Tuesday, May 17, 2011

Memberi Ruang Untuk Yang Baru

Pekerjaan banyak menumpuk bikin pusing. Tapi ketika dilihat hasilnya kok tidak ada ya? Padahal ketika dilist,harus menyelesaikan 10 pekerjaan sehari. Ketika masuk hari deadline, yang terlihat malah pekerjaan-pekerjaan ada yang nyangkut tidak terselesaikan. Saya pernah mengalami hal seperti ini.


 

Barang-barang menumpuk sampai nggak ada tempat. Buku-buku zaman kuliah, buku-buku yang belum sempat dibaca, atau tidak menarik lagi untuk dibaca memenuhi rak sampai bertumpuk-tumpuk dalam kardus bercampur dengan hand out seminar ini dan seminar itu. Mau dibuang takutnya masih butuh suatu saat nanti. Masih pengen baca lagi novel yang ini dan yang itu. Itu saya sekalee.


 

Baju-baju lama memenuhi lemari. Mau dipakai, sudah bosan. Yang lain lagi sudah out dated banget. Mau dibuang, sayang. Dikasikan ke orang, siapa yan g mau ya? Saya pernah seperti ini.


 

File-file di hardisk beribu-ribu folder. Satu folder memuat puluhan sub folder. Sub folder memuat belasan sub folder yang lain. Begitu seterusnya. Kadang-kadang waktu saya tebuang banyak untuk menyusun kembali file-file itu. Menghapus, menimbang-nimbang dan merestore lagi. Kalau sudah ada notifikasi overcapacity, buka lagi file-file mp3, clips, foto dan film. Sortir satu-satu. Mana yang harus mengalah untuk didelete dan mana yang sayang untuk dibuang. Akibatnya, napas si hardisk nggak pernah benar-benar lega. Yang ini, saya banget.


 

Pertanyaannya adalah, apakah kita benar-benar memerlukan barang-barang dan hal-hal yang kita jaga itu. Dan apakah pekerjaan yang kelihatannya menumpuk tadi itu benar-benar pekerjaan ataukah beban semu yang 'menyerupai' pekerjaan? Jangan-jangan ketika kita abaikan saja tidak akan berefek apa-apa. Daripada membebani mengapa tidak diabaikan saja? Atau kalau tidak benar-benar mendesak, mengapa tidak didelay saja dan diganti dengan pekerjaan yang benar-benar mendesak untuk diselesaikan? Mengapa buku-buku dan barang-barang itu tidak kita singkirkan saja daripada menjadi beban yang menggelayuti kita kemana-mana?


 

Dalam pekerjaan, ada istilah FIFO. First in First Out. Ibaratkan pekerjaan itu seperti berlembar-lembar kartu. Susunlah kartu itu dengan urutan prioritas pekerjaan dan berikan alokasi waktu untuk masing-masing 'kartu'. Taruhlah 'kartu' yang paling prioritas di atas. Ukuran prioritasnya tentu saja bebeda-beda untuk setiap orang. Bisa karena deadline, urgensi maupun tingkat kesulitan. Konsep FIVO ini saya ingat terus karena itu adalah 'resep' yang dibagi oleh teman saya ketika kami menunggu sunset di Seminyak Bali. Dan teman saya ini adalah lulusan terbaik sebuah training management bergengsi untuk eksekutif di Swiss sana.

Untuk barang-barang dan file-file di computer, rasa 'sayang' itu sebenarnya bukan karena butuh. Ia muncul karena kita terpaku pada kenangan yang melekat pada barang tersebut atau usaha kita yang luar basa untuk mendapatkan barang tersebut. Yakinlah, kalau kenangan itu memang indah, ia akan melekat di memori otak kita kok. Kecuali kalau anda tiba-tiba mengidap Alzheimer. Dn percayalah, baju-baju itu walaupun bermerek dan mahal harganya, mereka sudah tidak anda perlukan lagi.


 

Salah satu cara untuk memebbaskan unit perhatian adalah membebaskan lingkungan hidup serta kerja anda dari beban mental kekacauan itu. Ketika membuang yang lama, anda juga member tempat untuk hal yang baru. Sama seperti bersedekah, ketika menginfakkan harta anda, anda sedang memberi ruang kepada harta yang lain untuk masuk. Semakin besar ruang yang anda sediakan, semakin besar pula kemungkinan hal yang datang.


 

Kira-kira, artinya bisa begini juga nggak ya? Ketika anda mlepskan pasangan lama anda, anda sedang menyediakan tempat untuk pasangan baru *oke, yang ini error. Ada setan yang membisiki tadi. Hihi…*


 

Aduh analoginya simpang siur gitu. Maklumlah saya sedang agak mumet.

No comments:

Post a Comment

Whaddaya think?