Wednesday, April 27, 2011

Setelah Badai Berlalu

Mempunyai siklus mellow tahunan membuat saya punya cara sendiri untuk mengatasinya. Waktu mengatasinya pun bermacam-macam. Ada yang membutuhkan waktu satu dua hari, ada juga yang menuntut waktu sampai sebulan. Tergantung seberapa parah mellow yang sedang menyerang. Tahun ini adalah mellow terpanjang dan terhebat yang menguasai saya. Selain melelahkan jiwa, aura positif saya rontok menyisakan wajah kusut dan mata sendu.


 

Senangnya, beberapa hari terakhir ini perlahan-lahan keceriaan saya muncul kembali. BUkan berarti sebelumnya saya tidak bisa ceria sama sekali. Saya tetap bekerja seperti biasa, melempar senyum seperti biasa, jalan-jalan seperti biasa, bahkan saya sempat menghadiri undangan prom night dari peserta pelatihan saya. Dalam rangka mengejar kembali kondisi stabil hati dan jiwa saya, travelling juga saya lakoni. Tapi itu semua efeknya sangat fluktuatif. Permasalhannya ada di hati saya.


 

Tidak peduli berapa banyak aktifitas yang dilakukan kalau belum bisa mengeset hati, biasanya efeknya sementara. Akan tetapi, aktifitas-aktifitas itu membantu untuk menata kembali hati saya. Saya bertarung dengan hati saya. Menambal kembali hati saya yang robek dengan keyakinan akan cinta, keercayaan dan ketaatan kepada Gusti Sing Paring Urip. Laa Yukaliifullah nafsan illa wus'aha. Badai pasti berlalu. Inna ma'al usri yusro. Saya merawat logika saya perlahan-lahan dengan positive thinking dan membaca kembali tulisan-tulisan berisi mimpi-mimpi saya. Saya tidak ingin saya amnesia. Hal yang paling saya takuti ketika saya terpuruk adalah kalau-kalau saya berakhir di ruang praktik psikolog. Oh tidak! Walaupun saya tidak harus bertemu psikolog, sahabat saya yang selalu menjadi psikolog dadakan ketika dibutuhkan seperti ini, siap memberikan solusi-solusi jitu walaupun tidak satupun tips-tips itu yang saya pakai. I have my own way ternyata brotherJ


 

Pada prinsipnya Time cures everything. Waktu menyembuhkan semuanya. Walaupun menurut saya waktu tidak bisa dipercayakan penuh tanpa kita melakukan apa-apa. Pada saat terpuruk seperti itu, saya sangat butuh untuk didengarkan. Saya butuh orag untuk berkeluh kesah. Mungkin orang tempat anda berkeluh kesah tidak akan memberikan solusi yang berarti. Karena sebenarnya saya sudah tahu solusinya apa. Tapi karena masalah hati bukan matematika, saya butuh waktu yang agak lama untuk menyentuh solusi itu. Beruntung saya punya orang-orang yang sangat peduli dengan saya. Saya punya sahabat yang siap mendengarkan telepon saya sampai berjam-jam. Ia dengan tulus menyisihkan sebagian waktu berharganya hanya untuk mendengarkan cerita-cerita saya, mensupport saya dan perlahan-lahan menyuntikkan logika ke otak saya. Thanks a lot Joe!


 

Bunda dan my sista, tentu saja menjadi orang selalu sedia ketika saya dalam keadaan seperti ini. Ibu saya yang dengan sabar mendengarkan isakan tangis saya. berjam-jam kami berbincang melalalui perantara telepon, berbagi mimpi, berbagi cerita. Bunda saya yang menceritakan kembali kisah-kisah inspiratif yang menyemangati saya. My sista yang selalu berbagi tentang aour adorable little Emka yang selalu bisa membuat saya tersenyum.


 

Akan tetapi tentu saja, Gusti Sing Paring Urip lah tempat saya menghaturkan jutaan terima kasih. Thanks God! Engkau masih mau memeluk aku dalam rengkuhan cintaMu. Engkau tidak membiarkan hambamu jatuh terlalu dalam.


 

Catatan setelah badai yang memporak-porandakan jiwa mereda. Kini tinggal riak-riak kecil gelombang yang tersisa. Thanks buat Dee Hasan, Winda, Osya, Ariel, dan Dheena (saya mengenalnya dengan nama itu) dan Nadi Karmadi. Secara tidak sadar kalian telah membantu saya menenangkan badai itu. Let's celebrate the life!

No comments:

Post a Comment

Whaddaya think?