Pertama kali menapakkan kaki di kota ini saya merasa de javu. Saya seperti pernah berada di kota ini sebelumnya. Jalan-jalan lebar searah, panas yang menyengat, kendaraan yang memadati badan jalan dan halte-halte sepanjang jalan. Yup, Kota ini mirip Jakarta. Mirip panasnya, mirip padatnya dan hampir mirip macetnya.
Sungai Musi
Berbicara tentang Palembang tidak bisa dipisahkan dengan berbicara tentang sungai Musi. Mendengar nama Musi, saya langsung teringat sebuah lagu country yang dinyanyikan oleh Tantowi Yahya untuk mengenang sungai Musi. Sungai inilah saksi bisu peradaban-peradaban besar yang timbul dan tenggelam di Palembang ini. Sungai ini menjadi saksi kebesaran peradaban Kerajaan Sriwijaya yang kekuasaannya pernah meliputi beberapa Negara di ASEAN sekarang. Akan tetapi, sulit sekali mendapatkan sisa fisik peradaban Sriwijaya di kota Palembang sekarang. Kebanyakan arca-arca peninggalan Sriwijaya ditemukan jauh dari kota Palembang dan Sungai Musi.
Seperti peradaban-peradaban tepian sungai lainnya, Sungai musi menjadi pusat aktifitas sejak zaman kerajaan dahulu. Pasar Ilir 16 (pasar tua yang berdiri sejak tahun 20-an), Masjid Agung Palembang (masjid Sultan), Istana Sultan dan Benteng Kuto Besak terletak di tepi sungai Musi.
Ketika istana Kuto Gawang yang menjadi representasi kekuasaan Kerajaan Mataram dibumihanguskan oleh Belanda dalam sebuah penyerangan, Sultan Badaruddin II pun meminta bantuan kepada Raja Mataram di Jawa namun tidak ditanggapi. Kesal dengan keacuhan Kerajaan Mataram, Sultan inipun memutuskan untuk tidak bergantung lagi dengan kerajaan di Jawa tersebut dan bertekad mendirikan sebuah kekuasaan yang berdiri sendiri. Untuk menggantikan istana yang hancur rata dengan tanah, beliau mendirikan sebuah istana persis di tepian Sungai Musi berdampingan dengan Benteng Kuto Besak. Konon inilah satu-satunya benteng yang dibangun oleh pribumi untuk mempertahankan diri dari serangan penjajah.
Sampai sekarang Istana dan benteng tersebut masih berdiri kokoh menceritakan kebesaran Palembang masa lampau kepada dunia. Benteng Kuto Besak masih memegang fungsinya sebagai tempat pertahanan. Benteng itu sekarang menjadi KODAM dengan bangunan asli yang masih dipertahankan. Sedangkan Istana Kesultanan beralih fungsi menjadi museum namun kurang terawat.
Tepian sungai Musi sekarang sudah didesain menjadi public space yang selalu ramai dipenuhi oleh pengunjung yang sekedar bercengkerama sambil menikmati kudapan khas Palembang dan menikmati petunjukan para pemusik jalanan. Restoran-restoran yang berdiri di atas sungai siap memanjakan lidah dengan pilihan menu yang khas. Anda juga bisa menikmati makan siang atau makan malam anda di atas perahu yang melaju perlahan membelah sungai. Setiap sore tepian sungai ini sangat ramai pengunjung. Dan pengunjung akan memadat pada akhir pekan dan hari libur.
Jembatan Ampera
Di depan Masjid Agung yang berarsitek khas Palembang, hasil perkawinan budaya Melayu, China dan Jawa terbentang jembatan Ampera yang menghubungkan Kota Palembang bagian seberang dengan daerah-daerah di seberangnya seperti Kertapati dan Plaju. Kota-kota lain seperti Prabumulih, Muara Enim, Kayuagung dan Indralaya juga bergantung kepada jembatan ini untuk bisa terhubung dengan kota Palembang. Jembatan yang dibangun pada tahun 1940-anini menjadi landmark kebangaan kota Palembang.
Jembatan Ampera menjadi daya tarik tersendiri ketika malam turun di tepi sungai Musi. Besi-besi kokoh dan kendaraan yang melaju di atasnya berubah menjadi jembatan lampu yang kelap-kelip dengan lampu-lampu kendaraan yang bergerak di atasnya. Duduk di pinggir sungai sambil memandang jembatan Ampera pada malam hari membuat saya sedikit sentimentil. Malam akan semakin sempurna kalau anda menikmati makan malam anda di salah satu restoran di tepi sungai dengan pemandangan kea rah Jembatan Ampera. Ehmm…apalagi bersama orang-orang tersayang.
Trans Musi
"Palembang Menuju Kota Internasional". Spanduk-spanduk bernada serupa terpampang di berbagai tempat umum di tengah kota. Pemerintah kota memang sedang mencanangkan kota ini menjadi kota yang bertaraf Internasional. Walaupun begitu, saya bingung, kota yang bertaraf Internasional itu seperti apa. Tapi kalau buat saya, saya punya kriteria sendiri untuk sebuah kota yang bertaraf Internasional. Kota itu harus nyaman, aman, akses mudah dan harus hijau!
Belakangan saya punya hobi baru. Saya sangat suka naik kendaraan umum terutama bus. Makanya, ketika tahu di Palembang ada RTB dengan armada bus Trans Musi (seperti Transjakarta), saya langsung penasaran ingin mencobanya. Bedanya dengan Transjakarta, Trans Musi masih pakai system manual. Jadi tiket tidak dibeli di loket tapi dibeli di atas bus yang dilayani oleh dua orang pramugara. Tapi, kalau nyamannya sih, lebih nyaman Trans Musi lah. Secara tidak terlalu padat penumpang seperti Transjakarta. Hanya saja Trans Musi belum menjangkau sampai ke seberang sungai walaupun platform dan haltenya sudah dibangun. Tapi pada 2011 ini, Trans Musi direncanakan sudah bisa menjangkau semua pelosok kota sampai ke Airport pun.
Asyiknya kalau naik Transmusi, dengan tiket bus itu, anda bisa langsung menyambung perjalanan anda dengan bus air menyusuri sungai musi tanpa perlu membayar lagi.
Selain Trans Musi, di sini tersedia angkot dan bus kota. Seperti bus kota di kota-kota besar di Indonesia, angkot dan busnya tentu saja tua dan reot. Tarifnya juga hanya 500 perak lebih murah daripada Trans Musi. Hanya saja bus kota dan angkot menjangkau semua tempat di Palembang dan sekitarnya. Tapi siap-siap saja untuk menyesuaikan kuping dan menyiapkan jantung anda. Soalnya bus-bus ini selalu memutar music keras-keras dengan music house remix tung tang tung tang itu. Dekor Interiornya dangdut banget.pinggir langit-langit bus dipenuhi oleh rumbai-rumbai dengan bunga-bunga imitasi berwarna-warni yang disangkutkan di setiap lubang yang ada di bus.
Sea Games
Sumatera Selatan sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan diri menyambut Sea Games 2011. Sumsel akan menjadi tuan rumah untuk ajang pertandingan olahraga se-Asia Tenggara ini. Makanya, pembangunan infrastruktur sedang dikebut untuk memenuhi akomodasi peserta Sea Games. Hotel berbintang lima, convention centre, stadion dan fasilitas lainnya tiba-tiba bermunculan di sudut-sudut kota. Sepertinya Trans Musi ini pun bagian dari fasilitas yang disiapkan untuk menyambut hajatan besar ini.
Dari Hasil ngobrol-ngobrol saya dengan penduduk lokal, kota Palembang berambisi untuk menggantikan Jakarta menjadi ibu kota Indonesia. Apalagi di tengah isu pemindahan ibu kota yang sempat menghangat karena Kota Jakarta yang semakin tidak layak untuk dijadikan ibu kota. So, Jakarta, you better watch out!
Ada untungnya juga sih, Sea Games diadakan di sini. Pemerintah jadi terdorong untuk membenahi kotanya. Lihat saja ketika China mengambil keputusan untuk menjadi tuan rumah Olympiade yang lalu. Konon investasi yang masuk karena Olimpiade itu mengalir deras ke Negara tirai bamboo itu. Kerennya lagi, pembukaan dan penutupan olimpiade itu dianggap sebagai salah satu show paling spektakuler di dunia. Tapi, jangan sampai lah kota secantik Palembang ini mengalami nasib seperti kota-kota besar di Jawa. Tata ruang yang buruk dan tidak ramah lingkungan. Kota yang bagus menurut saya adalah kota yang humanis. Kota yang mengakomodir kepentingan penduduknya bukan kepentingan industry semata. Kota yang memberikan ruang bagi penduduknya untuk lebih mudah berekspresi dan menikmati hidup.
Note:
Ref. Sejarah diambil dari Diorama Palembang Tempo Dulu di Museum Istana Sultan Badruddin II Palembang.
No comments:
Post a Comment
Whaddaya think?