Saturday, April 23, 2011

Tour de West Sumatera 1# Maninjau Lake; Kampung Halaman Buya Hamka



Sudah lama saya ingin menulis tentang wisata Sumatera Barat. Selalu saja tidak jadi karena berbagai alasan. Saya yang tiba-tiba malas atau kalau saya sedang ingin menulis tidak jadi karena harus terkalahkan oleh pekerjaan. Mulai sekarang, saya akan mencoba berbagi informasi wisata di Sumatera Barat sedikit demi sedikit. Tentu saja tempat-tempat yang sudah saya kunjungi.


 

Sejak gempa 7, 9 skala richter yang meluluhlantakkan beberapa ibu kota di Sumatera Barat dan beberapa kota lainnya pada tahun 2009, orang langsung mengasosiakan kata Padang dengan gempa. Paling tidak itulah yang terungkap dari kekhawatiran ibu saya dan ibu teman saya yang juga sempat tugas ke Padang bersama saya. Padahal Sumatera Barat mempunyai banyak objek wisata yang spektakuler. Mulai dari wisata laut seperti surfing di Mentawai, pulau Cubadak yang menjadi buah bibir di kalangan warga Italia karena keelokannya sampai wisata danau dan sejarah. Berbicara tentang Pulau, sebenarnya Sumatera Barat mempunyai banyak pulau-pulau kecil yang eksotis dan masih alami bertebaran di pesisir Samudera Hindia. Karena saya belum sempat mengunjugi pulau-pulau itu saya akan bercerita tentang perjalanan saya ke Bukittinggi dan Maninjau beberapa hari yang lalu.


 

Cuaca kota Padang cukup cerah setelah diguyur hujan tadi malam. Saya sudah bisa bangun pagi dengan ceria setelah diserang mellow syndrome berhari-hari. Sepertinya keceriaan saya akan berlipat-lipat karena hari ini saya dan tiga orang teman akan melakukan perjalanan ke kota Bukittinggi dan danau Maninjau. Kami memilih tujuan wisata ini karena mereka berada di tempat yang berdekatan. Selain itu, dengan mengunjungi kedua tempat tersebut kami bisa mendapatkan bonus sekalian melihat Ngarai Sianok dan pemandangan alam yang spektakuler.


 

Pagi-pagi kami sudah naik angkot menuju pool travel di Air Tawar. Karena Padang tidak mempunyai terminal bus, ke mana-mana anda harus naik travel. Buat saya sih ini menyenangkan karena tidak perlu berdesak-desakkan di bus. Lagipula ongkos travel di sini murah meriah. Untuk sampai di Bukittinggi kami hanya perlu membayar Rp. 16.000 per orang. Memang sih mobilnya Elf 300. Tapi yang namanya di Padang, angkot saja bisa senyaman itu, apalagi travel. Interiornya sudah didesign sangat nyaman, lengkap dengan AC dan sound system yang ciamik.


 

Perjalanan ke Bukittinggi didominasi oleh jalanan mendaki dan berkelok-kelok. Kiri kanan jalan adalah perbukitan yang masih berhutan rapat atau ngarai yang dalam yang juga masih berhutan rapat. Akan tetapi saya tidak bisa menikmati pemandangan telalu lama karena slah satu penyakit saya adalah mudah tertidur di mobil. Nggak di angkot, nggak di bus, nggak di mobil, sama saja. Begitu pantat menyentuh kursi, kantuk langsung merespon. Untungnya saya terbangun ketika mobil melewati Air Terjun di Pinggir jalan di Ngarai Sianok. Pemandangan Ngarai yang berkolaborasi dengan air terjun dan rel kereta api benar-benar membuat lidah berdecak. Saya membayangkan bagaimana penumpang kereta peninggalan Belanda itu melakukan perjalanan sambil menikmati hutan-hutan dan ngarai yang indah itu. Sayangnya, kereta api itu sekarang tidak beroperasi lagi. Kereta api hanya beroperasi dengan Rute Padang-Pariaman dan kereta Wisata ke Sawahlunto, the Little Holland.


 

Maninjau, Danau Purba Kampung Halaman Buya Hamka

Dua jam adalah waktu yang kami tempuh untuk sampai ke Bukittinggi. Tapi kami tidak langsung masuk ke Kota Bukittinggi untuk melakukan City Tour. Kami akan mengunjungi danau Maninjau terlebih dahulu. Danau yang bisa ditempuh dalam waktu 1, 5 jam itu teletak di Kabupaten Agam, tetangga dari Kota Bukittinggi.


 


 

Dengan jasa Travel yang disupiri Pak Al, kami menyusuri jalanan menanjak dan berkelok-kelok dengan hutan yang diselang-selingi oleh perkampungan dan lahan pertanian yang menghijau. Benar-benar pemandangan yang menyejukkan mata. Mobil Avanza yang dikemudikan pak Al dengan gesit bermanuver di tikungan-tikungan tajam yang mendominasi rute perjalanan kami. Hal yang enyenangkan selama saya melakukan perjalanan di Sumatera barat ini, transportasinya sangat mementingkan service dan kenyamanan. Dengan hanya membayar Rp. 15.000 kami sudah duduk di jok empuk Avanza dengan bonus supir yang ramah dan enak diajak ngobrol.


 


 

Memasuki kelok 44, jalan yang dilalui menurun. Nun jauh di bawah sana pemandangan danau Maninjau mulai kelihatan. Dinamakan kelok 44, karena memang jumlah kelokan yang harus dileati untuk mencapai danau mencapai 44 buah. Di setiap ujung kelokan terpampang angka yang menunjukkan urutan kelokan. Dibutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk melewati semua kelokan tersebut. Jalan ini dibuat berkelok-kelok sebanyak itu karena memang lereng yang dibuat jalan ini sangat curam. Ini merupakan salah satu sisi dari dinding kaldera gunung berapi yang membentuk danau Maninjau.




 


 

Pemandangan danau maninjau dari atas bukit yang kami lewati memang benar-benar spektakuler. Air yang biru jernih, dinding kaldera yang masih menggambarkan dinding kawah, rumah penduduk yang tersebar di sekeliling pinggir danau, lahan pertanian dengan warna padi kuning keemasan, hutan yang masih hijau dan rapat, semuanya adalah perpaduan sempurna untuk kata spektakuler.

Danau maninjau termasuk danau vulkanik purba. Terbentuk dari kaldera kawah raksasa hasil letusan gunung berapi jutaan tahun yang lalu. Akan tetapi hanya sepersepuluh dari kaldera tersebut yang terisi air dan menjadi danau. Sisanya menjadi lahan pertanian dan pemukiman penduduk. Danau ini menempati urutan ke 11 terlusa di Indonesia dan terluas kedua di Sumatera Barat. Kedalamannya mencapai 500 meter. Ukuran yang 'menyeramkan' untuk sebuah danau.




 

Perkampungan di pinggir Danau yang permai inilah tempat lahir tokoh besar bangasa Indonesia, Buya hamka dan Hajjah Rasuna Sai. Buya Hamka saya nikmati kemampuannya meramu kata lewat tenggelamnya Kapal Van Der Vijk, Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tafsir Al-Azhar yang diselesaikannya di dalam Penjara. Sedangkan Rasuna Said adalah pejuang wanita yang hebat sehingga namanya diabadikan menjadi nama sebuah jalan protokol di Jakarta. Selain mereka berdua, M. Natsir dan Nur St. Iskandar juga berasal dari sini.


 

Menunggu Angkot di Maninjau

Ketika perut menuntut minta diisi kami berniat untuk makan siang dengan menu yang khas Maninjau. Karena ini danau, pastilah menu khasnya ikan dan hasil danau bukan? Ikan Rinuak adalah ikan khas yang katanya hanya ada di danau Maninjau. Ikan kecil-kecil sejenis teri ini bias diolah menjadi rempeyek, ikan goring atau olahan lainnya. Selain ikan, kita bisa mengudap remis di sini. Remis adalah kerang-kerang kecil yang diambil dari danau.


 

Masalah muncul karena setelah sekian lama menunggu, kami tidak melihat ada satu pun angkot lewat. Ada kendaraan yang menyerupai angkot lewat, tapi platnya berwarna hitam. Bosan menunggu, saya bertanya kepada bapak pemilik toko kecil di pinggir danau. Oalah, ternyata yang disebut angkot itu adalah mobil plat hitam yang menyerupai angkot itu. Saya juga baru sadar, kalau di tempat kami berangkat tadi, yang berjejer menunggu penumpang bukanlah angkutan umum tapi Avanza dan Innova berplat hitam.


 

Akhirnya kami pun bersantap siang di warug kecil di dekat pasar Maninjau. Warung kecil Uni Ati yang sangat ramah.
Kami dipersilahkan sendiri mengambil makanan. Seperti makan di rumah. Menu pilihan saya adalah ikan Mujair Goreng dan Urapan daun pepaya yang segar. Tapi saya harus sedikit kecewa karena ikan rinuaknya habis.




 

Overall, tour ke Danau maninjau hari ini sangat menyenangkan walaupun kami hanya menikmati suasana dan belum mencoba water sport, tracking dan paralidging. Kami juga belum sempat mengunjugi rumah Buya Hamka, M. Natsir, Rasuna Said, Nur St Iskandar dan rumah-rumah peninggalan Belanda. Insa Allah, suatu saat saya akan melakukan berkunjung lebih lama untuk menikmati Maninjau.


 


 


 


 


 


 

6 comments:

  1. Gambarnya bikin ngiler! :) I miss those makanan padang..

    ReplyDelete
  2. hehe...! I started to love it too. Nggak ada makanan lain sih. makanan berbumbu 'keras' semua:)
    di Sweden ada dong Resto Padang?

    ReplyDelete
  3. Sayangnya waralaba RM padang itu tidak sampai kemari. Kalo kangen makanan pedes larinya ke thai resto..

    ReplyDelete
  4. oowwwhh....peluang buat bikin resto pdang berarti. But the question is, ada calon costumernya nggak ya?

    ReplyDelete
  5. hehe, entahlah.. tapi setidaknya 1 orang sudah siap daftar jadi pelanggan :D

    ReplyDelete

Whaddaya think?