Monday, December 13, 2010

Palembang 4# Connecting Connected, Being Connected. Are you Well Connected?

Saya menulis draft catatan ini dalam perjalanan dari Padang-Palembang melintasi jalan Lintas Sumatra dengan bus. Waktu itu saya agak kesal karena mau ke kota tetangga aja kok mesti transit ke Jakarta terlebih dahulu sih? Gara-gara kesal itulah saya dengan senang hati memilih naik bus daripada naik pesawat yang harus transit ke Jakarta dulu. Padahal kan secara logika lebih efektif naik pesawat walaupun harus transit ke Jakarta dulu. Tapi saya sedang ngambek. Wujud ngambek saya adalah memilih naik bus. Padahal sih, alasan lainnya karena naik bus jelas lebih murah. Siapa yang nggak mau? Bayar lebih murah dengan bonus sensasi melintasi rimba Sumatra. Buat saya itu jelas-jelas bonus yang menggiurkan.


 

Tapi selama dalam perjalanan saya masih juga memikirkan tentang 'mengunjungi kota tetangga tapi harus transit ke Jakarta dulu'. Itu kan sama dengan mau dolan ke rumah tetangga sebelah tapi harus berjalan memutar ke kampung sebelah. Padahal kan rumah yang dituju hanya terpaut dua rumah.


 

Bisa jadi, masalah 'koneksi offline' ini yang menghambat perkembangan daerah-daerah di luar Jawa. Mungkin ini tidak jadi masalah dengan para pebisnis dengan kantong tebal karena biaya transportasi hanyalah seupil bagi mereka. Berbeda dengan bisnis kecil dan pemula yang harus memperhitungkan dengan sangat cermat dan hati-hati semua biaya yang harus mereka keluarkan. Bagi mereka, naik bus tentu lebih dipilih karena jauh lebih murah. Tapi tentu saja naik bus tidak efektif buat bisnis mereka. Waktu produktif terbuang di kursi bus.


 

Ketika secara offline koneksi masih menjadi hambatan bagi sebagian besar orang, secara offline sebagian besar orang sudah connected. Perkembangan teknologi informasi terutama internet menyebabkan horizontalisasi di antara penduduk dunia. Secara online mereka sudah semakin sejajar alias horizontal. Informasi dan pengetahuan yang diakses oleh si Sam di new York sana pada saat yang sama bisa diakses oleh si Abdoul di tengah gurun Sahara Afrika maupun Si Yefrizal di Sawahlunto sana. Ide-ide yang didapat setelah mengakses informasi dan pengetahuan tadi tentu saja bermunculan di kepala mereka menunggu untuk direalisasikan di dunia offline.


 

Permasalahannya adalah horizontalilasi online tadi masih susah diwujudkan dalam dunia offline. Si Yefri di Bukittinggi boleh saja bercakap real time dengan si Yves di bawah Eiffel sana akan tetapi belum tentu ia bisa dengan mudah mengunjungi si Uno di Palembang. Ia bisa mengunjungi si Yves secara online dengan mudah akan tetapi susah untuk mengunjungi si Uno yang di Palembang walaupun mereka tetangga propinsi dan jaraknya tentu saja jauh lebih dekat. Ia memutuhkan waktu lebih dari 16 jam untuk bia sampai ke sana dan harus memutar ke Jakarta dan membayar lebih mahal kalau mau lebih cepat. Biaya yang lebih mahal dikeluarkan karena tidak ada direct flight dari Padang ke Jakarta walupun mereka tetangga. Lucu juga dengan kenyataan harus ke Jakarta dulu untuk sampai ke Pekanbaru atau Medan dari Palembang. Rute yang memutar jauh ini kan high cost. Bisa nggak sih salah satu Airport yang ada di Kota di Pulau Sumatera ini dijadikan hub untuk penerbangan ke kota-kota sekitarnya. Kalau perlu, di Kalimantan juga harus punya satu. Jadi, nggak harus Jakarta sentris kayak gini.


 

Saya: Ngantuk pagi-pagi buta rushing to Sultan Badruddin II Palembang airport to catch the flight to Padang via Jakarta. Menunggu untuk terbang dari satu kota ke kota lain di Sumatera tanpa harus ke Jakarta dulu.


 


 


 


 


 


 


 

No comments:

Post a Comment

Whaddaya think?