Friday, June 3, 2011

Omelan buat Celcius Fashion dan Marketing 3.0


Tempat tinggal saya di kota ini dekat dengan sebuah mal besar, Mega Mal namanya. Walaupun Mal ini besar dan terletak di pinggir pantai, malnya nggak asyik. Hanya ada dua hal yang menarik di sini menurut saya; Coffee Town dan Butik Celcius. Mal ini mempunyai pintu yang langsung terhubung dengan pelabuhan internasional batam centre yang ramai dilewati orang yang datang ataupun pergi ke Singapore. Setap hari, warga Singapore dan Malaysia datang berbelanja ke mal ini. Lucu ya? Orang Indonesia suka belanja ke Singapore dan orang Singapore kabur belanja ke Indonesia. Memang, rumput tetangga selalu lebih hijau.


Tadi malam, sepulang dari Extra day buat beberapa peserta training, saya langsung meluncur ke Mega Mal buat belanja bahan makanan untuk sarapan harian saya; roti, telur dan susu. Sarapan ala bujangan banget! Ketika mau pulang, saya bertemu teman serumah yang store manager Celcius, butik pakaian jadi asli Indonesia. Karena saya suka koleksi bermudanya dan sering menyambangi butiknya di beberapa kota, saya ngobrol-ngobrol dengan dia tentang butiknya. saya cerita kalau saya susah sekali mendapatkan informasi tentang updatean koleksi maupun informasi tetang keberadaan butiknya di suatu kota yang baru saya kunjungi. Misalnya di Bali kemarin, saya sampai nyasar masuk ke kafe dengan nama yang persis sama. Padahal teman saya yang orang swiss itu ngebet banget pengen punya bermuda celcius seperti yang saya pakai.


Setelah susah payah tanya Mbah goggle pun saya hanya sampai di sebuh situs yang berisi tentang informasi korporat yang membawahi butik ini. Parahnya lagi, updatenya entah kapan. Intinya saya cerita ke si store manager ini kalau internet itu bisa jadi sarana marketing yang bagus. Apalagi dengan maraknya penggunaan situs jejaring social semacam twitter dan facebook. Belum lagi media youtube yang bisa membuat orang biasa menjadi bintang tanpa perlu casting.


Setahu saya, banyak sekali clothing line besar dengan brand yang sudah melekat di hampir semua penduduk bumi menggunakan media online untuk berpromosi. Levi's misalnya. Brand ini sampai membuat fasilitas untuk meng-costumize sendiri ukuran jeans yang diinginkan. Malahan mereka membuat kompetisi film pendek tentang produk mereka. Tujuannya tentu saja satu; membuat konsumen punya ikatan emosi dengan brand ini yang akhirnya konsumen tadi menjadi konsumen loyal yang rela menjadi 'marketer' buat produk ini tanpa diminta.


Di Indonesia sendiri, penggunaan media online untuk media marketing sudah sangat gencar. Bahkan ada banyak toko yang hanya memanfaatkan facebook sebagai 'tempat'nya. Sampai sebuah produk sepeda motorpun menjual online produknya. Semua berlomba-lomba untuk menerapkan low budget high impact marketing. Semua berlomba-lomba menjadi top of mind di benak konsumen yang semakin 'connect'.


Seiring dengan perkembangan 'konektivitas' antar manusia dengan dunia online yang real time, landscape marketing pun berubah. Kalau dulu, orang membeli barang karena harga dan kwalitas. Barang Bagus berharga terjangkau dikejar-kejar. Jadi strategi marketingnya cukup dengan permainan harga.Pada tahap ini marketing masih marketing 1.0. Tapi setelah itu orang mulai mengedepankan ego dan prestige. Barang bagus dan harga murah belum tentu dibeli kalau tidak mampu menyentuh emosi konsumen. Makanya banyak produk berlomba-lomba mengiklankan produk mereka dengan model-model dan public figur yang merepresentasikan idealitas konsumen dalam hidup mereka. Pada tahap ini marketing sangat high cost karena dilakukan lewat mass media konvesional dan memakai public figur yang berharga selangit. Marketing pada tahapan ini disebut Marketing 2.0.


Ketika hampir semua orang interconnected dengan media internet, pikiran orang semakin terbuka. Informasi-informasi mudah diakses. Pertukaran pikiran tidak lagi mengenal batas teritori dan perbedaan waktu. Pergeraan opini semakin semakin cepat. Perubahan semakin tidak terprediksi. Konsumen pun semakin pintar. Mereka tidak lagi membeli barang karena pengaruh brand semata. Konsumen yang brand minded menjadi snobbish consumer. Smart consumer bermunculan. Mereka tidak lagi membeli sebuah produk karena semata-mata harga dan brand. Mereka mulai mempertimbangkan nilai apa yang dibawa oleh sebuah produk. kalau nilai itu mengusung human spirit, mereka akan mencintai produk tersebut dan malahan mereka tidak akan menjadi konsumen semata. Mereka juga akan menjadi 'marketing agent' yang dengan sukarela mempromosikan produk tersebut kepada orang lain. Era marketing ini disebut marketing 3.0. Media internet menjadi media utama untuk marketing. Strateginya pun mulai melibatkan konsumen, mulai horisontal. Konsumen tidak hanya dicekoki tapi diajak berpartisipasi. Rasa keterikatan konsumen kepada sebuah brand pun semakin erat. Makanya Levi's mengadakan short movie competition untuk tetap memantapkan brand mereka di benak generasi kreatif, anak muda. Kelihatannya sih itu bukan marketing padahal sebenarnya itulah marketing yang paling efektif.


Brand-brand besar mulai menggaung-gaungkan visi mereka ke tengah konsumen. Makanya, ada yang mengusung go green, Nokia dengan human tools dan connecting people, Levi's yang mendorong youth creativity dan sebagainya. Ada yang sebatas mempercantik kata-kata di iklan tapi banyak juga yang langsung konkret membangun 'peradaban'. Nah, menurut para ahli managemen strategi dan ahli marketing, perusahan yang akan bertahan adalah perusahaan yang membangun peradaban atau mendukung human spirit tadi.


Lah, mengapa pula saya harus ngomel-ngomel seperti ini? Toh itu perusahaan orang lain kan. toh, mereka tetap bertahan dan bisa punya butik di mana-mana kan? Saya bukannya mengomel, saya hanya gemas saja karena susah mendapatkan updatean bermuda dari brand itu. Saya juga sebal karena gagal membuat bermuda itu melanglang sampai ke swiss menjadi busana musim panas teman saya itu. Kalau sampai teman saya memakai celana itu keluyuran di Swiss kan, paling tidak ada orang yang tertarik sama celana itu dan tanya beli di mana. Otomatis, produk Indonesia jadi terkenal sampai ke Swiss kan?


Sebenarnya saya hanya gregetan karena masih ada gitu orang yang tidak memanfaatkan media murah meriah bernama internet untuk merangkul konsumennya. Sepertinya mereka perlu diberi petuah sama Mbah Hermawan Kartajaya dulu deh. Atau kalau mengundang saya juga boleh, Bratis kok. Cukup kasih voucher belanjadi Celcius saja.


http://erikmarangga.blogspot.com



2 comments:

  1. pasar adalah tempat yang paling sibuk di dunia ini, barangkali.

    ReplyDelete
  2. coba tawarkan untuk buatin+kelola situs online untuk mereka :D

    ReplyDelete

Whaddaya think?