Saturday, April 30, 2011
Saya yang Berbunga-Bunga
Fotonya nggak niat banget ya? itu saya ambil buru-buru dari Balkon hotel tempat saya tinggal ketika liburan kemarin. Saya terinspirasi untuk posting foto ini setelah jalan-jalan ke sini
Belakangan saya suka banget sama bunga Kamboja. Bukan kamboja Jepang alias Adenium itu. Saya suka kamboja lokal yang pohonya tinggi-tinggi. Apalagi yang warna kuning-putih seperti di gambar itu. Itu saya ambil dari Balkon kamar hotel. Wanginya itu loh, bikin refreshing banget! Sebelum turun untu sarapan saya selalu menikmati wangi kamboja itu dengan bacaan di tangan di balkon hotel. Jadi ingat kamboja di depan rumah yang ditanam ibu.
Dulu sih nggak terlalu perhatian sama bunga yang satu ini. Akan tetapi semenjak sering ke Bali, saya jadi sangat menyukai kamboja. Di Bali kan Kamboja is everywhere. Jenisnya pun bermacam-macam.
Liburan nanti mau membawakan ibu bibit yang merah, pink, putih polos dan merah agak ungu seperti yang aku lihat di Bali awal bulan kemarin.
Aku juga suka bunga ini. Tidak tahu namanya apa dalam bahasa Indonesia. tapi di desa saya dinamai Bunga Sia. Ada dua jenis. Satu yang pohon-pohonnya besar dan bunga-bunga besar pula, satu lagi pohonnya hanya berupa semak kecil dengan bunga-bunga mungil. Saya senang yang jenis kedua.
Jadi ngat ketika masih kecil dulu. Saya dan teman-teman suka bermain ke bukit kecil di pinggir desa yang dipenuhi dengan bunga ini. Saya dan teman-teman punya klaim bukit sendiri-sendiri. Klaim bukit kecil saya berisi banyak bunga-bunga ini, pohon beringin kecil, rumput hijau dan pohon-pohon buah keramunting. Saya juga pernah menancapkan stek Mawar untuk menambah koleksi tanaman di bkit saya. Tapi sayangnya bunga kesukaan saya itu tidak tidak tumbuh. Ah, masa-masa yang menyenangkan.
Beberapa minggu yang lalu, saya menemukan bunga ini tumbuh liar di kampus Unand, Padang.Langsung saja saya jepret.
Suatu saat saya ingin mempunyai rumah di desa dengan halaman yang luas yang bisa ditanami bunga-bunga beraneka macam. Saya ingin membuat parfum sendiri. kan keren tuh kalau saya dikenal sebagai ahli fragrance dan punya line perfume sendiri*gara-gara nonton "Perfume; The Story of Murderer"*
Wednesday, April 27, 2011
Padang 7# Place to Escape
Sudah dua hari ini saya berkutat dengan file-file pekerjaan yang menumpuk. Akhir program seperti ini memang tumpukan pekerjaan langsung menggunung. Membuat laporan program, evaluasi, mengecek hasil kejuan peserta program dan mempersiapkan rencana business trip selanjutnya. Itu artinya saya harus sering-sering angkat telephon untuk koordinasi dengan tim di tempat baru yang akan didatangi, mencocokkan jadwal, mengejar deadline pekerjaan di tempat yang sekarang dan juga sering-sering berkoordinasi dengan tim.
Karena program ini adalah kerjasama dengan institusi lain, maka saya harus membuat laporan dobel. Di sela-sela itu pula saya harus menyelesaikan follow up kemungkinan kerjasama dengan beberapa calon investor di kota tetangga. Hfffhh…benar-benar dituntut untuk multi tasking. Untunglah teknologi membuat connecting menjadi mudah. Tapi namanya manusia, melihat yang lebih mudah, saya ingin juga dong memakai fasilitas yang lebih memudahkan pekerjaan seperti I-Pad, i-Phone atau paling tidak Balckberry*ngarep.com. Eits, tapi ini juga semacam suara hati buat Mr. YunJ *
Dengan beban kerja yang menguras otak dan tenaga itu saya tidak bbetah kalau harus bekerja di rumah, di kamar yang sama tempat saya tidur dan melakukan aktifitas lain. Maklum anak kos. Mau ngerjain di kantor, saya malas harus berkemeja rapid dan berdasi.
Untunglah saya menemukan tempat yang bisa menampung keberatan-keneratan saya tadi. Sebuah kafe yang cukup cozy di Taplau (nama pantai di tengah kota Padang). Sebenarnya kafe ini baru buka jam 3 sore. Akan tetapi karena waiternya baik sekali, dia mengijinkan saya untuk nongkrong pagi-pagi di kafenya dengan konsekuensi tidak boleh berharap ada menu apa-apa selain soft drink. Nggak ada kopi karena saya datang terlalu pagi. Tapi buat saya, saya diperbolehkan nongkrong seharian dari pagi bahkan sebelum mereka buka sudah sangat menyenangkan.
Sudah dua hari saya merajai sofa di sudut kafe ini dengan tumpukan pekerjaan. Kalau saya merasa agak penat, saya tinggal melangkahkan kaki ke luar dan mendapati hamparan laut biru yang berkilau ditimpa sinar matahari. Saya biasanya akan menjepretkan kamera DLSR saya ke beberapa objek menarik. Refreshing sekaligus belajar fotografy. Nah, ketika sore, saya akan bergabung bersama-sama dengan fotografer yang lain berusaha mengabadikan moment sunset yang banyak diburu.
Selain itu, kafe ini mempunyai seorang waiter yang sangat ramah. Tapi nampaknya ia bukan waiter karena tidak pernah mengenakan seragam waiter seperti yang lainnya. Dia sangat friendly mengobrol dengan pengunjung café. Itu pulalah yang membuat saya kembali lagi hari ini. Kekuatan sebuah service.
Jadi, kalau anda datang ke padang dan butuh tempat untuk escape atau seedar menikmati sore di pinggir pantai, sambangi langsung aja café ini. Kafe Homey dan Uda Dikdik yang ramah.
Setelah Badai Berlalu
Mempunyai siklus mellow tahunan membuat saya punya cara sendiri untuk mengatasinya. Waktu mengatasinya pun bermacam-macam. Ada yang membutuhkan waktu satu dua hari, ada juga yang menuntut waktu sampai sebulan. Tergantung seberapa parah mellow yang sedang menyerang. Tahun ini adalah mellow terpanjang dan terhebat yang menguasai saya. Selain melelahkan jiwa, aura positif saya rontok menyisakan wajah kusut dan mata sendu.
Senangnya, beberapa hari terakhir ini perlahan-lahan keceriaan saya muncul kembali. BUkan berarti sebelumnya saya tidak bisa ceria sama sekali. Saya tetap bekerja seperti biasa, melempar senyum seperti biasa, jalan-jalan seperti biasa, bahkan saya sempat menghadiri undangan prom night dari peserta pelatihan saya. Dalam rangka mengejar kembali kondisi stabil hati dan jiwa saya, travelling juga saya lakoni. Tapi itu semua efeknya sangat fluktuatif. Permasalhannya ada di hati saya.
Tidak peduli berapa banyak aktifitas yang dilakukan kalau belum bisa mengeset hati, biasanya efeknya sementara. Akan tetapi, aktifitas-aktifitas itu membantu untuk menata kembali hati saya. Saya bertarung dengan hati saya. Menambal kembali hati saya yang robek dengan keyakinan akan cinta, keercayaan dan ketaatan kepada Gusti Sing Paring Urip. Laa Yukaliifullah nafsan illa wus'aha. Badai pasti berlalu. Inna ma'al usri yusro. Saya merawat logika saya perlahan-lahan dengan positive thinking dan membaca kembali tulisan-tulisan berisi mimpi-mimpi saya. Saya tidak ingin saya amnesia. Hal yang paling saya takuti ketika saya terpuruk adalah kalau-kalau saya berakhir di ruang praktik psikolog. Oh tidak! Walaupun saya tidak harus bertemu psikolog, sahabat saya yang selalu menjadi psikolog dadakan ketika dibutuhkan seperti ini, siap memberikan solusi-solusi jitu walaupun tidak satupun tips-tips itu yang saya pakai. I have my own way ternyata brotherJ
Pada prinsipnya Time cures everything. Waktu menyembuhkan semuanya. Walaupun menurut saya waktu tidak bisa dipercayakan penuh tanpa kita melakukan apa-apa. Pada saat terpuruk seperti itu, saya sangat butuh untuk didengarkan. Saya butuh orag untuk berkeluh kesah. Mungkin orang tempat anda berkeluh kesah tidak akan memberikan solusi yang berarti. Karena sebenarnya saya sudah tahu solusinya apa. Tapi karena masalah hati bukan matematika, saya butuh waktu yang agak lama untuk menyentuh solusi itu. Beruntung saya punya orang-orang yang sangat peduli dengan saya. Saya punya sahabat yang siap mendengarkan telepon saya sampai berjam-jam. Ia dengan tulus menyisihkan sebagian waktu berharganya hanya untuk mendengarkan cerita-cerita saya, mensupport saya dan perlahan-lahan menyuntikkan logika ke otak saya. Thanks a lot Joe!
Bunda dan my sista, tentu saja menjadi orang selalu sedia ketika saya dalam keadaan seperti ini. Ibu saya yang dengan sabar mendengarkan isakan tangis saya. berjam-jam kami berbincang melalalui perantara telepon, berbagi mimpi, berbagi cerita. Bunda saya yang menceritakan kembali kisah-kisah inspiratif yang menyemangati saya. My sista yang selalu berbagi tentang aour adorable little Emka yang selalu bisa membuat saya tersenyum.
Akan tetapi tentu saja, Gusti Sing Paring Urip lah tempat saya menghaturkan jutaan terima kasih. Thanks God! Engkau masih mau memeluk aku dalam rengkuhan cintaMu. Engkau tidak membiarkan hambamu jatuh terlalu dalam.
Catatan setelah badai yang memporak-porandakan jiwa mereda. Kini tinggal riak-riak kecil gelombang yang tersisa. Thanks buat Dee Hasan, Winda, Osya, Ariel, dan Dheena (saya mengenalnya dengan nama itu) dan Nadi Karmadi. Secara tidak sadar kalian telah membantu saya menenangkan badai itu. Let's celebrate the life!
Monday, April 25, 2011
Mencuri Sunyi di Pantai Padang-Padang
the view from Thomas Homestay @ the tip of edge
Ketika mendengar kata bali, apa yang terbetik di benak anda? Mungkin anda akan langsung membayangkan pantai Kuta dan sekitarnya yang padat pengunjung. Bagi anda yang ingin mencuri sunyi, itu tidak masuk ke dalam list kunjungan. Mau pantai yang sepi tapi masih di Bali, yang terbayang adalah resort-resort mewah dengan harga selangit. Sebenarnya tidak juga kalau anda berkunjung ke Pantai Padang-Padang.
Pantai ini berdekatan dengan Pantai Suluban di daerah sekitar uluwatu. Untuk mencapai tempat ini, ikuti saja jalan yang menuju Uluwatu. Setelah melewati Pecatu Estate yang juga lokasi pantai Dreamland, terus saja sampai anda melihat plang bertuliskan "Blue Point" di sebelah kanan jalan. Blue Point merujuk kepada Pantai Suluban, tetangga pantai Padang-Padang. Stelah anda berkendara sekitar 15 menit, anda akan menjumpai plang kecil bertuliskan Padang-Padang Beach.ikuti aja jalan tanah itu, sampai anda terhenti di pinggir tebing. Pantai Padang-Padang ada di bawah anda.
Keistimewaannya terletak pada pantainya yang putih bersih dan jauh dari hiruk pikuk pengunjung. Terutama pantai Padang-padang. Pantai ini terletak tidak jauh dari daerah Uluwatu..
Untuk mencapai bibir pantai, kita harus menuruni undakan anak tanggak dengan kemiringan hampir 90%. Tapi jangan buru-buru turun dulu. Cobalah untuk menikmati hamparan putih pantai yang berpadu dengan hijaunya pepohonan yang tumbuh rapat menutupi tebing tinggi tempat anda berdiri. Rasakan semilir angin yang menerpa wajah anda. Tempat yang paling baik untuk menimati itu adalah Thomas Homestay yang pintu gerbangnya juga menjadi satu-satunya jalan masuk ke area pantai ini. Homestay sederhana ini terletak di puncak tebing dengan pemandangan lepas ke pantai dan laut di bawah sana. Saya tidak sabar ingin merasakan tinggal di sana 1 atau 2 hari pada liburan tahun depan. Penginapan murah dengan sajian panorama spektakuler. Cukup membayar Rp. 50.000-100.000, anda sudah bisa menginap di sini satu malam dan bangun pagi dengan pemandangan ekslusif. Tempat ini adalah satu-satunya akomodasi untuk pengunjung di sini.
tangga yang harus dituruni untuk sampai ke pantai
Kalau sudah puas merasakan sensasi angin sepoi dan panorama dari puncak tebing, sekarang saatnya anda menjejakkan kaki di pantai pasir putihnya. Hamparan pantai ini diteduhi oleh pohon-pohon besar yang tumbuh di sepanjang pantai. Jadi, tidak usah takut kepanasan. Mungkin anda juga akan merasakan sensasi memiliki pantai pribadi karena boleh jadi pengunjung pantai ini hanya anda dan beberapa orang pengunjung lainnya. Pada saat saya berkunjung ke sana, hanya ada saya, teman saya dan dua orang wisatawan asing.
Ombak pantai ini sangat bagus untuk surfing. Oleh karena itu biasanya pengunjung pantai ini adalah para surfer.
Sore hari anda bisa menyaksikan sunset dari atas tebing di balkon kamar anda. Benar-benar tempat yang pas untuk mencuri sunyi.
di sini juga banyak berserakan kulit kerang. Lihat! Saya dapat yang gede banget!
Saturday, April 23, 2011
Tour de Sumatera 2# Bukittinggi
Kalau anda pernah belajar sejarah, tentu nama Bukittinggi tidak asing di telinga. Pada bagian perjuangan kemerdekaan, anda akan menemukan bagian yang menyatakan bahwa kota ini pernah menjadi ibukota Negara Republik Indonesia yang pada waktu pemindahan itu bernama PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) dengan presiden Syarifuddin Prawiranegara. Selain itu, kota ini banyak melahirkan tokoh-tokoh besar bangsa Indonesia seperti Mohammad Hatta dan Agus Salim. Dahulunya kota ini bernama Fort de Kock, nama sebuah benteng yang didirikan oleh Belanda pada waktu itu dan masih berdiri kokoh sampai sekarang.
Tapi sekarang saya tidak akan bercerita tentang sejarah. Kalau anda ingin tahu sejarah lengkapnya seperti apa silahkan buka kembali buku teks sejarah atau tanya Mbah Google. Saya akan berbagi cerita tentang perjalanan saya ke kota ini beberapa waktu yang lalu.
Saya tiba di kota ini ketika Matahari sore sedang bergerak perlahan ke arah gunung Singgalang. Jadi, saya hanya sempat menikmati sebagian kecil kota ini dalam waktu yang tidak terlalu lama. Saya sempat menikmati sore hari di Jam Gadang, menara jam kebanggaan masyarakat Bukittinggi. Menara jam ini dibangun oleh arsitek Yazid Sutan Gigi Ameh. Jam ini adalah hadiah Ratu Belanda kepada Controleur (Sekretaris Kota), Rook Maker. Angka romawi pada jam ini masih memakai angka romawi lama.
Berada di Kota BUkittinggi membawa angan saya ke kota Batu di Malang. Tata kota dan geografisnya mirip, berada di dataran tinggi dan dikelilingi oleh gunung-gunung. Begitu juga banguna-bangunannya yang bernuansa kolonial. Hawanya juga dingin walaupun Batu lebih dingin.
Mewarisi perannya pada zaman colonial, kota Bukittinggi masih memegang peranan penting sampai sekarang. Kota ini adalah kota leisure dengan sejuta pesona. Selain itu, inilah kota pusat fashion di Sumatera Barat. Aneka bordiran, kerajinan perak dan songket dihasilkan di kota ini. Saya sering terpesona dengan brooch jilbab yang biaa dikenakan di atas kepala oleh uni-uni di sini. Menurut saya itu sangat anggun. Nah, ketika berada di Bukittinggi, bros perak itu tersedia dengan berbagai macam pilihan. Saya saja sampai mupeng sekali melihat cincin-cincin keren dari perak yang harganya murah-murah itu. Jauh lebih murah daripada yang saya beli di Bali ketika liburan kemarin.
Saya belum bisa bercerita banyak tentang Bukittinggi. Saya akan menulis lebih lengkap pada kunjungan saya yang berikutnya. Sebenarnya sih maunya hari ini. Tapi berhubung masih banyak pekerjaan yang mengharuskan saya ada di kota Padang, saya harus mencari waktu lain lagi. Saya akan berkunjung ke Lembah Anai, mengunjungi pandai sikek dan yang lebih penting merasakan atmosfir kota ini lebih dalam.
Padang 6# Saya dan Pisang alias Banana
Cihuyy…! Hari minggu neh. Asyik! Saya sudah berencana untuk jalan-jalan bareng Shine hari ini. Mau hunting-hunting. Mau icip-icip. Sebenarnya mau ngajak Mr. PJ. Tapi orang itu memang lagi tidak beruntung karena pada saat orang lain berlibur di hari minggu, dia malah asyik dengan dosen dan buku-buku kuliahnya. Soalnya dia hobi kuliah, kuliah dua sekaligus. Ejoy aja Mr. PJ, insya Allah hasilnya manis kok dudeJ
Mutar-mutar mengayun langkah menyusuri jalan kota, saya tidak menemukan objek menarik. Yang ada saya banyak melamun. Mana bisa ketemu objek menarik kalau melamun kayak gitu. Saya juga ngesot ke Pinngir pantai alias Taplau. Begitu saya sampai di sana, mendung menggantung. Mau shoot splashing wave, malas! Soalnya objeknya bukan saya:)
Akhirnya saya jalan pulang lagi naik angkot. Ketika berjalan menyusuri jalan di samping Toko Buku anggrek saya menemukan penjual Pisang Bakar. Wow, ini baru fantastis! Bukan, bukan buat difoto. Tapi buat saya makan. Saya suka semua yang berbau pisang, berasa pisang atau berbentuk pisang. Mulai dari pisang goreng, pisang rebus, pisang segar, sale pisang, banana pancake, pisang kayang (banana split), saya suka semua. Apalagi pisang bakar. Makanya ini penemuan yang fantastis, melebihi penemuan Dewi Persik oleh Kerajaan Cintrong!
Pisang bakarnya dibakar di atas pemanggangan di atas bara api dari kayu. Wanginya menyebar kemana-mana membuat saya tergoda untuk merogoh kantong. Ketika lidah saya bertemu dengan itu pisang, mata saya langsung merem melek keenakan. Nyummy banget! Kenyal-kenyal empuk! Pisangnya pisang kapok yang masih agak keras. Setelah dibakar di atas bara panas merah menyala tadi, dihantam (digeprok, apa sih namanya?) pake kayu bulat sampe gepeng. Dimakan dengan taburan parutan kelapa dan gula merah. Bisa pilih gula putih juga sih.
Sayangnya mereka nggak jualan pagi. Padahal ini kan bisa jadi pengganti lontong gulai yang memebuat saya mabok itu. Nggak apa-apalah bukan Banana Pancake. Pisang Bakar pun jadilah. Tapi memang budaya berbeda coy! Orang sini sukanya sarapan lontong, bukan pisang bakar. Padahal kan kalau dia jualan terus tiap pagi, pasti ada orang yang mau sarapan pisang bakar. Dan tentu saja saya akan jadi pelanggan setia.
Tour de West Sumatera 1# Maninjau Lake; Kampung Halaman Buya Hamka
Sudah lama saya ingin menulis tentang wisata Sumatera Barat. Selalu saja tidak jadi karena berbagai alasan. Saya yang tiba-tiba malas atau kalau saya sedang ingin menulis tidak jadi karena harus terkalahkan oleh pekerjaan. Mulai sekarang, saya akan mencoba berbagi informasi wisata di Sumatera Barat sedikit demi sedikit. Tentu saja tempat-tempat yang sudah saya kunjungi.
Sejak gempa 7, 9 skala richter yang meluluhlantakkan beberapa ibu kota di Sumatera Barat dan beberapa kota lainnya pada tahun 2009, orang langsung mengasosiakan kata Padang dengan gempa. Paling tidak itulah yang terungkap dari kekhawatiran ibu saya dan ibu teman saya yang juga sempat tugas ke Padang bersama saya. Padahal Sumatera Barat mempunyai banyak objek wisata yang spektakuler. Mulai dari wisata laut seperti surfing di Mentawai, pulau Cubadak yang menjadi buah bibir di kalangan warga Italia karena keelokannya sampai wisata danau dan sejarah. Berbicara tentang Pulau, sebenarnya Sumatera Barat mempunyai banyak pulau-pulau kecil yang eksotis dan masih alami bertebaran di pesisir Samudera Hindia. Karena saya belum sempat mengunjugi pulau-pulau itu saya akan bercerita tentang perjalanan saya ke Bukittinggi dan Maninjau beberapa hari yang lalu.
Cuaca kota Padang cukup cerah setelah diguyur hujan tadi malam. Saya sudah bisa bangun pagi dengan ceria setelah diserang mellow syndrome berhari-hari. Sepertinya keceriaan saya akan berlipat-lipat karena hari ini saya dan tiga orang teman akan melakukan perjalanan ke kota Bukittinggi dan danau Maninjau. Kami memilih tujuan wisata ini karena mereka berada di tempat yang berdekatan. Selain itu, dengan mengunjungi kedua tempat tersebut kami bisa mendapatkan bonus sekalian melihat Ngarai Sianok dan pemandangan alam yang spektakuler.
Pagi-pagi kami sudah naik angkot menuju pool travel di Air Tawar. Karena Padang tidak mempunyai terminal bus, ke mana-mana anda harus naik travel. Buat saya sih ini menyenangkan karena tidak perlu berdesak-desakkan di bus. Lagipula ongkos travel di sini murah meriah. Untuk sampai di Bukittinggi kami hanya perlu membayar Rp. 16.000 per orang. Memang sih mobilnya Elf 300. Tapi yang namanya di Padang, angkot saja bisa senyaman itu, apalagi travel. Interiornya sudah didesign sangat nyaman, lengkap dengan AC dan sound system yang ciamik.
Perjalanan ke Bukittinggi didominasi oleh jalanan mendaki dan berkelok-kelok. Kiri kanan jalan adalah perbukitan yang masih berhutan rapat atau ngarai yang dalam yang juga masih berhutan rapat. Akan tetapi saya tidak bisa menikmati pemandangan telalu lama karena slah satu penyakit saya adalah mudah tertidur di mobil. Nggak di angkot, nggak di bus, nggak di mobil, sama saja. Begitu pantat menyentuh kursi, kantuk langsung merespon. Untungnya saya terbangun ketika mobil melewati Air Terjun di Pinggir jalan di Ngarai Sianok. Pemandangan Ngarai yang berkolaborasi dengan air terjun dan rel kereta api benar-benar membuat lidah berdecak. Saya membayangkan bagaimana penumpang kereta peninggalan Belanda itu melakukan perjalanan sambil menikmati hutan-hutan dan ngarai yang indah itu. Sayangnya, kereta api itu sekarang tidak beroperasi lagi. Kereta api hanya beroperasi dengan Rute Padang-Pariaman dan kereta Wisata ke Sawahlunto, the Little Holland.
Maninjau, Danau Purba Kampung Halaman Buya Hamka
Dua jam adalah waktu yang kami tempuh untuk sampai ke Bukittinggi. Tapi kami tidak langsung masuk ke Kota Bukittinggi untuk melakukan City Tour. Kami akan mengunjungi danau Maninjau terlebih dahulu. Danau yang bisa ditempuh dalam waktu 1, 5 jam itu teletak di Kabupaten Agam, tetangga dari Kota Bukittinggi.
Dengan jasa Travel yang disupiri Pak Al, kami menyusuri jalanan menanjak dan berkelok-kelok dengan hutan yang diselang-selingi oleh perkampungan dan lahan pertanian yang menghijau. Benar-benar pemandangan yang menyejukkan mata. Mobil Avanza yang dikemudikan pak Al dengan gesit bermanuver di tikungan-tikungan tajam yang mendominasi rute perjalanan kami. Hal yang enyenangkan selama saya melakukan perjalanan di Sumatera barat ini, transportasinya sangat mementingkan service dan kenyamanan. Dengan hanya membayar Rp. 15.000 kami sudah duduk di jok empuk Avanza dengan bonus supir yang ramah dan enak diajak ngobrol.
Memasuki kelok 44, jalan yang dilalui menurun. Nun jauh di bawah sana pemandangan danau Maninjau mulai kelihatan. Dinamakan kelok 44, karena memang jumlah kelokan yang harus dileati untuk mencapai danau mencapai 44 buah. Di setiap ujung kelokan terpampang angka yang menunjukkan urutan kelokan. Dibutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk melewati semua kelokan tersebut. Jalan ini dibuat berkelok-kelok sebanyak itu karena memang lereng yang dibuat jalan ini sangat curam. Ini merupakan salah satu sisi dari dinding kaldera gunung berapi yang membentuk danau Maninjau.
Pemandangan danau maninjau dari atas bukit yang kami lewati memang benar-benar spektakuler. Air yang biru jernih, dinding kaldera yang masih menggambarkan dinding kawah, rumah penduduk yang tersebar di sekeliling pinggir danau, lahan pertanian dengan warna padi kuning keemasan, hutan yang masih hijau dan rapat, semuanya adalah perpaduan sempurna untuk kata spektakuler.
Danau maninjau termasuk danau vulkanik purba. Terbentuk dari kaldera kawah raksasa hasil letusan gunung berapi jutaan tahun yang lalu. Akan tetapi hanya sepersepuluh dari kaldera tersebut yang terisi air dan menjadi danau. Sisanya menjadi lahan pertanian dan pemukiman penduduk. Danau ini menempati urutan ke 11 terlusa di Indonesia dan terluas kedua di Sumatera Barat. Kedalamannya mencapai 500 meter. Ukuran yang 'menyeramkan' untuk sebuah danau.
Perkampungan di pinggir Danau yang permai inilah tempat lahir tokoh besar bangasa Indonesia, Buya hamka dan Hajjah Rasuna Sai. Buya Hamka saya nikmati kemampuannya meramu kata lewat tenggelamnya Kapal Van Der Vijk, Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tafsir Al-Azhar yang diselesaikannya di dalam Penjara. Sedangkan Rasuna Said adalah pejuang wanita yang hebat sehingga namanya diabadikan menjadi nama sebuah jalan protokol di Jakarta. Selain mereka berdua, M. Natsir dan Nur St. Iskandar juga berasal dari sini.
Menunggu Angkot di Maninjau
Ketika perut menuntut minta diisi kami berniat untuk makan siang dengan menu yang khas Maninjau. Karena ini danau, pastilah menu khasnya ikan dan hasil danau bukan? Ikan Rinuak adalah ikan khas yang katanya hanya ada di danau Maninjau. Ikan kecil-kecil sejenis teri ini bias diolah menjadi rempeyek, ikan goring atau olahan lainnya. Selain ikan, kita bisa mengudap remis di sini. Remis adalah kerang-kerang kecil yang diambil dari danau.
Masalah muncul karena setelah sekian lama menunggu, kami tidak melihat ada satu pun angkot lewat. Ada kendaraan yang menyerupai angkot lewat, tapi platnya berwarna hitam. Bosan menunggu, saya bertanya kepada bapak pemilik toko kecil di pinggir danau. Oalah, ternyata yang disebut angkot itu adalah mobil plat hitam yang menyerupai angkot itu. Saya juga baru sadar, kalau di tempat kami berangkat tadi, yang berjejer menunggu penumpang bukanlah angkutan umum tapi Avanza dan Innova berplat hitam.
Akhirnya kami pun bersantap siang di warug kecil di dekat pasar Maninjau. Warung kecil Uni Ati yang sangat ramah.
Kami dipersilahkan sendiri mengambil makanan. Seperti makan di rumah. Menu pilihan saya adalah ikan Mujair Goreng dan Urapan daun pepaya yang segar. Tapi saya harus sedikit kecewa karena ikan rinuaknya habis.
Overall, tour ke Danau maninjau hari ini sangat menyenangkan walaupun kami hanya menikmati suasana dan belum mencoba water sport, tracking dan paralidging. Kami juga belum sempat mengunjugi rumah Buya Hamka, M. Natsir, Rasuna Said, Nur St Iskandar dan rumah-rumah peninggalan Belanda. Insa Allah, suatu saat saya akan melakukan berkunjung lebih lama untuk menikmati Maninjau.
Saya, Bali dan Baterai
Hujan deras mengguyur pohon-pohon kamboja di depan kamar hotel saya pagi ini. Iya, sejak tadi malam hujan deras mengguyur Bali membuat suasana di kamar begitu syahdu. Wangi bunga kamboja lamat-lamat menghampiri hidung saya menyeruap bersama aroma Bvlgari Man yang saya semprotkan di belakang kuping aya. Benar-benar perpaduan yang sempurna.
Berada dalam kamar tanpa dikejar-kejar hasrat untuk menjelajah pantai dan tempat-tempat wisata membuat saya sedikit merenung. Keputusan mengambil liburan ini memang sedikit membuat saya bimbang di awal. Tapi berhubung saya sudah merencanakannya sejak tahun lalu, saya pikir tidak ada yang salah dengan liburan ini. Saya selalu berusaha menyisihkan pendapatan saya untuk berlibur, sama seperti menyisihkannya untuk kebutuhan yang lain. Saya rela untuk tidak punya gadget keren asalkan bisa kelayapan (baca: travelling). I deserve to have it now. Memang agak sedikit menggoncang pundi-pundi saya mengingat liburan ini cukup lama. Liburan (benar-benar murni liburan) pertama saya setelah bekerja penuh.
Sebagai beach whisper, bali menjadi pilihan tepat bagi saya. Walaupun banyak daerah lain di Indonesia dengan pantai-pantai yang lebih keren, saya lebih memilih Bali karena affordable. Kalau kelak pundi-pundi saya sudah mengijinkan saya ingin sekali travelling ke daerah Indonesia Timur (Komodo, Alor, Maluku, Halmahera, Papua dan sekitarnya) Well, just skip the pantai Kuta things karena itu tidak masuk dalam list saya. Pantai kuta sudah terlalu ramai. Saya ingin mengunjungi pantai-pantai di sebelah selatan yang tidak banyak pengunjung. Sudah lama saya melist pantai-pantai itu. Saya juga ingin menyerap energy dari suasana seni para seniman di Ubud. Katanya, Ubud adalah jantungnya Bali.
Pantai buat saya adalah charger yang benar-benar ampuh. Saya selalu berbahagia dan rela bermain seharian di pantai sampai kulit saya keling. Searang saja kulit saya sudah very dark caramel. Saya tidak keberatan, malah saya suka dengan warna kulit saya yang item itu. Walaupun dalam keseharian saya belakangan ini pantai bukan hal yang asing, saya ingin benar-benar menikmati pantai dalam suasana liburan. Walaupun saya enjoy banget dengan pekerjaan saya, saya pikir ini saat yang tepat untuk saya berhenti sejenak untuk menyerap energy, menikmati hidup dalam sisi yang lebih spesifik dan merencanakan hal-hal yang besar.
Hal-hal yang menghiasi hidup saya belakangn ini benar-benar luar biasa. Saya ingin menangkap, menempatkannya di dalam ruang-ruang kecil hati saya dengan spesial sehingga saya mudah untuk mengambilnya kembali ketika saya butuhkan suatu saat nanti. Mungkin sebagian mengolahnya dengan bumbu-bumbu special resep saya sendiri dan resep para ahli. Dan inilah saatnya.
Berlibur adalah seperti mengisi ulang energy laptop tua saya yang bekerja siang malam melayani nafsu workaholic saya. Kata teman saya yang ahli laptop, laptop yang kita pakai sekali-sekali paling tidak harus diistirahatkan total beberapa saat agar ia bisa joss kembali. Katanya kalau batu baterai kita sudah terisi penuh 100% perbudaklah laptop itu sampai tidak berdaya dan jatuh di 0%. Lepaskan baterai, biarkan beberapa saat, kemudian isi lagi sampai mencapai daya 100%.
Katanya si laptop, akan tampil kembali dengan performa yang prima. Dalam hidup, ada banyak cara untuk kembali mengisi energi. Setiap orang punya cara-cara yang berbeda. Saya juga punya banyak cara. Dari cara yang sangat simple dan murah meriah sampai yang penuh tantangan dan harus merogoh kantong agak dalam. Kali ini saya memilih untuk merogoh kantong kempis saya.
Fourteen Roses B08, Seminyak-Bali, 3 April 2011
Intangibles 4# Did Your Mom Teach You to Behave?
In the end, I have to leave. Berat rasanya harus kembali lagi ke rutinitas pekerjaan setelah sehari-hari hanya berkutat dengan pantai, kolam renang, hotel, sepeda motor, kafe dan sedikit clubbing. Tapi toh saya harus menerima. Semua yang punya awal pasti ada akhirnya. Saya nggak mau meninggalkan kesedihan untuk liburan saya ini. Tujuan utama saya berlibur kan untuk merecharge energy saya biar bisa lebih joss lagi beraktifitas.
Seperti biasa, kalau sudah menginjakkan kaki di airport, saya langsung berjalan lurus segaris dengan dada busung dan pandangan lurus ke depan. Apalagi efek bvlgari man yang menjadi aroma saya kali ini membuat saya semakin menjadi-jadi. Biasalah, berasa model busana musim panas dolce and Gabbana saya kalau sudah kayak gini. Tapi sayangnya, saya nggak bisa jalan kayak pas datang kemarin. Tangan kiri saya penuh tentengan. Tangan kanan megang buku. Padahal kemarin kan Cuma bawa backpack buat laptop 14 inchi saja.
Namanya juga orang Indonesia, kalau nggak bawa oleh-oleh rasanya nggak afdhol. Walaupun dalam kasus saya, saya mau nggak mau harus bawa karena sms dan status fb saya penuh dengan request oleh-oleh. Padahal buat saya sendiri saya nggak beli apa-apa kecuali cincin silver keren yang sekarang menghiasi jari manis saya (kok, namanya jari manis ya? Bukan jari cincin kayak dalam bahasa Inggris. Ada historisnya nggak?) dan sepasang sepatu yang sekarang juga menghiasi kaki saya yang seksi.
Tapi langkah lurus segaris saya terganggu ketika saya samai di boarding pass. Metal detector di tangan mbak-mbak muka judes itu berbunyi nyaring yang kontan mengundang semua mata tertuju pada saya. Semua mata tertuju padamu (Miss Indonesia banget!). eits….buru-buru saya merogoh kantong saya dan mengeluarkan sepotong cokelat yang nggak saya habiskan dan saya masukkan ke kantong. Mana itu cokelat sudah meleleh aja gitu. Cokelat keluar, metal detector masih saja berbunyi. Apa lagi sih? Oalah saya baru sadar, saya juga mengantongi parfum Cartier saya plus Hand and Body Lotion. Dibawah tatapan mata banyak orang saya menggenggam barang-barany yang keluar dari kantong saya. Mungkin mereka pada berpikir, itu kantong apa karung ya?
Di tengah kesibukan saya mengeluarkan barang-barang ajaib tadi dari kantor saya, perhatian saya tertujua kepada buku saya yang terjepit di antara dua koper segede bagong ketika melewati pemeriksaaan sinar X-Ray. Saya memandang khawatir ke buku saya dan mengacuhkan mbak-mbak yang masih meraba-raba badan saya (hey..! bayar oii!! Enak aja raba-raba). Si mbak rupanya nggak terima diacuhkan sama saya.
"hey Mas. Saya tuh Cuma mau periksa!
"loh, periksa aja! Emangnya saya menghalagi gitu?
"@&**))(_*&^#" ngeremeng nggak jelas.
" nih, ada cokelat, parfum, koin sama lotion" saya menunjukkan tangan saya yang penuh oleh isi kantong saya tadi.
"baru pertama kali naik pesawat ya?" Mbak itu tiba-tiba berucap sinis
"ngomong apa tadi mbak? What did you say?" Saya balas dengan nada tinggi. Inggris saya langsung keluar kalau sudah marah kayak gini. Kurang ajar banget dia ngomong gitu ke saya. Do you know whom you speak with?
Saya langsung mendekat kembali ke mbak itu dan ngomong tepat di depan muka dia.
"Heh Mbak, nggak usah judes kayak gitu kalee! Biasa aja! Did your mother tech you how to behave?? Listen! Airplane is like sister to me. Ketika lo sedang berteriak-teriak mengadahkan tangan dengan ingus meleleh minta duit pas pesawat lewat, gw udah bolak balik naik pesawat! You got it??
"Oke, gw harus bayar berapa biar lo nggak judes nggak jelas gitu. I'll pay with my platinum credit card! Saya menrogoh kantong dan mengeluarkan dompet saya. (padahal kartu kredit aja saya nggak punya. Apalagi yang platinum).
Suara berat saya dengan kalimat panjang langsung di depan mukanya membuat di alngsung mengkerut. Kemarahan saya mengundang perhatian petugas lain, laki-laki berbadan gempal dan dua orang gadis langsung mengerubungi saya.
"Ada apa Mas? Suaranya seperti ditegas-tegaskan.
"Is she your staff? Tell her to behave! Dia ngatain gw kalau gw baru pertama kali naik pesawat!
Haha….si bapak-bapak berbadan gempal ikut-ikutan mengkerut.
"Maafkan kami Mas" katanya dengan senyum kaku.
"Oke. Saya maafkan. And you don't need to pay to get my forgiveness!
Saya langsung mengangkat backpack saya ke pundak dan memungut buku saya dengn puas. Mungkin saya berlebihan. Mungkin juga si Mbak tadi kecapekan sehingga dia ngomong gitu ke saya. Tapi ngomong kayak gitu keterlaluan banget. Jangan salahkan saya kalau sumbu saya juga tersulut. Ngerusakin mood saya saja orang ini.
Lagian ini di Bali gitu loh. Sadar dong, kalau mereka itu harusnya ramah dalam melayani. Yang namanya tourism itu nggak cukup cuma jual pemandangan indah saja. Yang paling penting itu hospitality. Kayaknya Angkasa Pura harus memberikan pendidikan lebih deh sama para karyawannya.
Intangibles 3# Knowledge Management
Education, as well as knowledge, is not preparation for life. They are life themselves (John Dewey)
Kota Palembang benar-benar panas pagi itu. Saya dan Agung, manager SBS Palembang sudah mengantri di belakang puluhan mahasiswa dan dosen di Kampus Universitas Sriwijaya Bukit. Kami tidak sedang mengantri pembagian ransum makanan. Kami sedang menunggu giliran untuk bisa naik ke atas bus kampus yang akan membawa kami ke Kampus Universitas Sriwijaya Pusat di Indralaya yang akan menjadi partner kerjasama SBS dalam menggelar Training 6 Minggu Bisa! pertama kami di Sumatera Selatan. Pada pagi seperti ini, kita harus benar-benar gesit kalau ingin dapat tempat duduk yang nyaman. Semua ingin sampai paling cepat untuk mengejar kelas masing-masing. Begitu duduk di kursi bus, suasana menjadi lain. Tidak ada lagi suara hiruk pikuk. Masing-masing sibuk dengan aktifitas masing-masing. Ada yang membaca, melamun dan ada juga yang mencoba melanjutkan kembali tidurnya. Kalau saya, seperti biasa. Observasi iseng!
Setelah melewati banyak jembatan dan lahan gambut selama 1 jam, sampailah bus yang membawa kami di Indralaya. Kota ini tidak pernah ada di benak saya sebelumnya. sebuah kota kecil kabupaten hasil pemekaran. Kota ini dilalui oleh jalan lintas Sumatera. Masih agak susah bagi saya untuk menyebutnya kta. Walaupun begitu, ternyata saya mencintainya setelahnya. Buskampus yang saya tumpangi ini tidak akan menaikkan penumpang di tengah jalan dan akan membawa anda langsung masuk ke dalam terminal bus kampus yang luas.
Tugas pertama saya sebagai GM adalah membuka kelas dan kelas baru di kota Padang. Didorong oleh naluri travelling saya, kota itu saya pilih sendiri karena saya ingin menginjakkan kaki saya di Pulau Sumatera. Ketika berhasil membentuk tim di Padang, tiba-tiba saya dikirim ke Palembang untuk membuka kelas dan cabang baru di Palembang yang calon pesertanya sudah menunggu. Pada saat itu, waktunya sangat mepet. Saya punya waktu 2 hari sebelum memulai kelas. Ketika pagi sampai di Palembang, pagi itu juga saya langsung bertemu dengan tim untuk melakukan adjustment untuk product knowledge dan quick breefing untuk menghadapi pra-training 6 Minggu Bisa! Hasilnya bisa dibayangkan, saya kelabakan harus memulai kelas dengan tim yang 'disiap-siapin'. Minggu-minggu pertama adalah one man one show. Sangat melelahkan namun juga menantang. Sambil menjalankan program, saya berusaha untuk terus meng-upgrade tim. Untunglah pada waktu itu saya juga membawa satu tim saya dari Padang.
Pada minggu kedua training, saya harus meninggalkan Palembang karena training 6 Minggu Bisa! di Padang juga harus segera dimulai dalam hitungan hari. Saya hanya punya waktu 3 hari untuk menyiapkan semuanya sebelum training dimulai. Masa-masa ini benar-benar menjadi masa pembelajaran yang sangat berharga bagi saya. Saya menemukan error dan best practice yang menjadi learning cases bagi saya. Ibaratnya belajar, saya merasa seperti mengambil S2 dalam waktu yang singkat dengan materi yang super padat. Gabungan teori dan porsi kasus yang lebih banyak di lapangan. Saya merasa sangat beruntung melewatinya.
Satu hal yang sangat saya suka adalah ketika saya harus meninggalkan Palembang dan mentrasfer semua pekerjaan saya kepada kolega yang menggantikan saya. Karena saya lumayan detail, sebelum kolega saya datang ke Palembang, saya sudah menyiapkan narasi perkembangan pekerjaan yang saya lakukan dan rekomendasi action apa yang harus dia lakukan. Bahkan saya membuatkan dia dekskripsi lengkap per peserta serta narasi extra untuk peserta yang butuh treatment khusus. Saya juga menuliskan panjang lebar ide saya tentang apa yang saya inginkan tentang keberlanjutan program itu. Tebukti itu sangat efektif untuk mentransfer ide dan knowledge.
Dalam pekerjaan sering kita menemukan best practice dari suatu kasus yang jawabannya tidak ada dalam manual maupun SOP. Atau juga mungkin ada panduannya tapi kita mengerjakannya dengan inovasi yang berbeda dan hasilnya jauh lebih baik daripada biasanya kita mengerjakan dengan panduan yang biasanya dipakai (SOP/manual guide). inilah yang dinamakan best practice. Disebut 'best' karena yang diambil adalah praktik-praktik yang memberikan hasil (outcome) terbaik atau yang mampu meningkatkan keunggulan dan daya saing perusahaan (Rhenald Kasali, Myelin).
Best practice ini biasanya hanya dipahami oleh orang yang mengalaminya. Ia akan menjadi pengetahuan dan keunggulan individu bagi dia tapi tidak akan menjadi sebuah praktek keseluruhan bagi perusahaan. Inilah yang dinamakan dengan tacit knowledge (tidak tertulis). Jika orang itu sakit atau berpindah pekerjaan maka best practice tadi akan ikut bersamanya dan akan hilang begitu saja. Oleh karena itu tidak ada cara lain untuk memindahkan memory dan pengetahuan individu tadi dari tacit (melekat pada manusia dalam bentuk percakapan, memory dan pengalaman) ke dalam bentuk tertulis (explicit). Setiap pengalaman baik itu kegagalan maupun keberhasilan akan memberikan pelajaran. Pelajaran itu akan tetap menjadi pelajaran ketika ia diabadikan dengan tulisan.
Ingat kan sama pelajaran sejarah dulu? Zaman sejarah adalah zaman ketika tulisan sudah ditemukan. Makanya menulis itu penting! Saking pentingnya menulis ini, kabarnya di Harvard sana ada satu keahlian khusus yang harus dimiliki; keahlian menulis kasus. Ini masuk menjadi mata kuliah wajib di Harvard Bussiness School. Selain itu, dokter yang sangat berpengalaman dan bertangan dingin dengan track record yang membuatnya dibayar selangitpun, ia tetap butuh rekam medik, yaitu catatan tertulis tentang penangan yang pernahdidapatkan oleh masing-masing pasien, obat yang diberikan maupun pemeriksaan yang dilakukan oleh kolega-koleganya yang lain dengan spesialisasi yang berbeda.
Mengutip kata-kata Prof. Rhenald Kasali, dalam Knowledge Management, perusahaan menerapkan cara-cara untuk mengindentifikasi, menciptakan,mengoreksi, mentabulasi, mendistribusikan dan memperkuat upaya untuk mengadopsi segala insights dan pengalaman berharga. Dengan menerapkan knowledge management, banyak hal berharga menadi pengetahuan yang dpat direplikasi oleh orang-orang lain. Oleh karena itu budaya mencatat, sharing, dan budaya belajar, budaya disiplin harus dapat dibentuk dengan Knowledge Management.
Dalam pekerjaan saya, menulis untuk evaluasi dan sharing in sebenarnya sudah ada sejak lama. Jauh sebelum perusahaan kami Go National. Setiap personal dalam kantor kami malah harus membuat laporan harian dalam bentuk naratif yang kami namakan Narrative Journal. Setiap laporan juga harus menyertakan narrativenya agar enak dibaca dan mudah untuk memahami kondisi di lapangan mengingat jarak kami yang berjauhan dan jarang bertemu muka. Akan tetapi efek sharingnya belum terasa karena masih sering laporan hanya menjadi urusan pembuat laporan dan atasan (vertikal) belum menjadi sharing
knowledge yang horisontal sehingga personal yang lain tidak mendapatkan pelajaran.
Ketika jarak fisik tidak lagi menjadi masalah dengan keberadaan teknologi internet, seharusnya Knowledge Management ini bisa lebih efektif. Kita bisa memanfaatkan berbagai platform di internet seperti mailing list dan facebook. Jangan sampai facebook hanya menjadi sarana untuk eksistensi diri dengan mengupdate status dan saling mengomentari status. Itu penting, tapi seharusnya kita bisa melakukan sesuatu yang lebih.
Tulisan ini saya selesaikan di kamar mandi karena teman saya yang sedang sakit nggak bisa tidur dengan lampu menyala. Benar-benar ndeso bule yang satu ini. Jam di laptop saya sudah menunjukkan angka 2, sudah pagi. Tapi mata saya nggak ada tanda-tanda mengantuk.
Fourteen Roses, Legian-Bali, 06 April 2011, 02.00 AM
[Enter Post Title Here]Tragedi Liburan 2# Fang Fong, Fang Fong dan Kamera
Walaupun saya bolak-balik ke Bali, saya belum pernah ke Tanah Lot. Padahal kan tempat itu bagus banget. Saya lebih sering bermain ke pantai-pantai di sebelah selatan. Paling jauh ke utara, saya ke Seminyak. Makanya, kali ini saya harus ke tanah lot untuk melihat pura keren di atas karang di tengah laut itu. Lagian saya ada teman buat ke sana. Seorang turis Perancis yang saya kenal tadi malam di kafe dan sepakat untuk bersama-sama ke Tanah Lot naik sepeda motor. Sebenarnya ada satu anak Jakarte yang mau ikut juga, tapi berhubung berboncengan motor bertiga nggak diperbolehkan, ya sorry morry dory coy!
Dengan semangat saya menyetir motor saya walaupun harus berhenti dulu di tengah jalan karena hujan lebat yang tiba-tiba turun.
Blessing in disguise. Tempat saya berteduh adalah sebuah warung kecil di tengah sawah yang sedang menguning. Minum kopi panas di tengah hujan lebat d warung kecil di tengah sawah yang berwarna keemasan. Benar-benar sempurna. Makin sempurna karena saya punya kesempatan untuk menyelesaikan bacaan saya.
Begitu hujan reda saya segera meluncur ke Tanah Lot yang ternyata cukup jauh dari Legian. Cukup dengan membayar Rp. 6,500 rupiah saya sudah bisa berada di dalam area pura. Perjalanan jauh saya terbayar. Sebagai pendukung paham nggak narsis nggak eksis, saya segera menjepret sana-sini dan meminta tolong orang untuk memotret saya dengan berbagai posisi dan gaya. Apalagi ketika sampai di tebing dengan latar belakang pura Tanah Lot yang menjadi buah bibir (Jupe) itu. Setelah puas jepret-jepret dan saling menjepret dengan pasangan turis korea yang saya temui di situ saya segera mengecek karena saya untuk melihat hasilnya.
Teman saya yang punya kamera yang saya pinjam juga berebut ingin melihat hasilnya. Ketika dia berhasil mengambil alih kamera, terbahaklah dia. Saya heran. Ada apa??
Ternyata foto-foto kebangaan saya tadi tidak ada satupun yang tersimpan di memori kamera. Lah, mau disimpan dimana, wong 'otaknya' (kartu memori) ternyata masih terselip manis di computer di kamar hotel. Saya baru ingat kalau tadi malam saya memindahkan foto-foto ke laptop saya karena memori cardnya penuh. Halah! Kok, saya bisa ndak tahu, padahal kan seharusnya tertulis di layar kalau kartu memorinya belum masuk. Selidik punya selidik, ternyata itu tulisan memang ada tapi berbahasa Perancis.
Aduh, saya gondok bukan main. Mana pemandangannya keren-keren lagi. Saat itu juga ada fenomena alam yang sangat spektakuler di angkasa. Di langit tampak sebuah lingkaran hitam seperti gerhana (mungkin memang gerhana kali ya) dengan pelangi melingkarinya dan lingkaran hitam itu terbelah dua oleh garis putih di tengah-tengahnya.
Si bule perancis itu terus-terusan menggoda saya dengan minta difoto setiap ada pemandangan bagus. Kadang dengan sengaja berteriak-teriak keras lebay seolah-olah kagum banget melihat view bagus padahal dia memanas-manasi saya. Saya teringat 'taruhan' saya tahun lalu dengan teman Swiss saya yang berbahasa Perancis itu. Saya pernah sesumbar ke dia kalau saya bisa belajar Bahasa Perancis dalam waktu 6 bulan. Sekarang kena batunya deh!
Forteen Roses B08, Legian-Bali, 03 April 2011
Tragedy Liburan 1# I Really Need a Living Reminder!
Akhir-akhir ini saya punya kebiasaan buruk yang rada mengkhawatirkan. Ini adalah masalah dengan ingatan saya. bukan rahasia umum lagi di antara teman-teman saya kalau saya sering meninggalkan benda-benda kecil di mana-mana. Bukan, bukan karena saya suka nyedekahin barang-barang saya. itu karena saya lupa. Iya, saya suka lupa menaruh barang-barang kecil. Saya pernah meninggalkan kamera kecil, hape, kunci motor, dan jangan tanya benda-benda kecil lainnya. Beberapa yang paling parah dan menimbulkan trouble yang menyebalkan banget adalah sebagai berikut; meninggalkan kamera digital untuk wisuda saya 2 tahun lalu gara-gara exited banget pengen nyobain sepatu, ninggalin hape di warnet trus hilang, ninggalin (lagi-lagi) handphone di mobil dan (lagi-lagi) hilang dan meninggalkan kunci motor tertancap di starter di parkiran yang membuat saya menjadi bulan-bulanan sekuriti yang menyembunyikan motor saya.
Pada liburan ini saya menyewa motor untuk mempermudah kelayapan di Bali. Liburan di bali memang paling enak pakai motor. Bebas macet dan bisa menjelajah sampai ke pedalaman, ke pantai-pantai yang jarang dikunjungi oleh orang lain. Saya malas banget kalau harus berenang di Kuta dan Legian yang ramai banget itu. Ditamah lagi sebenatr-sebentar; massage please!, cheap watch, very good for you (memangnya saya kelihatan cheap banget ya?), sunglasses, ice cream, drinks, umbrella dan macam-macam penawaran hiruk pikuk lainnya. Saya lebih memilih mencari pantai-pantai baru dan berenang sepuas-puasnya dengan tenang. Capek berenang saya bisa membaca dan tidur nyenyak di atas pasir. Untuk misi menjelajah pantai-pantai dan merasa-pantai-milik-sendiri itulah, sepeda motor sangat penting. Dengan Vario hijau saya kelayapan kemana-mana dengan modal free map dari hotel dan tanya sama Mbah google dan tanya-tanya penduduk. Hasilnya, saya nyasar lebih dari sepuluh kali.
Tapi saya tidak akan bercerita tentang pantai-pantai keren itu. Saya akan bercerita tentang ketololan-ketololan saya berkaitan dengan lupa dan meninggalkan sesuatu.
Saya-Sedang-tidak-Bersahabat-Dengan-Kunci-Motor-Tragedy
Tragedi pertama langsung terjadi pada hari pertama. Saya meninggalkan kunci tertancap semalaman di parkiran. Utungnya pagi-pagi masih ada. Hari kedua, lagi-lagi saya meninggalkan kunci tertancap di jok motor di parkiran Nusa Dua. Saya baru ingat ketika saya sudah berenang dan berjemur berulang kali dan sudah menyusuri pantai sampai jauh banget. Begitu ingat, saya langsung berlari sekencang-kencangnya di atas pasir menuju parkiran. Orang-orang melihat dengan heran kepada anak muda ganteng yang lari ngos-ngosan sambil nenteng sandal sepanjang pantai. Sepertinya ini bukan saat yang tepat untuk jogging. Matahari sedang terik-teriknya.
Tragedi kedua, masih berhubungan dengan kunci motor. Ketika saya akhirnya menemukan pantai Suluban yang keren banget itu, saya nggak sadar meninggalkan kunci motor tertancap cantik di jok motor. Saya baru ingat ketika saya sudah puas mengambil foto pemandangan-pemandangan cantik pantai berkarang tinggi dan tebing-tebing keren di pantai Suluban. Saya baru ingat setelah saya menyelsikan dua bab buku bacaan saya dan menghabiskan minuman di Edge Café. Begitu ingat, saua sontak berlari kencang menaiki anak tangga yang berkelok-kelok dan tinggi banget. Gempor rasanya lutut saya. Itu yang parahnya, yang ninggalin sebentar-sebentar sih sering banget.
Yang paling parah dari tragedy kunci ini adalah saya nggak bisa kemana-mana dan duduk seperti orang miskin banget dan perut lapar karena saya nggak bisa memutar kunci motor saya di jalan menuju Pantai Geger. Ketika mengambil motor itu dari Beli Ketut, dia mengingatkan saya agar cukup mengunci setang saja, nggak usah mengunci penutup kuncinya karen anggak bisa dibuka kembali. Entah karena apa, saya baru tersadar kunci itu ternyata tertutup ketika saya keluar dari Circle K setelah mebeli air. Saya sampai kalap menotok-notok penutup kunci itu dengan batu.
Akhirnya saya menelepon hotel dan minta disambungkan ke pemilik motor biar datang ke tempat saya 'mogok'. Setelah menunggu lama dan makan saya dapat ide untuk mencoba membuka pakai kunci motor yang lain dengan merk yang sama. Setelah terkantuk, kantuk di emperan Circle K, saya melihat seorang laki-laki masuk ke parkiran mengendarai Vario. Segera saya hampiri untuk meminjam kuncinya. Dengan senang hati dia meminjamkan kuncinya. Dengan berdebar saya masukkan kunci tersebut dan meutar penutup kunci motor saya. Tara….! Penutup yang dari tadi nggak bergeming sedikitpun walaupun dihantam pakai batu berkali-kali. Ketika saya tengah gembira karena kunci motor saya bisa terbuka, handphone saya berdering. Ternyata beli ketut telah sampai di tempat itu dengan membawa mekanik. Hffhh…..kenapa datangnya di saaat saya sudah selesai dengan urusan kunci itu? Saya harus membayar waktu mekanik yang telah datang jauh-jauh tapi ditak mengeluarkan setitik keringatpun untuk menyentuh motor saya.
Saya sebenarnya tahu mengapa saya mudah sekali meninggalkan barang-barang kecil teritama kunci motor. Biasanya karena saya terlalu exiting sama sesuatu. Ketika menjadi bulan-bulanan security, saya terlalu exited dengan jembatan yang berlatar belakang gunung yang indah. Nah, kalau selama liburan ini, apalagi kalau bukan pantainya yang indah? Tapi sekarang saya menerapkan One Minute Checking yang biasa dipakai di kantor saya untuk mengecek hal-hal yang ketinggalan dalam rapat atau sebelum meninggalkan tempat. Sebelum meninggalkan motor saya akan berdiri diam di samping motor meneliti apa yang kira-kira kurang beres, begitu juga ketika meninggalkan kamar dan seblum mengendarai motor.
Salah-Jalan-Tapi-Tenang-Tenang Saja-Tragedy
Saya adalah orang yang sangat mudah ingat pada tempat atau jalan. Saya cukup satu kali datang ke suatu tempat dan ketika datang lagi saya tidak akan nyasar. Tapi ketika liburan kali ini, saya sering salah mengambil jalan walaupun sudah diingatkan berkali-kali sama teman saya. Masalahnya adalah saya ini nggak percaya sama orang lain kalau untuk masalah jalan atau hal-hal yang berkaitan dengan 'kelayapan' (baca travelling). Ketika dia bilang belok kanan, saya malah terus lurus, ketika dia bilang lurus nggak apa-apa, saya malah belok kiri. Tak ayal, ini membuat teman saya marah-marah dan nggak mau ngomong sama saya selama perjalanan. Yang menyebalkan, dia pasti nyindir-nyindir kalau saya salah jalan. Efek capek nyetir, nyasar dan panas disindir-sindir saya juga membalas perang dingin dengan tidak menyahuti setiap pembicaraan dia. Perang dingin itu baru selesai ketika kami lapar banget dan harus makan.
Gara-gara saya sering nyasar, teman saya selalu bertanya 'are you sure" ketika saya hendak berbelok atau dengan pede tanpa bertanya ke orang-orang arah tempat yang akan kami kunjungi. Karena saya keponya nggak ketulungan, saya selalu menjawab sure dengan mantap. Padahal saya juga nggak tahu apakah ini jalannya benar atau salah. Seperti ketika saya tergoda akan sebuah pantai yang saya goggling yang kabarnya Michael Learn to Rock pernah buat video clip di sana. Saya nekat berbelok yang akhirnya jalan itu mebawa kami ke jalan setapak kecil tapi beraspal bagus dengan jalanan turun tajam tanpa belokan. Ketika menyetir saya berteriak-teriak menyuruh dia tetap tenang padahal saya takut setengah mati karena rem yang saya tarik nggak mempan. Motor itu melaju aja kencang dari puncak bukit,lurus dan langsung disambut belokan di tempat yang datar. Akhirnya ketika sampai di tempat yang datar, saya cerita kepada teman saya itu kalau saya takut setengah mati ketika melaju kencang menuruni bukit itu. Ketika elaju tadi, saya malah ngeri membayangkan motor kami terpeleset dan nyusruk semak-semak berduri di pinggir jalan dan duri-duinya menusuk muka saya. Hiii….!
Setelah berjam-jam mencoba satu-satu jalan setapak di tengah hutan yang kami nggak berpapasan dengan satu kendaraan pun kami akhirnya sampai juga ke pantai setelah berkali-kali bertanya kepada penggembala yng kami temui di hutan. Setelah nyasar-nyasar ini, tragedy lain menyusul pula. Apalagi kalau tidak ketinggalan kunci?
Saya juga heran mengapa saya pelupa banget akhir-akhir ini. Anehnya, saya malah ingat pada peristiwa-peristiwa yang saya lalui dengan sangat detail. Sampai-sampai si ini duduk di dekat ini dengan baju ini, jeans merek ini, sepatu warna itu dan bicara tentang ini itu. Saya ingat tahun lalu saya ke sini dan melakukan blab la bla dan orang itu bicara ini itu. Saya bisa mengingat peristiwa dengan sangat detail tapi tidak dengan kunci motor. Saya juga sangat mudah mengingat nama orang sampai nama komplitnya. Very bad!
La'Waloon 212, Kuta-Bali, 31 Maret 2011
Nggak Lihat Apa Alis Saya
Saya lagi duduk manis menunggu Toast dan Banana Pancake saya. Wangi bunga kamboja yang menjadi peneduh meja saya begitu relaxing. Di depan saya ada jus jeruk dan kopi. Ogah ah, minum jus jeruk yang super asem itu sementara perut saya belum diisi. Kopi itu juga mnegepul-ngepul minta diseruput. Ogah! Maunya Banana pancake! Tiba-tiba datang seseorang dengan langkah kemayu dan senyum malu-malu (kita singkat aja jadi SDLKDSMM ya? Oke, Iya!).
SDLKDSMM : Sir, your Banana pancake is ready!
Saya : Oh, Terima kasih Mbak. Eh, sorry! Mas maksud saya!
SDLKDSM : Eh si Mas, yang tadi udah benar. Mbak!
Saya : Oh ya? (Mengernyitkan dahi)
SDKLSM : Ini lihat (nunjukkin alis), trus ini (goyang-goyangin dada sampai perutnya yang buncit ikut bergoyang-goyang)
Saya : Oh gitu ya. Oke deh Mbak (dengan mulut mangap)
Saya terpaksa setuju karena takut digampar pake nampan yang dia bawa. Kemudian dengan kemayunya dia melenggok masuk menuju restoran meninggalkan saya yang mangap. Kemudian saya nggak bisa menahan tawa. Bukan karena saya mencemooh. Tapi lucu aja cara dia nunjukkin 'jenis kelaminnya'.
Teman saya : Dia bilang apa tadi?
Saya : Dia protes karena saya panggil dia Mbak
Teman saya : jadi dia perempuan?
Saya : Saya nggak tahu. Tapi dia mengaku perempuan.
Sarapan selesai. Perut kenyang. Wangi kamboja lamat-lamat.
Teman saya : Jadi dia perempuan apa laki-laki?
Saya : Told you! Tapi aku sih yakin dia laki-laki. Nggak ada pere kayak gitu!
Teman saya : jadi…..(pasang tampang o'on banget)
Saya : tauk ah! Ayuk…kita kemon!
La'Waloon 212, Kuta-Bali, 31 Maret 2011
Mr. Complaint’s Hotel Review
Kalau anda di suruh memilih, mana yang anda pilih? Menginap di hotel mewah berbintang lima degan fasilitas kelas satu atau menginap di hotel berbintang sama sekali? Kalau saya, ya tergantung kondisinya. Kalau untuk urusan pekerjaan saya memimpikan bisa menginap di hotel berbintang lima. Akan tetapi kalau untuk liburan, sepertinya saya lebih memilih menginap di hotel tidak berbintang deh. Alasannya bukan karena kalau urusan pekerjaan dibayarin perusahaan dan kalau berlibur bayar sendiri.
Atas permintaan beberapa teman, saya akan mereview hotel-hotel yang pernah saya tinggali di Bali. Kali ini kalau saya bilang Bali berarti Kuta, Legian dan Seminyak, karena daerah-daerah itulah yang pernah saya tinggali walaupun saya juga pengen bisa tinggal di kawasan Nusa Dua yang eksklusif itu.
Tiga di antara hotel yang pernah saya tinggali menurut saya sangat menyenangkan. Menyenangkan dari segi suasana dan pelayanan. Satu hal yang saya suka dari hotel-hotel di Bali adalah suasana dan pelayanannya. Walaupun mereka Cuma hotel bintang 2 tapi pelayanan dan fasilitasnya oke punya. Tidak seperti di tempat lain yang seenak udelnya mencantumkan bintang banyak-banyak tapi tidak tahu apa itu service. Ok, here we go.
Yulia Inn adalah hotel bergaya bungalow yang terletak di lokasi yang sangat strategis di jantung Kuta Square. Hanya berjarak berapa koprolan dari Mc. Donald Kuta Square. Kalaupun anda capek jalan, ngesot 3 menit sampai kok. Terletak persis di pinggir jalan Pantai Kuta membuat hotel ini selalu ramai. Jadi harus booking jauh-jauh hari. Kamarnya bersih dengan kamar mandi yang sangat nyaman. Kamar mandinya menyenagkan karena toilet dan showernya terpisah. Tahun lalu saya dan teman saya share room di sini. Rate per malamnya waktu itu Rp. 400.000'- untuk twin bed room termasuk breakfast. Tapi 2 minggu yang lalu ketika saya tanya ratenya naik deh, sekitar 600 an ribu untuk yang twin bed. Tapi kalau mau dapat harga murah bisa reservasi lewat Agoda. Itu yang dibilang mbak resepsionis ke saya.
Hal yang paling saya suka dari hotel ini adalah sarapannya. Banana Pancakenya nendang banget. Di sinilah menurut saya banana pancake paling enak berasal (sotoy banget saya. padahal belum nyoba aja di tempat lain). Tapi seriously, dibandingkan dengan beberapa tempat baik itu hotel maupun restoran yang pernah saya coba banana pancakenya, di sinilah menurut saya yang terbaik. Empuk dan kering. Sayangnya Mas-mas chef yang saya rayu untuk membagi resepnya hanya tersenyum. Selain banana pancake yang enak banget, menu breakfast juga nggak dibatasi. Saya boleh makan banana pancake dan scrambled egg sekaligus dengan toast sesukanya. Toastxnya diambil sendiri di Toaster. Begitu juga minumannya. Orange Juice mereka juga enak sekali. Jeruk segar bukan sirup.
La Waloon terletak di dalam Jln. Poppies Lane 1 di antara galeri-galeri, penginapan dan restoran serta berbagai fasilitas turisme yang padat. Jalan Popies Lane baik satu maupun dua memang terkenal padat. Walaupun terletak di dalam jalan sempit, hotel bintang dua ini sangat nyaman dan tenang. Satu hal yang paling menonjol buat saya adalah masalah keramahan. Mulai dari resepsionis, room boy sampai waiter restorannya sangat ramah.
Setiap kembali ke hotel dari jalan atau sekedar makan, saya selalu disambut oleh Beli resepsionis hotel ((karena ini di Bali, kita manggilnya beli yaJ) dengan senyuman dan langsung menyodorkan sebuah kunci bertuliskan 212. Hehe…kayak Wiro Sableng. Tapi tentu saja saya tidak sedang bersama Wiro Sableng di kamar saya. Yang membuat saya salut adalah dia selalu mengingat saya dan menyodorkan kunci pintu kamar saya dengan senyum lebar tanpa menunggu saya menyebut nomor kamar saya. Padahal kan yang tinggal di hotel itu bukan hanya saya saja.
Di pagi hari, resepsionistnya beda lagi. Kali ini mbak-mbak. Setiap saya turun untuk breakfast, dia selalu menyapa dengan selamat pagi yang hangat. Saya menemukan senyuman dan sapaan yang benar-benar hangat. Sapaan yang tulus. Kemudian mengobrol sebentar. Benar-benar hotel yang nyaman. Ini bukan hotel berbintang dengan fasilitas mewah yang wah. It's just another affordable hotel for backpacker like me. Saya benar-benar nyaman dengan suasana hotel ini.
Beda resepsionis, beda lagi room boy nya. Kali ini seorang bapak-bapak dan teman-temannya yang masih muda. Biasanya dia datang untuk membereskan kamar ketika saya sedang asyik membaca di balkon. Dengan tersenyum lebar, dia akan menyapa saya. Kadang-kadang mengobrol sebentar sambil berbagi gigitan cokelat di atas meja saya. Ini bukan tipe keramahan 'sok kenal sok dekat' (SKSD) itu loh ya. Dia benar-benar ramah.
Untuk breakfastnya memang tidak seenak di Yulia Inn. Soalnya breakfastnya sudah dipaket-paketin. Jadi nggak leluasa memilih. Bagian restorannya tidak terlalu luas tapi meja-mejanya banyak yang diletakkan di halaman restoran di bawah rindangnya pohon kamboja. Jadi, pagi-pagi kita bisa sarapan sambil merasakan hangatnya matahari pagi dan aroma bunga kamboja. Menu sarapan yang tidak bebas dipilih tertutupi deh oleh kenyaman ini.
Kolam renangnya juga seru. Air hangatnya membuat saya senang berenang malam-malam. Kalau anda mau menginap di sana, saya sarankan untuk memilih kamar yang saya tempati, kamar 212. Wiro sableng banget! Kamar ini ada di lantai 3 dan menghadap ke matahari terbit dengan pemandangan langsung ke semua penjuru halaman. Dari Balkonnya enak banget buat memperhatikan orang-orang. Rate untuk kamar dengan twin bed yang tertulis Rp. 450.000,-. Tapi saya dan teman saya dapat diskon karena menginap 1 minggu. Jadinya hanya membayar Rp. 400.000'-.
Kalau ingin mencari ketenangan di jantung Kuta yang sibuk, di sinilah tempatnya. Letaknya agak masuk ke dalam dan bukan di jalan tembus. Jalan masuk dari Jalan Melasti hanya untuk hotel ini saja, tidak tembus ke mana-mana. Jadi nggak bakalan ada suara deru kendaraan yang terdengar. Dari luar, hotel ini tampak seperti banguan biasa saja. Tapi begitu anda masuk dan melewati resepsionisnya, anda akan langsung jatuh cinta. Bangunannya bergaya minimalis dengan halaman yang cukup untuk satu kolam renang dan jalan-jalan setapak. Sayangnya air kolamnya bukan air hangat. Jadi agak segan renang pagi-pagi atau renang pas hujan.
Semua kamar hotel ini punya balkon yang menghadap ke halaman yang otomatis juga kolam renang. Disarankan untuk mengambil kamar di lantai 2 karena anda akan langsung bisa mencium bunga kamboja yang bisa disentuh dari balkon kamar. Terutama untuk deretan kamar di sebelah selatan. Suasana hotel ini sangat asri dengan banyak pohon kamboja dan palem serta berbagai tanaman merambat yang menghiasi pohon-pohon. Sayangnya mereka tidak menanam mawar dan melati. Padahal saya sangat suka dua jenis bunga ini.
Berbicara masalah breakfast, menunya minimalis banget. Pilihannya hanya ada American breakfast dan Indonesian Breakfast. American terdiri dari dua toast, eggs, juice dan coffee atau teh. Untungnya toast tadi bisa pilih diganti dengan jaffle, toast juga sih tapi diisi banana atau cheese. Saking minimalisnya, scramble eggsnya hanya tebuat dari satu telur. Buat saya itu hanya mancing-mancing perut saya buat makan lebih banyak alias nggak mengenyangkan sama sekali. Orange juicenya juga bukan juice tapi sirup. Dan jangan bawel-bawel minta juice macam-macam karena yang ada hanya melon, semangka, nanas dan sirup jeruk tadi. Makanya biar enak, saya selalu minta mixed juice, mencampur semua buah tadi. Kadang-kadang enak kadang-kadang rasanya aneh. Makanya kalau anda lapar, saya sarankan untuk milih Indonesian breakfast saja. Ada nasi goreng atau mie goreng. Kadang-kadang ada soto. Kalau anda sedang berbulan madu dan ingin beromantis-romantis ria, ada satu tempat sarapan yang terpisah dari ruangan restoran berupa cottage kecil di atas kolam renang.
Suatu hari saya melihat ada pasangan turis muda jerman yang sepertinya baru saja menikah makan di tempat itu. Dengan kamera DLSR yang sekali lagi bikin saya ngiler becek, si cowok minta tolong ke waiter buat motretin mereka berdua. Argghh….pengen! jadinya, mata saya sering tertuju ke sana dengan pandangan ngarep dot com. Pas saya ajak teman saya, dia menolak mentah-mentah. Takut dianggap lagi bulan madu katanya. Hahaha…! Padahal kan ketika ada dua cewek yang sarapan di sana, saya tidak menganggap mereka sedang berbulan madu atau pacaran.
Waktu sarapan ini adalah waktu observasi yang paling menyenangkan buat saya di hotel ini. Saya suka banget memperhatikan. Dari pengamatan saya kebanyakan yang menginap di sini adalah turis-turis berwajah oriental. Kalau ada turis korea atau jepang, saya suka memasang telinga saya baik-baik. Sebagai orang yang agak suka drama korea dan jepang *ngerling ke Dewi and Winda*, catet, agak loh ya, saya suka mendengar dan mencoba menangkap pembicaraan mereka. Yang kasihan, mereka sering banget kesusahan berkomunikasi karena tidak bisa berbahasa Inggris. Saya pernah melihat mereka kebingungan memilih menu. Ketika makanan sudah di meja mereka, suami istri itu hanya saling pandang sambil tersenyum-senyum. Dari gelagatnya, apa yang dihidangkan tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam benak mereka.
Terlepas dari masalah breakfast, hotel ini sangat nyaman untuk ditinggali. Apalagi kalau anda errhhh….sedang berbulan madu. Pengunjungnya sepi. Pernah suatu hari saya mengitung tamu yang breakfast tidak sampai 10 orang. Karena sepi, silahkan menjajah fasilitas yang disediakan sepuasnya. Rate per malamnya Rp. 400.000 ribu untuk twin bed. Awalnya saya sudah bisa menawar ke harga Rp. 350.000,- tapi ketika ibu-ibu yang rupanya staff senior di situ datang, harga itu dibatalkan dan kembali ke harga Rp. 400.000'-
Aneka Hotel
Saya menginap di hotel ini hanya 1 hari. Jadi, saya tidak bisa mereview banyak. letaknya cukup representtif karena persis terletak di depan jalan pantai Kuta tidak perlu masuk jalan kecil. Konsepnya bungalow dengan cottage-cottage kecil beratap daun rumbia. Akan tetapi ada juga bangunan besarnya. Halamannya rimbun. Hotel ini hotel tua dan menurut saya tidak begitu berkesan. Apalagi saya bermasalah dengan breakfast pada hari pertama saya. Saya langsung ilfil karena saya diminta membayar untuk sarapan saya padahal kan jelas-jelas sarapan itu untuk dua orang. Ketika saya complain dan nunjukin breakfast coupon saya malah disuruh komplain ke resepsionis.
"Iya, tapi menurut resepsionis sarapannya untuk satu orang"
"lah, bagaimana bisa? itu kamar kan isinya dua orang!
"saya tidak tahu. Silahkan Mas ke resepsionis"
"loh, kok saya yang ke sana. Mbaknya dong! Atau gini aja, itu kan ada telepon, call aja resepsionisnya!
"silahkan mas telepon"
"Aduh mbak! Yang karyawan di sini siapa?
"saya"
"nah, karena mbak yang karyawan dan saya tamu, mbak nya telepon gih!
Hoho…. Hotel crew yang aneh. Akhirnya dia telepon juga dan nggak ada masalah sama resepsionis tentang breakfast saya. Hebatnya, si Mbak itu nggak pake minta maaf. Ilfil sama tragedy sarapan, kuta memutuskan untuk tidak memperpanjang tinggal di situ dan beruntung banget langsung menemukan hotel lain pagi itu juga.
Akan tetapi, kalau anda ingin hotel yang dekat dengan pantai, tempat ini sangat representative.