju kasir setelah menyantap hidangan mereka. Oalah…, BDD toh? Bayar Dewe-Dewe! Padahal dari malang ke Bali yang harga tiketnya Cuma 80 rebu aja kita dapat jatah makan malam loh. Untunglah saya membawa uang cash yang cukup.
Tips:
- Perjalan darat melalui jalan lintas Sumatera patut dicoba. Apalagi buat anda yang punya jiwa jalan-jalan terutama jiwa backpacker. Selain lebih murah daripada harus naik pesawat yang semuanya transit di Jakarta terlebih dahulu, anda punya kesempatan buat melihat kehidupan Suku Kubu (dari dalam bus tentunya, kecuali anda mau singgah dan menjadi santapan mereka. Nggak ding….! Mana ada orang yang nyantap orang di era digital kayak gini selain Sumanto?).
- Bus yang khusus melayani rute Padang_palembang tidak ada. Yang ada hanyalah bus dengan Rute Padang-Jakarta-Bogor, Solok-Jakarta-Solo-Ponorogo-Banyuwangi-Padang Bai (ujung timur P. Bali) dan sebagainya. Tapi jangan khawatir, anda bisa menumpang bis-bis tadi dan minta turun di Palembang karena memang dia akan berhenti di sana untuk menaikkan penumpang. Bus berangkat dari Padang pukul 10 pagi setiap harinya. Bus EKSEKUTIF yang saya naiki itu harga tiketnya Rp. 245.000,-.
- Berhubung ini perjalanan panjang melintasi hutan, pastikan tubuh anda dalam kondisi fit. Siapkan perbekalan minuman dan makanan ringan secukupnya. Jangan lupa membawa buku bacaan. Kalau tidak anda akan mati garing, terutama buat anda yang menganggap hutan, sungai dan gunung itu bukan pemandangan indah. Siapkan juga mental anda, karena begitu meninggalkan kota Padang, bus anda akan terseok-seok melewati jalanan berkelok mendaki yang sempit. Kadang-kadang bus akan berhenti di tanjakan dengan susah payah untuk memberi bus yang lainnya untuk lewat. Jadi, bersiap-siaplah untuk senam jantungJ
- Sebenarnya ada pilihan lain. Anda bisa naik travel dengan armada Avanza atau Innova. Cukup membayar Rp. 300.000,- anda bisa sampai lebih cepat dibandingkan naik bus. Selisih waktunya sekitar 6 jam. Dari Padang jadwal berangkatnya jam 3 sore dan tiba di Palembang pukul 5 atau 6 pagi.
- Pastikan membawa bacaan karena 'bingkai' keindahan versi anda belum tentu sama dengan yang saya miliki. Mungkin saja anda akan bosan melihat pemandangan hutan melulu.
Nah, bagi anda yang ingin mencoba, have nice trip deh!
naik busnya apa nih? tampaknya rekomended. thanks..
ReplyDeleteNaik Lorena
ReplyDeleteada rencana trip ke sumatra ya? atau memang dr Padang or sekitarnya?
ReplyDeletesaya punya rencana mau ke padang nih mas..
ReplyDeleteconsidering of ur tips #3
kira2 yang lebih aman itu naik travel atau bis ya mas? karena memang sumatera barat itu terkenal dengan kelok2nya. rada serem sih..
Bus khusus rute Palembang- Padang yaitu Yoanda Prima.
ReplyDeleteSelain yoanda prima bus apa yg ke palembng ya???
ReplyDeleteSelain yoanda prima bus apa yg ke palembng ya???
ReplyDeleteSeru bngt gan perjalanan nya
ReplyDeleteTravel yg 300rb tadi apa ya? Boleh minta kontaknya? Tks
ReplyDelete