Monday, December 13, 2010

Palembang 3# In the End, I have to Leave

Setelah memutarkan lagu "Good Byee"nya MLTR buat peserta pada sessi Listening kemarin, saya ternyata harus benar-benar say good byee kepada Indralaya and Palembang. Walaupun saya pernah bilang Indralaya itu very laid back, tapi toh saya terbiasa juga dengan ritme kehidupannya yang tanpa hingar bingar. Lagipula hati saya sudah terpaut dengan para peserta training saya yang secara emosional kita sudah sangat dekat. it's very hard to leave, when you fasten your heart upon something.


 

Saya sudah nyaman dengan ritme keseharian yang saya lakukan di sini. Berjalan kaki ke kelas tempat melintasi areal kampus yang luas. Pulang bersama-sama peserta menggunakan angkot ketika sore menjelang. Having conversation or words game during the way home or simply walking together while chatting or sharing about anything. And of course having extra days and corresponding through the SMS to assist them in Learning. It created closeness among us.


 

Saya juga sudah terbiasa dengan refreshing saya yang simple; naik bus kampus melintasi padang gambut menuju Palembang. Ini adalah salah satu cara bagi saya untuk menyelesaikan bacaan. 20 menit pertama perjalanan Indralaya-Palembang biasanya saya masih terpaku pada bacaan di tangan saya dengan diiringi nyanyian pengamen. Ketika perjalanan melintasi Padang gambut, mata yang tadi menuyusuri kalimat-demi kalimat mulai tidak tahan untuk melihat ke arah luar jendela. Maka di depan saya terhamparlah lahan gambut yang dipenuhi rumput-rumput rawa yang diselang-selingi oleh sungai-sungai kecil bening yang mengalir tenang. Ada satu sungai kecil yang selalu saya tunggu untuk melewatinya. Sebuah sungai bening yang saking beningnya saya bisa melihat dasar sungai dengan jelas dari atas bus yang melaju. Keindahan yang masih belum terjamah tangan manusia.


 

Ketika sampai di kota Palembang, saya akan langsung melompat ke atas bus Trans Musi dan menikmati kenyamanan sensasi segar setelah berpanas ria dengan hawa kota Palembang. Saya akan duduk tenang di atas bus dan mulai membaca atau sekedar memperhatikan orang-orang dalam bus dan mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Menurut saya, ini adalah salah satu cara untuk mencoba menyelami kehidupan lokal. Saya jadi tahu bagaimana the locals behave, saya tahu apa topic pembicaraan yang sedang inn di tengah-tengah mereka. Saya juga tahu bagaimna kecenderungan mereka dalam fashion tentu saja. Dan tentu saja saya mulai sok menilai satu per satu penampilan mereka.


 

Biasanya saya akan ikut rute bus dari ujung ke ujung kemudian transit di salah satu halte untuk menaiki bus yang lain yang akan membawa saya untuk makan siang. Karena ini di Palembang, menu utama yang dicari adalah makanan khas Palembang. Dan favorit saya adalah pempek. Setelah city tour itu biasanya saya menemukan banyak ide untuk training saya. Banyak hal yang menginspirasi ketika saya duduk berpikir sambil melayangkan pandangan ke luar jendela bus.


 

Ada yang bilang keindahan versi saya terlalu sederhana dan mungkin hal biasa bagi orang lain. Namun bagi saya, keindahan tidak harus dibingkai dengan mewah. Hal yang sederhana akan menjadi indah dalam bingkai hati saya. Keseharian yang bagi orang mungkin adalah hal biasa bisa menjadi romantis bagi saya. For me, it's the matter of how I set my paradigm. Saya sangat bersyukur bisa menikmati keindahan dalam bingkai yang sederhana. Saya menjadi mudah menemukan keindahan itu ada di mana-mana bahkan dalam hal-hal remeh yang luput dari perhatian orang. Banyak orang yang harus membayar mahal untuk menikmati keindahan dalam bingkai yang mereka buat sendiri atau bingkai yang dibuatkan oleh orang lain untuk mereka.


 

Kalau anda, bingkai keindahan versi anda seperti apa?


 


 

No comments:

Post a Comment

Whaddaya think?